Gracella Eirene, gadis pendiam yang lebih suka bersembunyi di dunia imajinasi, Ia sering berfantasi tentang kehidupan baru, tentang cinta dan persahabatan yang tak pernah ia rasakan. Suatu hari, ia terpesona oleh novel berjudul 'Perjalanan cinta Laura si gadis polos', khususnya setelah menemukan tokoh bernama Gracella Eirene Valdore. Namun, tanpa ia sadari, sebuah kecelakaan mengubah hidupnya selamanya. Ia terbangun dalam dunia novel tersebut, di mana mimpinya untuk bertransmigrasi menjadi kenyataan.
Di dunia baru ini, Gracella Eirene Valdore bertemu dengan Genta, saudara kembarnya yang merupakan tokoh antagonis utama dalam cerita. Genta adalah musuh tokoh utama, penjahat yang ditakdirkan untuk berakhir tragis. Gracella menyadari bahwa ia telah mengambil alih tubuh Grace Valdore, gadis yang ditakdirkan untuk mengalami nasib yang mengerikan.
- Bisakah Gracella Eirene Valdore mengubah takdirnya dan menghindari nasib tragis yang menanti Grace Valdore?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afizah C_Rmd, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 13
Motor Grace berhenti di depan pintu masuk rumah sakit. Dia melepaskan helmnya, napasnya tersengal-sengal karena perjalanan yang cepat. Dia langsung bergegas menuju ruang tunggu, matanya mencari Axton. Dia melihat Axton duduk di sana, wajahnya tampak muram, menatap kosong ke depan. Anggota geng The Phantom Black lainnya juga terlihat cemas dan khawatir.
"Bagaimana keadaan Genta?" tanya Grace khawatir
Axton, Arvan, Lingga, Gilang dan Javas menoleh ke Grace, "Genta sedang dirawat intensif," jawab Arvan dengan suara serak. "Keadaan dia kritis."
Grace merasakan tubuhnya lemas mendengar kabar itu. "Kritis?" tanyanya dengan suara bergetar.
"Ya" jawab Gilang. "Dia mengalami luka serius. Patah tulang di kaki dan rusuk, dan yang paling parah adalah luka di bagian belakangnya. Dokter menduga ada kemungkinan patah tulang belakang."
Grace langsung merasakan tubuhnya gemetar, dia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia hanya berharap Genta dapat selamat.
"Dimana dia?" tanya Grace.
"Dia di ruang ICU," jawab Axton. "Dokter belum memberikan informasi lebih lanjut."
Grace mengangguk pelan, dia tidak bisa berlama-lama di ruang tunggu.
"Aku ingin melihat dia," kata Grace. "Bisakah kalian membantuku?"
Axton mengangguk. "Tentu," jawabnya. "Aku akan mengantarmu."
Axton mengantar Grace ke ruang ICU. Mereka berdua berdiri di depan pintu kaca, menatap ke dalam ruangan. Genta terbaring di ranjang, terhubung dengan berbagai alat medis. Dia terlihat pucat dan lemah. Wajahnya tertutupi oleh selang oksigen, dan luka di bagian belakangnya terlihat jelas. Grace bisa merasakan betapa seriusnya luka Genta.
Grace merasakan air mata mengalir di pipinya, ia tidak bisa menahan rasa sedih dan khawatirnya.
"Grace," kata Arvan, menarik napas dalam-dalam. "Kita harus berdoa agar dia dapat sembuh."
Grace mengangguk pelan ia tahu Axton benar, ia harus berdoa agar Genta dapat selamat.
Grace menatap Genta yang terbaring lemah di ranjang ICU. Air mata mengalir di pipinya, ia merasakan kepedihan yang tak tertahankan. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana Genta bisa mengalami kecelakaan seperti ini. Ia teringat kembali pada percakapannya dengan Genta di masa lalu, saat Genta bercerita tentang mimpi buruknya yang selalu menghantuinya.
Meski, ia bukan si pemilik asli tidak bisa ia pungkiri ia juga merasakan emosi pemilik asli atau memang ia sebenarnya juga merasa sedih.
Yah harus ia akui ia mulai menyayangi Genta, setelah berada di dalam novel ini ia merasakan kasih sayang seorang kakak, perhatian dan kelembutan Genta membuat nya tanpa sadar menyayangi nya.
"Genta, apa yang sebenarnya terjadi? Kau tau aku mersa sedih melihat keadaanmu ini, kau telah memberi kan sesuatu yang tidak pernah kudapatkan" bisik Grace, suaranya bergetar. "Aku harap kau, segera bangun."
Axton yang berdiri di samping Grace, menatap Genta dengan tatapan penuh kekhawatiran. Ia tahu bahwa Genta adalah orang yang sangat kuat, karena ia telah mengenalnya dari kecil. Tetapi ia juga tahu bahwa Genta sedang berjuang melawan rasa sakit yang hebat.
"Grace," kata Axton, "Aku tahu kau sangat khawatir. Tapi, kita harus tetap kuat. Genta membutuhkan kita."
"Iya, Axton benar lo yang tenang Grace kami ada di sini" sahut Lingga
"Benar, maaf Grace telah membuat Bos begini" sesal Gilang
"Apa yang sebenarnya terjadi"Tanya Grace serius
"I itu Bos di dia" kata Gilang terbata bata
"Katakan yang sebenarnya" tegas Grace dengan dingin
"Hah, Dewa menantang Genta balapan malam ini di trek berbahaya. bos terima tantangan itu terus mereka balapan, dan pemenangnya adalah Shankara kami menunggu kedatangan bos tapi tidak juga mencapai garis finis.
Tidak lama kemudian ada salah satu peserta dari geng motor lain yang mencapai garis finis, dengan wajah panik lalu memberi tahu bahwa bos dan Dewa kecelakaan yah seperti yang lo liat begitu lah keadaan Genta" Jelas Lingga
"Sial, gue yakin ini pasti ulah Dewa" tuduh Javas yang dari tadi diam.
"Gue, gak yakin tapi Dewa juga mengalami hal yang sama"
"Huh, siapa yang tau"Balas Javas tajam
"Siapa Dewa"
"salah satu anggota Sanford Tiger Reig yang menggendong El kemarin"
"Yang natap gue tajam itu" ucap Grace mengingat cowok kemarin yang entah kenapa seperti nya sangat membencinya dan di balas anggukan oleh mereka.
"Benar bukan sekali dua kali b*j*ngan itu berbuat curang untuk menang"
"Sudah sudah, sekarang kita harus tenang kita tunggu Genta sadar baru membahas masalah ini, sekarang kita fokus liat keadaan Genta dan juga kalian lebih baik pulang terserah mau sekolah apa nggak" ucap Arvan menenangkan mereka
"Grace lo tenang aja gue yakin Genta bakal baik baik aja, gue pulang dulu, takut nya nanti pas emak gue buka kamar gue nggak ada ngamuk nanti"
"Iya, kalian juga pasti capek istirahat aja dulu biar bang Genta gue jaga"
"Hmm, oke nanti kami kemari lagi lo yang tenang"
"Iya"
Mendengar jawaban singkat Grace Arvan, Lingga, Gilang dan Javas pamit pulang terlebih dahulu menyisakan Grace dan Axton.
Hening tidak ada suara, Grace hanya diam menunggu dokter keluar dan Axton tidak tau harus bicara apa.
Tidak lama kemudian Dokter datang menghampiri mereka "Siapa keluarga pasien"
"Saya dok, adiknya"
"orang tua pasien ada"
"Emm, dok kami yatim piatu"
"memangnya kenapa, bagaimana keadaan Genta, Dok?" tanya Axton dengan cemas.
Dokter menggelengkan kepalanya. "Baiklah Keadaan pasien sangat kritis. Dia mengalami luka serius di bagian belakang dan tulang rusuknya patah. Kita harus melakukan operasi segera untuk memperbaiki tulang belakangnya."
"Apakah keadaan nya benar benar parah?" tanya Grace, suaranya bergetar.
Dokter menatap Grace dengan simpati. "iya, tapi kita akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan pasien, operasi akan dilakukan besok pagi. Harap segera mengisi Formulir dan persetujuan untuk besok"
Grace merasa tubuhnya lemas mendengar penjelasan dokter, dia tidak bisa membayangkan Genta harus menjalani operasi yang berisiko tinggi.
"Baik dok, Terima kasih," kata Axton. "Kami akan menunggu di sini, nanti akan kami urus."
Mereka berdua kembali ke ruang tunggu, hati mereka dipenuhi dengan kekhawatiran. Grace duduk di kursi, menatap kosong ke depan. Ia teringat kembali pada saat ia pertama kali bertemu dengan Genta.
Saat itu, Genta adalah sosok yang hangat dan perhatian. Genta adalah orang pertama yang menatapnya lembut, meski terlihat dingin tapi sikap perhatian nya tidak bisa membohongi nya, Genta benar benar sosok kakak idamannya.
Dia hanya bisa berdoa untuk keselamatan dan kesembuhan Genta "Ya tuhan, tolong hambamu ini, selamat kan kakak Hamba meski ia bukan kakak hamba yang sebenarnya tetapi sekarang ia adalah kakak hamba. Hamba mohon kepada engkau sembuhkan penyakit nya selamat kan ia dari rasa sakit amiin Amin ya rabbal alamin" Doa Grace dalam hati.
"Grace," kata Axton tiba tiba ia ingin menghibur Grace, "Kita harus tetap kuat. Genta membutuhkan kita."
Grace mengangguk pelan, ia tahu Axton benar. Ia harus tetap kuat untuk Genta. Ia harus menunjukkan kepada Genta bahwa ia tidak sendirian.
"Aku akan tetap di sini, Axton," kata Grace. "Aku akan menemani Genta sampai dia bangun."
Axton mengangguk. "Aku akan mengurus yang lain. Kamu fokus saja pada Genta."
Axton keluar dari ruang tunggu, meninggalkan Grace yang duduk sendirian. Grace menatap Genta yang terbaring lemah di ranjang ICU. Ia berbisik, "Genta, bangunlah. Aku mohon, bangunlah."
"Genta, aku tidak akan meninggalkanmu," lanjut Grace. "Aku akan selalu ada untukmu."