Satu Atap Dengan Bandar NarkoCINTA

Hari ini mereka makan malam bersama, sesuai perjanjian Markus akan bergabung di setiap jadwal makan. Pria itu tak perlu susah payah mencari keluar sebab Vanes sudah menyiapkan semuanya.

Namun tampak ada yg berbeda dari wanita itu, Vanes tidak banyak bicara seperti biasanya, gerak-geriknya seakan tak bebas dan kikuk, Markus tak bisa lepas dari keganjilan itu.

"Ada apa denganmu?" Serunya.

"Hah?"

Vanes nampak bingung dan gugup, dia tidak siap dengan pertanyaan Markus yang sangat tiba-tiba disaat dirinya tengah menahan diri.

"K-kenapa, tuan?"

"Kau terlihat berbeda" ujar Markus menelisik raut wajah Vanes.

Perlakuan Markus semakin membuat Vanes tak bisa mengontrol dirinya, dia berusaha tampak biasa-biasa saja tapi tingkahnya tak bisa diajak kerjasama.

"B-berbeda bagaimana?" Sahut Vanes pura-pura tak tahu.

"Entahlah, tapi kau terlihat tidak nyaman. Apa karena ada aku disini?"

Kelopak mata Vanes langsung melebar, dia segera menepis dugaan tersebut, Vanes tak boleh membuat Markus merasa tersinggung karena sikapnya ini.

"Bukan begitu, Tuan. S-saya....."

"Saya hanya khawatir soal makanan ini, saya takut tuan tidak menyukainya" tutur Vanes berdusta, padahal alasan sebenarnya karena dia salah tingkah karena kejadian tadi sore.

Perkataan Markus mampu membuat Vanes sedikit terbawa perasaan, tapi di satu sisi Vanes tidak mau terlalu percaya diri, Vanes terus menepis perasaan itu dan ujung-ujungnya dia malu sendiri.

"Apa kau tidak melihat bagaimana aku melahap semua ini? Atau jika kau ragu kau bisa bertanya, bukan?"

"I-iya hehe... Saya terlalu berpikiran keras di dalam hati" timpalnya.

Barulah Markus kembali melanjutkan suapan yang entah ke berapa, dia tak bisa menikmati sesuatu kalau ada yang menggangu pemandangannya.

Vanes bernafas lega, kedepannya ia harus bisa mengontrol diri supaya Markus tidak curiga. Mau taruh dimakan kalau pria itu sadar Vanes tersipu hanya karena ucapannya.

Inilah jadinya kalau wanita tidak pernah dipuji dan mendapat perlakuan baik, sedikit saja dia mendapatkannya maka jantungnya akan dibuat terbang tinggi ke angkasa.

"Besok aku ingin membeli laptop baru, kau tahu dimana tempat yang menjual barang elektronik?"

"Emm... Disini agak jauh. Apa perlu saya mengantar anda lagi?'

Bukan tidak tahu diri karena selalu menawarkan Markus bantuan lebih dulu, Vanes tak berniat menempel terus dengan lelaki ini, hanya saja Markus seperti tak mempersiapkan apapun dan bingung sendiri untuk mencari segala hal, sehingga rasa empati Vanes muncul setiap saat.

"Tidak perlu, aku bisa pergi sendiri hanya saja tidak tahu tempatnya dimana"

"Kalau begitu coba cari saja toko MR.CALL di internet, nanti akan muncul dan tuan bisa melihat rute perjalanan menuju kesana. Toko itu yang paling dekat dari sini, tapi mungkin masih kurang lengkap jika dibanding dengan kota lain"

Markus manggut-manggut sambil menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya, besok dia akan pergi lagi untuk membeli laptop, Markus butuh benda itu untuk memeriksa perusahaan, setidaknya dia ada kegiatan untuk mengontrol usahanya tersebut dari jarak jauh.

"Baiklah, aku akan kesana besok"

"Jam berapa?"

"Mungkin sesudah makan malam" ujar Markus.

"Bukankah itu terlalu malam? Saya ragu kalau toko elektronik masih buka di atas jam 8" kata Vanes tak yakin.

"Lalu apakah aku harus keluar disiang hari?"

"Saya rasa begitu, apa Tuan tidak bisa karena ada pekerjaan?"

"Ahh... Sebenarnya aku tak bisa bekerja karena laptop ku yang lama rusak, sehingga aku harus membelinya lagi" tutur Markus berbohong.

Markus dilema, keadaan yang membuatnya terpaksa harus keluar saat matahari terbit, itu sangat menyiksanya. Terlalu beresiko jika dia harus keluar di jam produktif orang-orang, tapi kalau tidak dia semakin tersiksa dengan rasa penasaran.

"Baiklah, aku akan mencoba pergi besok pagi"