Di tengah-tengah kemelut perang, seorang gadis muda yang berbakat, Elena, tergabung dalam unit pasukan khusus. Dalam sebuah misi yang kritis, kesalahan bermanuver mengakibatkan kematian tragis.
Namun, alih-alih menemukan ketenangan di alam baka, jiwanya terbangun kembali dalam tubuh gadis polos bernama Lily, seorang siswi SMA yang kerap menjadi sasaran bully dari teman-temannya.
Dengan kecerdasan militer yang dimilikinya, Elena mencoba untuk memahami dan mengendalikan tubuh barunya. Namun, perbedaan antara kehidupan seorang prajurit dan remaja biasa menjadi penghalang yang sulit dia atasi.
Sementara Elena berusaha menyelaraskan identitasnya yang baru dengan lingkungan barunya, dia juga harus menghadapi konsekuensi dari masa lalunya yang kelam. Di sekolah, Lily mulai menunjukkan perubahan yang mengejutkan, dari menjadi korban bully menjadi sosok yang tegas dan berani.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arlingga Panega, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pria Cabul
Respon Damian nampak santai, meskipun saat ini seluruh anggota keluarganya telah berkumpul, dia tidak tergesa-gesa. Sambil melengkungkan senyuman tipis, pemuda itu melirik ke arah Lily.
"Kau bisa menggunakan kamar mandi, segera bersihkan dirimu, aku akan meminta pelayan untuk menyiapkan baju.
Lily melirik ke arahnya, sudut bibir gadis itu berkedut, nampaknya Damian sengaja untuk menekan keluarganya, agar bisa segera menikah dengan Lily.
"Apa yang kau pikirkan? Aku masih seorang gadis kecil, usiaku tahun ini baru saja 17 tahun. Jika kau mengajakku menikah sekarang, bukankah orang lain akan berpikir bahwa kau seorang pedofil?" tanya Lily, Damian hanya mengangkat kedua bahunya dengan acuh tak acuh.
Siapa suruh tuan Brahma Aditya memprovokasinya dan berniat untuk mencarikan jodoh lain bagi Lily? Maka kali ini dia akan secara terang-terangan menunjukkan keinginannya untuk menikah.
Lily cemberut, dia menghentakkan kedua kakinya, kemudian berjalan menuju kamar mandi. Matanya seketika membola, kamar mandi Damian benar-benar sangat luas bahkan jauh lebih besar di bandingkan kamar tidur Lily.
"Pria cabul itu... Haruskah aku memberinya pelajaran?" gumam Lily sambil menopang dagu, dia segera memutar otaknya agar bisa menghentikan keinginan Damian untuk menikah.
Usianya masih sangat belia, bahkan dendamnya belum terbalaskan, tiga keluarga besar hingga saat ini masih bisa menghirup udara bebas dengan sangat tenang. Sedangkan dia dikejar-kejar waktu dan setiap hari selalu ada saja hal yang membuat fokus gadis itu terpecah.
"Ini akan sulit! Tapi jika kakek bisa bekerja sama denganku, mungkin tidak terlalu buruk." ucap Lily sambil menatap pantulan wajahnya lewat cermin.
Sementara semua orang nampak sudah kehilangan kesabaran, sejak tadi Damian dan Lily masih belum juga turun, bahkan pelayan yang dikirimkan ke kamarnya selalu saja di usir, sehingga membuat mereka akhirnya bergegas untuk pergi menuju kamar pemuda itu.
"Dimana kamar tamunya?" tanya Mona setelah melihat deretan kamar yang ada di lantai 2.
Batuk!
Tuan Brahma Aditya tak bisa menahan perasaannya, walau bagaimanapun, cucu tempramennya itu telah membawa Lily masuk ke kamarnya tadi malam. Siapa yang bisa menjamin bahwa gadis itu masih akan baik-baik saja pagi ini?
"Kita akan membicarakannya nanti," jawab tuan Brahma Aditya sambil tersenyum tipis. Mona dan Resti hanya mengerutkan kening, namun tak lama kemudian, kedua orang wanita berbeda usia itu segera menganggukan kepala. Sebagai tamu yang datang berkunjung, mereka berdua tentu saja harus memberikan muka kepada pemilik rumah.
Tok...
Tok...
Tok...
Pintu kamar Damian kembali diketuk dari luar, membuat pemuda itu berdengus kesal. Dia baru saja duduk di balkon, namun kali ini ada pengganggu lagi yang mendatanginya.
Damian segera membuka pintu sambil memasang wajah buruk, namun ketika matanya melihat seluruh anggota keluarga berada di depan kamarnya, membuat pemuda itu langsung mengerutkan dahi.
"Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Damian.
Tuan Brahma Aditya masuk ke dalam kamar, tanpa menunggu pemuda itu mempersilahkan mereka. Pada saat yang sama, pintu kamar mandi terbuka, memperlihatkan Lili yang saat ini hanya dalam balutan handuk kimono.
Mata semua orang langsung melotot dengan mulut yang menganga, bahkan Prasetyo segera mengambil sandalnya, kemudian memukul ke arah Damian.
Meskipun pemuda itu saat ini dalam keadaan terluka dan seluruh tubuhnya dibalut dengan perban, namun tidak meninggalkan jiwa mesumnya.
"Apa yang kau lakukan? Lily masih kecil dan kau berani membawa dia untuk tinggal satu kamar denganmu?" tanya tuan Prasetyo sambil memukul bokong pemuda itu.
Damian sama sekali tidak melawan, bahkan dia menunjukkan tatapan yang tidak peduli. Lily adalah gadisnya, calon nyonya muda Aditya. Apa salahnya jika gadis itu tidur di kamar Damian? Bukankah cepat ataupun lambat gadis itu akan segera menjadi istrinya?
Andai semua orang mengetahui apa yang dipikirkan oleh Damian, mungkin mereka juga akan mati karena kesal.
"Kau harus bertanggung jawab!" ucap Prasetyo sambil menatap tajam ke arah Damian. Pemuda itu hanya melirik ke arah tuan Brahma Aditya sambil menunjukan seringaian iblisnya.
"Tidak masalah!" jawab Damian, Lily masih mematung di depan kamar mandi melihat keberadaan begitu banyak orang di kamar Damian. Gadis itu masih sangat terkejut, namun tak lama kemudian, dia segera menguasai diri.
Sambil melirik ke arah Damian, gadis itu pun segera bertanya, "Dimana pakaianku?"
Damian hanya tersenyum, kemudian mengambil paper bag yang ada di atas tempat tidur dan memberikannya pada Lily. "Ganti pakaianmu di dalam!"
Lily hanya mengangguk, kemudian masuk kembali ke kamar mandi.
"Segera turun, papa butuh penjelasan!" ucap Prasetyo sambil berjalan keluar dari kamar Damian, disusul oleh yang lain. Mereka kembali menuju ruang keluarga dan duduk dengan tenang menunggu Damian dan Lily turun.
Lima belas menit kemudian, Lily dan Damian turun, keduanya telah berganti pakaian. Damian merasa seluruh tubuhnya bergidik, dia melihat tatapan tajam yang dilayangkan oleh semua orang. Mona menatap Lily penuh kekecewaan, dia tak menyangka jika gadis kecil yang dilahirkannya itu akan membuatnya malu di masa depan. Jika saja jadinya mengetahui hal itu sejak awal, mungkin dia tidak akan pernah melahirkan Lily.
"Apa kalian akan mengakui kesalahan?" tanya Prasetyo, Lily hanya mengerutkan dahi, dia masih belum ngeh dengan arah pembicaraan dari pria itu. Sedangkan Damian menganggukan kepalanya.
"Ya!" jawab pemuda itu dengan tenang.
"Lalu apa yang akan kau lakukan?" tanya Prasetyo, Damian sejenak memandang ke arah Lily.
"Tentu saja membawa gadisku ke dalam keluarga besar kita, namun setelah mendapatkan surat-surat yang resmi." jawab Damian santai.
Semua orang langsung memelototkan matanya, "Damian! Apa kau sadar jika Lily itu masih di bawah umur? Apa kau pikir bisa mendapatkan buku nikah dengan mudah?"
"Apaaa? Buku nikah? Lily nggak mau nikah!" ucap Lily dengan wajah pucat sambil cemberut, Mona langsung menyela.
"Lily, ibu tidak mengajarimu untuk berbuat bodoh. Kau sudah tidur bersama dengan Damian, jadi secepatnya kalian berdua harus menikah!"
"Tapi bu-" Lily berniat untuk menjelaskan, tapi ucapannya segera di potong oleh Damian.
"Kita akan segera menikah, sebelum Damian junior hadir disini," ucap nya sambil menunjuk perut rata Lily.
Lily sontak melotot, kali ini dia masuk ke dalam jebakan Damian. Pantas saja sejak pagi tadi Damian terlihat sangat tenang, ternyata dia telah memperhitungkan semuanya.
"Kau! Dasar cabul!" ucap Lily sambil memasang wajah garang, namun malah terlihat semakin imut di mata Damian.
"Bersikap baik! Jika tidak, aku akan memakanmu!" ucap pemuda itu dengan suara yang perlahan, berbisik di samping telinga Lily, sambil menggigit kecil ujung telinga gadis itu, membuat wajah Lily langsung memerah.
"Kau! Cabul!" Lily pergi sambil merengut, dia kesal karena Damian membuat semua orang berpikir telah terjadi sesuatu di antara mereka. Sementara Damian masih duduk santai di tempatnya.
bukannya ada hal yg ingin dia selesaikan dg Lily
bukannya ada dendam kan yahh
trus ini mksudnya apa
malah kerja sama yah??