Tidak ada gadis yang mau menikah dengan lelaki beristri, apalagi dalam keterpaksaan ibu tiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Arip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 Ijab kobul
Lani melihat tamparan itu, berusaha menenangkan sang mama." Mah, hentikan. Jangan lakukan itu lagi. Kasihan Kak Lilia."
Terlihat kebaikan Lani terpancar, walau bagaimana pun Lilia menyakiti Lani, anak yang hanya mengandalkan kursi roda itu tetap membela sang kakak.
"Lani, kamu ini gimana sih. Jelas jelas si Lilia ini jahat sama kamu, masih saja membela dia, mama tidak akan biarkan ya." Dera menarik tangan Lilia agar bangkit berdiri, menjewer telinganya. Hingga Lilia menjerit kesakitan.
"Mah, sudah hentikan. Kasihan Kak Lilia," bela Lani berusaha menghentikan aksi sang mama yang terus menjewer telinga Lilia.
"Biarkan saja, biar anak ini tidak terus keterlaluan sama kamu," balas Dera, kini memukul ****** Lilia hingga beberapa kali.
"Aduh sakit." Jeritan terus dilayangkan Lilia, ia nampak kesakitan sekali. Sampai dimana Gunawan datang menghentikan amarah istrinya.
"Mama. Stoppp."
Dera kini sadar, dihadapannya ada Gunawan.
Lilia mulai berlindung dibalik punggung sang papah. " Kamu ini kenapa sih?"
Dera mulai mengatakan semuanya, " aku melakukan semua ini, karena Lilia terus menerus membuat Lani menangis."
Lilia menundukkan pandangan, dimana Gunawan menatap ke arah Lilia.
"Apa benar, kamu sering membuat Lani menangis?" Pertanyaan sang papah, membuat Lani menggelangkan kepala dan berkata." Tidak papah, mana mungkin Lilia berbuat seperti itu pada Lani. Dia kan adik Lilia satu satunya."
Dera tak menyangka jika anak berumur sembilan tahun itu pandai bersilat lidah, bisa bisanya ia berbohong dan mengatakan semua bukan kesalahannya.
"Bohong, dasar anak nakal. kamu Lilia," hardik Dera, tanpak terlihat kesal dengan perkataan anak tirinya.
Gunawan mulai menanyakan pada inti permasalahanya, ia bertanya pada Lani." Lani coba kamu jawab dengan jujur, apa benar Lilia selalu membuat kamu menangis?"
Dera membisikan sebuah perkataan pada anak satu satunya itu, " Ayo Lani, berkata jujurlah. Kamu tak usah takut dengan Lilia. Ada mama di sini."
Menelan ludah, Lani bingung harus berkata apa." Lani ayo katakan sayang. Jika, Lilia membuat kesalahan, papah akan pastikan menghukum dia."
Lani tampak kebingungan sendiri ia menatap ke arah Lilia, terlihat raut wajah penuh ancaman. " Lani ayo nak katakan."
"Sebenarnya .... "
Suara ponsel berbunyi dimana, Daniel menelepon, Gunawan menghentikan obrolan anaknya.
"Halo Pak Daniel."
"Pak Gunawan anda di mana, saya sudah berada di gedung pernikahan. kenapa jam segini anda belum datang juga."
"Oh ya pak, saya akan segera sampai ke sana."
"Baiklah, saya tunggu. Jangan sampai anda biarkan saya menunggu lama, jika itu terjadi anda tidak mau kan perusahaan besar anda tenggelam dalam kebangkrutan."
"Baik, Pak Daniel. Pastinya saya tidak mau pak."
"Bagus kalau begitu, saya tunggu anda selama dua puluh menit lagi."
"Baik, baik pak. Saya akan segera datang ke sana."
Panggilan telepon itu kini dimatikan sebelah pihak, Gunawan tanpak cemas, ia mulai menyuruh semuanya sudah masuk ke dalam mobil.
"Lani, setelah pernikahan Kakakmu, kita nanti bahas masalah ini, sekarang waktunya kita berangkat ke gedung."
"Baik, pah."
Dera mulai mendorong kursi roda anaknya menuju ke dalam mobil, terlihat Lilia lebih dulu berjalan kaki menghindari tatapan Dera yang terlihat marah besar padanya.
*******
Di dalam mobil, Sarla berusaha menenangkan hatinya, karena rasa gelisah terus menekram hati dan pikirinya.
"Bagaimana aku bisa tenang, jika pada akhirnya seperti ini."
Mobil mulai melaju, di setiap perjalanan ia terus saja bersolawat, mencari jalan yang terbaik. Apa kah ini takdir atau mungkin ujian baru dalam kehidupan Sarla.
Setelah kematian sang ibunda yang mengenaskan. " Apa yang sedang kamu pikirkan, Sarla?" pertanyaan sang papah membuat Sarla hanya mengadu kedua tanganya beberapa kali.
"Kenapa papah bertanya lagi? Sudah jelaskan perkataan Sarla kemarin!" jawaban Sarla sangat mengecewakan sekali.
Pada akhirnya Gunawan tak bertanya lagi pada Sarla, ia takut jika ucapannya malah menyakitkan hati anaknya.
Mobil sudah sampai di gedung mewah yang di dekor begitu indah, bak istana untuk penyambutan tuan putri dan pangeran.
Dera semakin bahagia, hidupnya akan kembali gemelang dan bersinar. Setelah kemiskinan hampir melanda sang suami.
Sarla hanya menundukkan wajah, ketika kakinya terus berjalan melangkah pada anak tangga.
Daniel menunggu dengan tersenyum lebar, ia tersipu malu melihat begitu bersinarnya Sarla ketika datang kehadapannya.
Walau wajah tertutup cadar, Daniel bisa melihat kecantikan terpancar dari sorot mata Sarla.
Berusaha menahan diri, setiap langkah Sarla, membuat jantung Daniel berdetak tak karuan.
Memegang dada, berusaha tetap mengontrol rasa kagum, " kenapa aura kecantikannya begitu terpancar, padahal dia tertutup sekali. "
Bukan Daniel saja yang melihat Sarla kagum, tapi Varel, ia terpesona dan ingin memilikinya.
"Sarla tak salah aku jatuh cinta padamu. Kamu memang wanita yang berbeda dari yang lain. " Gumam hati Varel.
Kini acara ijab kabul sudah dimulai, karena Daniel tak ingin banyak mengulur waktu.
"Langsung saja ijab kabul."
Kedua mata membulat, Sarla tak menyangka jika akan secepat itu langsung pada ijab kobul, tak ada kata penyambutan.
"Lelaki beristri ini tidak sabaran apa?"
*******
Wulan masih menunggu kedatangan Varel, hingga pelayan hotel itu bertanya.
"Kapan uang tipsnya. Sudah satu jam ini tak ada juga."
Wulan mendengar suara pelayan hotel di rumahnya kini berdecak kesal," sabar napa. Bentar lagi supirku datang."
"Jangan bohong ya. Bu."
"Tenang, kamu ini nggak tahu ya, saya ini istri dari CEO Daniel pemilik perusahaan besar."
Perlayan itu, memajukkan bibirnya mendelik kesal. Karena dari tadi menunggu uang tips dari Wulan tak kunjung datang juga.
"Pembohongan."
"Tadi kamu bilang apa?"
Pelayan itu terdiam mengalihkan pembicaraan.
"Tidak saya tidak bilang apa apa. Hanya saja hari mulai berganti siang. Apa anda tidak lelah menunggu dari tadi."
"Jelas lelah lah. Dari tadi menunggu di sini, sekarang saya haus, apa kamu bisa belikan saya minuman tidak. Nanti saya ganti uangnya deh."
pelayan Hotel itu merasa dipermainkan oleh Wulan, karena dari tadi menunggu uang tips," Ya sudah cepat belikan saya minuman."
Dengan terpaksa pelayan Hotel itu kini menuruti perkataan Wulan, mencari minum untuk wanita yang berjanji akan memberikan uang tips yang begitu besar kepadanya.
"Dasar pelayan bodoh, mau saja aku kibulin." Gerutu hati Wulan.
Ia sudah merasa kelelahan menunggu jemputan dari asisten suaminya yang tak kunjung datang, rasa lelah lapar haus berusaha Wulan tahan.
Ia mencoba meraih bedak dalam tasnya, melihat pada cermin kecil, betapa berantakannya dirinya saat itu.
Wulan hampir lupa jika pada lehernya banyak tanda merah bekas gigitan Angga, " sialan Untung saja aku bercermin, bisa gawat jika Varel melihat keadaanku seperti ini."
Wulan mulai mencari sal dalam tasnya, lilitkan pada leher untuk menutupi bekas tanda merah.