Magika dan Azzrafiq tak sengaja bertemu di sebuah cafe, saat Magika sedang melakukan tantangan dari permainan Truth or Dare yang dia mainkan bersama teman-temannya.
Hanya dalam satu malam saja, Magika mampu membuat Azzrafiq bertekuk lutut, mereka melakukan hal-hal gila yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya, mereka melakukannya atas dasar kesenangan belaka.
Keduanya berpikir tak akan pernah berjumpa lagi dan hanya malam ini saja mereka bertemu untuk yang pertama sekaligus yang terakhir.
Namun takdir berkata lain, Magika dan Azzrafiq dipertemukan lagi, karena mereka diterima di kampus yang sama dan lebih tak disangka lagi mereka satu jurusan, tapi keduanya tidak saling mengenali karena saat pertemuan malam itu, mereka dalam pengaruh alkohol yang membuat keduanya tak ingat apa yang telah terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen Dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
No Matter What I Do, All I think About is You
Bianca menyusul Azzrafiq ke kamar Yudhistira, namun Yudhistira segera menahan langkah wanita itu agar tidak mengetuk pintu kamarnya, dia sangat mengerti bagaimana lelahnya pulang setelah ospek.
"Jangan pernah lo ketuk pintu kamar gue." Sanggah Yudhistira yang kini berada di depan kamarnya.
"Minggir lo, gak usah ikut campur!" Pekik Bianca.
Yudhistira terkekeh." Oh tentu saja gue ikut campur, ini teritorial gue! Lo mau cari keributan di kamar gue, pasti bakalan gue cegah lah."
"Gue cuma mau ngomong sama Azzrafiq, gue mau selesain masalahnya sekarang!!" Teriak Bianca yang tak menyadari telah membentak Yudhistira.
"Tapi lihat timing nya juga dong Bi, orang kalo kurang tidur apalagi lo datang cuma untuk marah-marah gak jelas gini, bisa-bisa tangan yang bakalan bicara, bukan cuma bentakan doang." Tegas Yudhistira.
Bianca terkesiap mendengar ucapan Yudhistira, lalu dia menghela nafas mencoba menenangkan diri, seketika dia sadar, bahwa semua perhatian yang Azzrafiq berikan untuknya, seketika lenyap begitu saja, bahwa Azzrafiq yang sabar dan selalu tenang menghadapi dirinya, kini tak ada lagi, dan merasa kehilangan kelembutan, kasih sayang, dan toleransi yang Azzrafiq berikan untuknya.
Bianca menitikkan air matanya, menyesali semua perbuatannya selama ini pada Azzrafiq, walaupun dia sudah mempersiapkan diri dengan kemungkinan terburuk, dia tak pernah mengira akan sesakit ini.
Yudhistira membawanya ke area meja makan, agar bisa menenangkan dirinya di sana tanpa mengganggu Azzrafiq yang sedang istirahat.
"Sumbu lo tuh pendek, masih belum bisa berubah juga dari dulu, gue kira selama lo kuliah dan menghilang dari hidup Azzrafiq, bisa merubah sikap lo, tapi ternyata masih sama aja." Yudhistira berujar.
"Gue baru sadar udah kehilangan kebaikan yang Azzrafiq berikan, dia udah berani ngebentak gue, dulu dia gak gitu" Kata Bianca dengan suara parau.
"Makanya, lo jangan pernah bangunin macan yang lagi tidur, kurang sabar apa Azzrafiq selama ini ngadepin orang gila model lo begini?" Ucap Yudhistira lembut namun sangat menusuk.
"Maksud lo apaan bilang kayak gitu? Sumpah ya Dhis gue lagi sedih malah lo kata-kata in begitu." Gerutu Bianca yang masih meneteskan air matanya.
Yudhistira terkekeh melihat wajah Bianca yang sedang menangis, dia menggeleng-gelengkan kepalanya, mengapa bisa Azzrafiq menyukai Bianca dan menjalani hubungan dengannya selama hampir dua tahun ini?
Dengan wajah Azzrafiq yang tampan, semua orang pasti tak akan percaya sahabatnya itu pacaran dengan Bianca yang sangat jauh dari kata menarik, baik fisik maupun sifatnya, pikir jahat lelaki yang sedang memakai celemek itu.
Dan mengapa juga dulu bisa-bisanya dia menyukai gadis yang ada di hadapannya ini?
"Gak ada bagus-bagusnya ya lo, kalo lagi nangis." Ejek Yudhistira seraya beranjak dari tempat duduknya dan kembali menyalakan kompor yang sempat dia matikan ketika mendengar keributan di lorong.
Yudhistira mengaduk-ngaduk nasi goreng yang dia buat."Gak habis pikir gue sampe sekarang, kok si Azzrafiq mau sama si Bianca."
"Gue denger Dhis, dikira gue budek apa? Lo gak inget apa dulu juga lo ngejar-ngejar gue." Gerutu Bianca.
Yudhistira menuangkan makanan yang dimasaknya ke atas piring yang sudah tersedia di meja makan.
"Itu adalah kesalahan yang paling buruk yang pernah gue lakuin, nih makan dulu supaya menaikkan mood lo." Ujar Yudhistira.
Bianca menghela nafasnya."Banyak banget ya cewek yang gangguin Azzrafiq, ada gak sih salah satu diantara mereka yang berhasil menarik perhatiannya?"
Yudhistira duduk di hadapan Bianca, bersiap untuk menyantap makan siangnya yang sudah sangat telat. "Sejauh ini sih gak ada ya, entah lo pake pelet apaan, sampe dia setia begitu."
Walaupun Yudhistira tahu Azzrafiq sedang jatuh cinta lagi dengan wanita lain, dia tak akan pernah mau memberitahu Bianca rahasia sahabatnya itu.
"Sembarangan banget sih lo ngomong."
"Jujur nih ya, sebenarnya kalian tuh emang gak cocok jomplang banget, gak ada chemistry sama sekali, entah apa yang dilihat Azzrafiq dari lo, bukan cuma tampang doang yang biasa aja, hati lo juga busuk." Celetuk Yudhistira jika bicara pada Bianca memang tak pernah disaring.
"Emang parah banget ya mulut lo." Pekik Bianca.
"Terus kenapa? Masalah buat lo?" Tanya Yudhistira tanpa dosa.
Bianca hanya menatap sinis Yudhistira sambil menghabiskan nasi gorengnya yang tinggal sesuap lagi, soal ejek-mengejek memang Yudhistira jagonya, dari dulu waktu masih SMA mereka memang tak pernah akur, dan Azzrafiq yang selalu menjadi penengah jika keadaan mereka berdua sudah sangat memanas.
Bianca dan Yudhistira terus berbincang meskipun kebanyakannya mereka adu mulut, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 18.00, tapi Azzrafiq masih mengurung diri di kamar Yudhistira.
...----------------...
Hari sudah gelap, Magika terbangun dari tidurnya, dia kembali memimpikan Edward, dengan kejadian yang setiap harinya berisi mimpi yang sama.
"Endingnya selalu aja ngegantung gini, Edward sekalian aja deh ngilang dari mimpi juga." Gerutu Magika.
Magika turun dari tempat tidurnya untuk mengecek ponselnya yang sudah penuh dicharge, dia mencabut kabelnya dan menyalakannya lalu menyimpan kembali ponselnya, tak terlalu mood untuk melihat beberapa pesan yang masuk, dia masih mengantuk berat, namun perutnya harus diisi.
Magika berjalan menuju meja makan dengan lemas, rasanya seperti melayang, kepalanya juga pusing karena telat makan, Om Mustafa dan Tante Karina sudah menunggunya.
Selesai makan, Magika kembali lagi ke kamarnya, dia teringat dengan Azzrafiq, dan segera mengabari lelaki itu, ketika akan menghubunginya, ada notifikasi pesan dari Azzrafiq di blackberry messenger.
^^^Azzrafiq Alfathanendra^^^
^^^Gee, kamu dimana? 14.20^^^
^^^Udah nyampe rumah? Please kabari aku 14.23^^^
^^^Gee? 18.00^^^
^^^Magika Keandra Adribrata^^^
^^^Azz, maaf baru kebaca^^^
^^^Aku udah nyampe rumah dari siang^^^
^^^Maaf ya aku gak bilang sama kamu tadi^^^
^^^Pasti kamu nungguin aku ya,^^^
^^^Maaf yaaa Azz (╥﹏╥)^^^
^^^Azzrafiq Alfathanendra^^^
^^^Akhirnya kamu bales juga^^^
^^^Syukurlah kalo udah di rumah^^^
^^^Aku khawatir sama kamu^^^
^^^Gee..^^^
^^^I miss you^^^
Magika tak membalasnya lagi karena masih mengantuk, dia langsung tertidur sambil memegangi ponselnya, padahal pesan dari Azzrafiq sudah terbaca, banyak pesan yang masuk padanya, termasuk pesan dari Randy yang belum sempat dia baca.
Sementara Azzrafiq yang sudah terbangun dari tidurnya, menunggu pesan lagi dari Magika, chat nya sudah terbaca tampak dari simbol R berwarna hijau, namun gadis itu tak membalasnya lagi.
"Cuma di read aja, apa Magika ketiduran lagi?" Gumam Azzrafiq.
Azzrafiq kembali gundah, kemanakah Magika? dia coba mengirim pesan lagi pada wanita itu, lalu perlahan beranjak dari tempat tidur dan melangkahkan kakinya untuk membuka pintu kamar Yudhistira.
Azzrafiq mendapati Bianca masih ada di sini yang membuatnya malas untuk keluar dari kamar sahabatnya itu, kemudian dia menutup kembali pintunya, tapi Bianca telah melihatnya membuka pintu, lalu menyusulnya untuk meminta maaf.
Bianca mengetuk pelan pintu kamar Yudhistira. "By, buka pintunya ada yang mau aku omongin sama kamu."
Jengah mendengar ketukan pintu, Azzrafiq membukanya, dia keluar dari kamar Yudhistira dan berjalan menuju kamarnya melewati kekasihnya yang tengah menunggunya, Bianca mencoba sabar dengan sikap Azzrafiq yang dingin, dia mengikuti lelaki itu dari belakang.
Azzrafiq duduk di kursi meja belajarnya, pikirannya kembali pada Magika, selama ospek dirinya terbiasa melihat Magika dari bangun tidur hingga tertidur lagi. Kini semuanya terasa berbeda dan Azzrafiq sangat merindukannya, meskipun ada Bianca di hadapannya.
Bianca meraih tangan Azzrafiq yang pikirannya entah berada dimana. "Aku mau minta maaf sama kamu by, gak seharusnya aku bertindak kayak tadi, maafin aku ya by."
"Setelah aku pikir-pikir lebih baik kita akhiri aja hubungan ini." Ucap Azzrafiq yang tak berpikiran jernih, dia tak peduli apa yang akan terjadi setelah dia mengatakan hal itu.
Bianca sudah menduga, Azzrafiq pasti akan mengatakan hal ini, tapi dia coba memakluminya karena ini memang kesalahannya.
"Enggak." Bianca coba menolak. "Aku tahu kamu masih kesal sama aku, gara-gara tadi aku kayak kesetanan marah-marah sama kamu."
Azzrafiq manatap Bianca, tak ada reaksi yang macam-macam dari Bianca, apa kekasihnya ini sudah tak se-impulsif dulu?
"Aku udah jatuh cinta sama cewek lain Bi, dan emang udah seharusnya hubungan kita tuh berakhir." Jelas Azzrafiq coba memancingnya lagi dia ingin tahu reaksi seperti apalagi yang akan ditunjukkan Bianca.
Bianca menghela nafas, rasanya begitu sakit mendengar pengakuan Azzrafiq, namun dia yakin lelaki itu hanya mencari alasan agar bisa mengakhiri hubungan mereka, dia tahu Azzrafiq bukan tipe lelaki yang mudah jatuh cinta, semenarik apapun wanita yang mengejarnya, Azzrafiq tak akan pernah tergoda, karena wanita yang mengejarnya duluan, bukanlah tipenya.
"Apa cewek itu yang namanya Alin? Yang foto bareng sama kamu di hp?" Tanya Bianca lirih.
Azzrafiq menggelengkan kepalanya."Bukan keduanya, mereka orang yang berbeda, Alin itu cewek maniak dan aku sama sekali gak suka, kalo foto yang di hp itu Acha, teman sekelas aku dan kita juga gak terlalu deket, cuma kebetulan temen satu kelompok ospek."
Bianca sudah dapat menebak bahwa yang dikatakan Azzrafiq itu hanyalah alasan yang dibuat-buat, namun sayang sekali dugaannya kali ini salah, kekasihnya memang telah memiliki tambatan hati yang baru.
"Aku tahu ini semua salah aku, wajar kalo kamu merasa kesepian, karena aku terlalu sibuk sama kuliah dan kegiatan aku di kampus, aku bisa ngerti kalo kamu kepincut cewek lain, mungkin itu cuma peralihan dari rasa sepi yang kamu rasain Fiq. Maafin aku udah mengabaikan kamu sampai sejauh ini." Sesal Bianca.
Ternyata tak seperti dugaan Azzrafiq, Bianca tampak tenang, mungkin karena wanita itu merasa bersalah jadi dia bisa menerima dan tidak meledak-ledak emosinya, Azzrafiq yang masih linglung tiba-tiba merasa ragu dengan hatinya, seakan tersadarkan, benarkah perasaan Azzrafiq pada Magika saat ini hanya semacam peralihan dari rasa sepinya karena Bianca mengabaikannya?
"Tolong kasih kesempatan lagi untuk aku memperbaiki hubungan kita yang udah kita jalani hampir dua tahun ini By." Pinta Bianca memohon pada Azzrafiq.
"Semua hubungan pasti ada fase dimana salah satu dari kita ada yang merasa bosan, kamu pasti lagi merasakan fase itu kan? Aku mengerti dan memaklumi itu semua, tapi coba kamu pikirin lagi Fiq, banyak hal yang udah kita lewati selama ini."
Azzrafiq memikirkan apa yang dibicarakan Bianca, apakah mungkin dia hanya bosan? Semakin lama suatu hubungan, pasti semakin banyak masalah yang akan dihadapi dan pasti ada fase dimana rasa jenuh menyerang, Azzrafiq kembali memikirkan Magika, dan mempertanyakan perasaannya untuk wanita itu.
Jika benar hanya peralihan dari rasa sepi dan bosan, Magika tak pantas untuk menerima perasaan Azzrafiq saat ini, Magika lebih pantas dicintai oleh lelaki yang benar-benar tulus menyayanginya, dan bukan lelaki seperti dirinya yang hanya mencari pelarian, juga lelaki yang telah memiliki kekasih. Dia tak pantas untuk Magika.
Azzrafiq menganalisa kembali perasaannya pada Magika, bagaimana jika ini benar-benar cinta dan bukan hanya pelarian semata?
"Please maafin aku Fiq." Bianca memohon seraya memegang tangan Azzrafiq.
Melihat perubahan emosi Bianca yang tampak stabil, Azzrafiq luluh dengan perkataan kekasihnya, entahlah meskipun hatinya tetap menolak tapi pikirannya berbeda, dia tak ingin memutuskan sesuatu hanya karena emosi sesaat.
Mungkin benar dia hanya merasa jenuh, dia mencoba lagi untuk menyalakan kembali hubungannya dengan Bianca
"Ya aku maafin kamu, tapi bukan berarti hubungan kita masih bisa seperti dulu, aku bakalan coba lagi menjalaninya." Tegas Azzrafiq.
Bianca dapat mengerti, mulai saat ini dirinya akan berubah menjadi lebih baik lagi, dan bertekad tak akan mengecewakan Azzrafiq untuk yang kesekian kalinya.
"Makasih By kamu udah kasih kesempatan untuk hubungan kita, aku janji gak akan kayak gitu lagi." Ucap Bianca seraya memeluk Azzrafiq.