Nadia adalah cucu dari Nenek Mina, pembantu yang sudah bekerja di rumah Bintang sejak lama. Perlakuan kasar Sarah, istri Bintang pada Neneknya membuat Nadia ingin balas dendam pada Sarah dengan cara merebut suaminya, yaitu Majikannya sendiri.
Dengan di bantu dua temannya yang juga adalah sugar baby, berhasilkah Nadia Mengambil hati Bintang dan menjadikannya miliknya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunis WM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Seharian Bintang hanya duduk di sofa di ruang tengah menonton acara televisi, matanya memang terarah pada layar besar itu tapi pikirannya jelas sedang beterbangan entah ke mana. Nadia dan Tuti hanya mengintipnya saja dari jauh.
Sepertinya Bintang sudah mulai bosan memindahkan siaran satu ke siaran yang lainnya, dia membanting remote televisi itu hingga hancur berserakan di lantai. Nadia dan Tuti yang sejak tadi mengintip seketika lari menyelamatkan diri saat Bintang berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah mereka.
“Kalian kenapa?” tanya Bintang mendapati dua gadis itu bertingkah aneh ketika dia masuk ke dapur.
“Tidak kenapa-kenapa, Tuan” jawab Tuti. Mereka lalu meninggalkan Bintang di dapur dan melanjutkan pekerjaan mereka membersihkan ruang tamu dan ruang lainnya yang sedari tadi ingin mereka bersihkan tapi takut melihat Bintang yang sedang kesal.
Bintang bukan orang kaya yang sombong dan arogan, dia termasuk orang yang mempunyai sikap ramah dan menghargai orang lain. semenjak bekerja di rumah itu, baik Tuti ataupun Nadia belum pernah melihat marahnya seorang Bintang seperti apa. Mereka hanya terbiasa dengan Sarah yang tiap hari mengomel dan memprotes hasil kerja mereka.
Tapi hari ini mereka melihat bagaimana Bintang membanting remote televisi itu, berarti Tuan mereka itu sedang sangat kesal. Oleh sebab itu, tidak ada yang berani mendekatinya.
“Bi Mina, sudah sehat?” tanya Bintang. Siang ini dia makan sendiri di meja makan, bukan hal aneh karena hari liburpun Sarah jarang ada di rumah menemaninya makan siang. Sepertinya kekesalannya sudah sedikit berkurang, wajahnya sudah tidak kusut lagi seperti tadi pagi.
“Iya, Tuan” jawab Bi Mina, “Saya sudah merasa lebih baik” sambungnya lagi.
“Jangan masukann ke hati apa yang Sarah bilang, dia hanya capek saja jadi tidak usah ambil pusing kalau dia marah-marah tidak jelas” kata Bintang. Mumpung istrinya sedang tidak di rumah, dia mengambil kesempatan ini untuk berbicara pada Bi Mina tentang sikap Sarah pada Bi Mina.
“Mana mungkin saya masukkan ke dalam hati, Tuan. Saya mengerti kalau Nyonya sangat lelah”, kata Bi Mina dengan tulus. Nenek tua itu hanya selalu mengurut dadanya dan tidak membiarkan kata-kata pedis Sarah tersimpan di hatinya.
“Yang lain mana?” tanya Bintang ketika hanya melihat Bi Mina sendiri menyiapkan makanan.
“Tuti sedang mencuci, Amy ada di depan membersihkan teras, Nadia lagi siap-siap di kamar katanya ada mau belajar kelompok” Bi Mina menjawab dengan sangat detail.
Tidak lama setelahnya, Nadia muncul sudah dengan pakaian rapi. Kesan feminim terlihat jelas ketita dia memakai dress cantik tenpa lengan yang di padukan dengan sepatu kets dan tas yang tersampir di bahunya.
“Tuan” Nadia membungkukkan kepalanya dengan sopan, “Saya mau ke rumah teman, mau belajar kelompok” katanya berpamitan sekaligus meminta izin.
“Tunggu, aku juga mau keluar. Biar sekalian aku antar kamu juga” mata Nadia terbelalak mendengarnya. Dia sebenarnya akan jalan-jalan ke mall bersama Vanesa dan Angel dan bukannya kerja kelompok seperti izinnya.
“Tidak usah, Tuan. Saya tidak mau merepotkan Tuan Bintang” elak Nadia. Lagi pula dia juga tidak mau berada di dalam mobil yang sama dengan Bintang.
“Sebentar, aku ambil jaket sama kunci mobil dulu” tidak mendengar penolakan Nadia, Bintang bergegas menyelesaikan makannya dan naik ke kamarnya.
Tidak lama kemudian, Bintang sudah turun dengan pakaian santainya. “Ayo” ajaknya pada Nadia. Bi Mina mengangguk pelan dengan senyuman saat Nadia menatapanya seolah sedang meminta izinnya. Akhirnya dengan berat hati Nadia ikut bersama Bintang.
“Duduk di depan dong”, kata Bintang saat Nadia membuka pintu penumpang, dan sekali lagi Nadia dengan berat hati mengikuti keinginan Bintang.
“Sudah, seat bellnya kenapa nggak di pakai. Mau aku yang pakaiakan” Bintang dengan nakal menggoda Nadia yang sejak tadi terlihat canggung.
Nadia buru-buru memakai sabuk pengamannya lalu melihat Bintang seperti mengatakan, ayo cepat jalan. Bintang tersenyum lalu perlahan melajukan mobilnya.
Nadia gelisah sepanjang jalan, dia dan teman-temannya janjian bertemu di mall tapi Bintang malah mengantarnya ke rumah Vanesa dan Angel setelah Nadia membetahukan alamatnya.
“Kamu kenapa gelisah begitu sih, udah telat ya?” tanya Bintang melihat Nadia yang terus melihat jam di tangannya.
“Mmmm.. Anu, Tuan. Sebenarnya...” sebelah alis Bintang tertarik menunggu kelanjutan ucapan Nadia.
“Sebenarnya, saya bukan mau belajar kelompok?” akhirnya berkata jujur pada Bintang.
“Terus mau kemana?” tanya Bintang dengan santai, dia tidak terlihat terkejut dengan kebohongan Nadia. Sebenarnya, Nadia tidak harus mengerjakan pekerjaan rumah. Gadis itu hanya merasa tidak enak jika harus tinggal cuma-cuma di rumah itu. Itu sebabnya, dia bisa bebas keluar rumah tanpa memikirkan pekerjaan yng belum selesai.
“Tuan Bintang tidak marah” tanya Nadia. Dia juga terkejut Bintang begitu santai mengetahui dia berbohong.
“Kamu dandan cantik begitu masak cuma mau ke rumah teman. Mau ketemu pacar kamu ya...” Nadia mengibaskan kedua tangannya dengan cepat menyanggah tuduhan Bintang.
“Saya nggak punya pacar, Tuan”, jawabnya cepat.
“Punya pacar juga nggak apa-apa, asal tahu jaga diri aja”
“Nggak ada, Tuan. Saya mau fokus selesaikan sekoah dulu” sanggah Nadia lagi. Dia memang tidak punya pacar di sekolah. Untuk seorang Nadia yang cukup cantik, tentu banyak teman sekolah lawan jenis yang naksir padanya. Tapi Nadia benar-benar hanya ingin sekolah dan tidak memikirkan pacaran-pacaran selayaknya anak seusianya.
“Masak sih nggak ada yang naksir, kamu nggak cantik berarti” goda Bintang. Laki-laki itu keasyikan menggoda Nadia sehingga melupakan kekesalannya pada Sarah.
Nadia mengibaskan rambutnya dan menunjukkan wajah sok anggunnya pada Bintang, sejenak Bintang kembali terpesona pada kecantikan Nadia. Tadi saat di rumah, dia berusaha sebisa meungkin menutupi rasa kagumnya melihat Nadia yang berdandan sangat cantik. Bintang jadi salah tingkah dan kembali melihat jalan di depannya.
“Bukan nggak ada yang naksir ya, Tuan. Saya hanya nggak mau pacaran aja” katanya kesal. Bintang tersenyum, sepertinya dia merasa terhibur dengan mengajak Nadia.
“Jadi tujuan kamu sebenarnya kemana?” tanya Bintang lagi. Dia kembali mengalihkan pandangannya pada gadis cantik di sampingnya itu. jika mereka jalan berdua, mungkin orang-orang akan mengira mereka adalah pasangan kekasih karena Bintang terlihat awet muda. Tidak akan ada yang menyangka kalau mereka adalah majikan dan pembantu.
“Sayaaa..., saya mau main ke mall bareng teman”, Nadia akhirnya jujur menjawab. Sekali lagi Bintang tidak menunjukkan rasa marah.
“Mall mana?” tanya Bintang.
“Tuan mau antar saya” Bintang mengangguk, “Saya lagi gabut”, katanya. Nadia lalu menyebut nama Mall tujuannya. Lalu dengan senang hati Bintang mengantarnya.
Saat sampai di tujuan sebelum turun, Bintang memberikan beberapa lembar uang ratusan ribu pada Nadia.
“Ini apa, Tuan” Nadia tentu terkejut saat Bintang memberinya uang itu.
“Buat jajan” kata Bintang, “Aku nggak akan potong gaji Nenek kamu” katanya lagi melihat Nadia yang ragu menerima uangnya itu.
“Sudah sana, teman kamu pasti sudah nunggu”
“Makasih, Tuan” Bintang hanya tersenyum. Lalu Nadia turun dari mobilnya. Lama bintang melihatnya sebelum kembali melajukan mobilnya.