Aku adalah Arthurian Merlin, pengkultivasi sihir iblis yang melampaui batas kemampuan manusia. Aku menolak kedewaan dan berkeliaran di Bumi sebagai Iblis Amarah. Seorang pria yang membuat sungai darah mengalir disetiap langkahnya.
Banyak perang terjadi dari langkahku, tetapi pemenangnya tetap sama. Aku adalah orang yang kejam dan Iblis di antara segala Iblis. Semua pembantaian itu semata-mata demi melampiaskan dendamku terhadap tujuh Dewa dan kuil penyokong mereka yang telah menghancurkan keluargaku.
Namun, apa ini? Mengapa penyihir Iblis tersohor sepertiku bangkit di tubuh pemuda yang lemah ini? Lalu, mereka tidak menggunakan sihir di sini?
Aku, Arthurian Merlin, sang Iblis Amarah yang mencatat sejarah dengan darah, bangkit kembali di dunia yang berbeda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlackMail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 : Duel
Arthur memejamkan matanya dan menenangkan napasnya. "Apa Arthur yang dulu berteman dengan gadis imut ini?" Dia tidak mengerti. Bagaimana bisa dia selalu terlibat dengan orang yang mengenalnya, tetapi tidak ada di ingatan pemilik tubuh sebelumnya.
Dari fakta ini, Arthur bisa menyimpulkan bahwa gadis ini tidak sedekat itu dengan pemilik tubuh sebelumnya. Masalahnya adalah, jika mereka tidak sedekat itu, lantas untuk alasan apa duel ini diadakan?
Arthur kemudian membuka matanya kembali. Dia tersenyum tenang. Dia akhirnya mengerti bahwa duel ini bukan dilandaskan persahabatan, melainkan sarana untuk menguji kemampuannya.
"Baiklah, cucu yang berbakti ini dengan senang hati akan menunjukkan apa yang diinginkan kakeknya." Dengan itu, dia mulai menghitung medan di sekitarnya dan memastikan tidak ada yang luput dari perhitungannya bahkan jika itu ukuran lingkar pinggang lawannya sekalipun.
Jantungnya masih membara. Tubuh sebagaimana adanya baja, keduanya akan menjadi kuat setelah dipukul dengan keras. Dalam kasus Arthur, setelah babak belur oleh Hans, semua indranya ditingkatkan ke ranah yang lebih tinggi.
Selain itu, melihat bahwa dia akan diuji oleh bocah arogan bodoh yang lemah ini membuatnya marah. Dia akan memberinya sebuah pelajaran yang tidak akan pernah hilang dari kepala Diana. Sebuah pelajaran yang dinamakan oleh orang dengan nama trauma.
Diana yang merasa Arthur menatapnya dengan mesum merasa jengkel. Dia menghentakkan kakinya ke tanah dengan kuat sembari mengumpat di dalam hati. Dia berjanji dengan dirinya sendiri akan menghajar laki-laki yang ada di depannya sekarang ini menjadi bubur.
Kepala keluarga berdiri dari kursinya, mengangkat tangannya, dan berteriak, "Mulai!" Pertempuran pun dimulai, dan Diana dengan cepat melancarkan serangan ganas. Namun, langkahnya terhenti ketika sebilah pedang melayang ke arah wajahnya. Arthur dengan pengecut melemparkan setiap senjata yang ada di dalam peti ke arah Diana.
"Apa ini!? Seberapa pengecutnya dirimu!?" Diana dengan gesitnya menghindari serangan-serangan tersebut sambil terus menahan amarahnya. Dia tidak bisa mencari celah untuk menyerang balik, Arthur secara akurat selalu mengincar wajahnya.
Diana hanya bisa bertahan sampai semua senjata dari dalam peti itu habis terlempar. Dia tidak bisa menahan amarahnya dan mengokohkan kuda-kudanya untuk menerjang dan menebas leher Arthur. Namun, pupil matanya melebar ketika kata, mati, menggema di kepalanya.
Semua rahang turun dari tempatnya. Sebelumnya, saat pisau terakhir di lemparkan oleh Arthur, suasana di sekitar pemuda itu mulai berubah ketika wajahnya menjadi keras.
Energi magis mulai ditarik dan membentuk benang-benang yang terhubung dengan masing-masing jarinya kemudian di rentangkan ke masing-masing tiang arena dan menjalinnya hingga membentuk seperti jaring laba-laba yang berpusat pada leher Diana.
Saat Diana bergerak, senjata-senjata yang tergeletak di lantai melayang ke arah lehernya, mencoba mengambil nyawanya. Untungnya, Hans yang waspada langsung merebut pedang seorang Penjaga dan memberikan tebasan kuat ke arah bawah yang memutus jaring sihir Arthur sekaligus membelah Arena menjadi dua. Sehingga senjata-senjata itu berhenti dan jatuh dengan hanya mengiris tipis leher Diana.
Semua orang tidak bisa mengatakan apapun lagi pada titik ini. Sesuatu yang tidak disangka terjadi secara cepat dan berkelanjutan. Mereka bahkan menahan napas tanpa mereka sadari. Satu-satunya hal yang terdengar saat itu hanyalah napas lega Hans setelah berhasil menghentikan sebuah tragedi.
Dengan langkah yang lemas, pria itu berbalik, menghadap kepada kepala keluarga, dan marah padanya, "Saya sudah memperingatkan Anda soal ini tadi. Arthur memang tidak memiliki pengalaman bertarung, tetapi bukan berarti Anda bisa meremehkannya! Arthur dia... dia itu adalah orang yang menguasai berbagai bahasa termasuk bahasa kuno di usianya yang baru sepuluh tahun! Apa Anda tahu apa yang biasanya kita sebut untuk seseorang seperti itu? Monster! Meskipun dia Monster yang lemah, dia masih memiliki taring yang mematikan!"
Hans tanpa sengaja memuntahkan semua kekesalannya selama ini. Sebagai ayah, dia merasa tidak boleh menaruh harapan yang tinggi untuk pencapaian anaknya. Namun, seorang ayah juga manusia, dia juga tidak bisa terus tahan melihat orang-orang selalu menjelek-jelekkan putranya karena dia menderita kelainan vena bawaan, dan mengejeknya kutu buku sembari menutup mata tentang kecerdasannya. Dia lelah dengan semua itu dan tanpa sadar meninggikan suaranya.
Arthur di arena menghembuskan napas beratnya. Saat dia mengambil alih tubuh ini, selain dari kepingan ingatan, dia juga merasakan gelombang pengetahuan sejarah dan bahasa di dalam kepalanya. Pemilik tubuh sebelumnya adalah orang yang sangat cerdas, hampir seolah dia bisa menyerap bahasa asing begitu mudah ke kepalanya. Karena mengetahui hal ini jugalah, Arthur bisa dengan bebasnya menunjukkan kekuatannya. Meskipun dia sedikit kelewatan dalam beberapa hal.
"Bagaimana mungkin... aku kalah?" Diana tidak bisa menerimanya. Dia dipandang sebagai genius dan dipuja-puja karenanya, tapi dia kalah tanpa bisa memberi perlawanan. Diana tidak berusaha mencari pembenaran atas kekalahannya, hanya saja itu masih tidak masuk akal baginya. Dia memang sudah diberitahu bahwa Arthur membangkitkan Eksternal Aura, tetapi dia tidak tahu tingkatannya akan setinggi ini.
Kontrolnya terhadap benang-benang Aura itu memang luar biasa, tetapi kecepatan aksinya juga mengesankan. Dalam hitungan detik dia membuat jaring laba-laba tanpa celah seolah-olah sudah terpasang jebakan di tempat ini sebelum duel. Padahal, Diana-lah yang menantangnya dan memilih tempat.
Pionir Haynes pun mengakuinya. Itu sangat luar biasa, khususnya kontrolnya. Eksternal Aura yang dikeluarkan Arthur sangat payah, meskipun dibuat dengan baik. Namun, anak laki-laki itu dapat memanfaatkannya untuk membuat serangan yang mematikan. Genius saja tidak cukup untuk menyebut orang sepertinya, seperti yang Hans katakan, anak itu adalah Monster yang tidak seharusnya dipermainkan.
"Begitulah menurutku, tapi... sepertinya dia belum puas." Pionir Haynes menatap ke arah kepala keluarga. Mata pria itu kosong dan menunjukkan ketidakpuasan. Dia meminta dan menyetujui duel ini untuk mencari tahu potensi Arthur, tetapi jangankan potensinya, batas kemampuannya sekarang saja tidak berhasil ia ketahui dari duel yang berakhir singkat ini.
Bukan cuma Arnold saja yang merasa ketidakpuasan, Arkam pun juga. Orang-orang mungkin kagum karena Arthur Al Mahesa, si bungsu keluarga Mahesa yang terkenal lemah, telah berhasil mengalahkan si genius dari keluarga Haynes dengan sangat cepat dan mudah. Namun, kemenangan itu terlihat seperti keberuntungan di mata Arkam.
"Kepala keluarga biarkan Saya mengujinya!"
"Baiklah."
Penerimaan permintaan tidak masuk akal itu mengejutkan semua orang. Khususnya Pionir Haynes dan Hans. "Dasar gila, anak itu jelas-jelas sudah kesulitan bernapas, dia masih ingin mengujinya?" Pionir Haynes mengerutkan keningnya.
"Kepala keluarga!?" Hans tidak bisa menerimanya. Namun, Arnold dengan dingin mengabaikan kemarahannya. Dia berkata, "Sebastian, beri anak itu pil kehidupan untuk memulihkan kondisinya. Dengan begini keluhanmu selesai, kan?"