Cinta memang tak memandang logika. Cinta tak memandang status. Suami yang ku cintai selama ini, tega menikah dengan wanita lain di belakang ku.
"Maafkan aku Ris! Tapi aku mencintainya. Dan sebenarnya, selama ini aku tak pernah mencintai kamu!"
"Jika memang kamu mencintai dia, maka aku akan ikhlas, Mas. Aku berharap, jika suatu saat hatimu sudah bisa mencintaiku. Maka aku harap, waktu itu tidak terlambat."
Risma harus menerima kenyataan pahit dalam rumah tangganya, saat mengetahui jika suaminya mencintai wanita lain, dan ternyata dia tak pernah ada di hati Pandu, Suaminya.
Akankah Pandu bisa mencintai Risma?
Dan apakah saat cinta itu tumbuh, Risma akan bisa menerima Pandu kembali? Dan hal besar apa yang selama ini Risma sembunyikan dari semua orang, termasuk Pandu?
Simak yuk kisahnya hanya di Novel ini.
JANGAN LUPA TEKAN FAV, LIKE, KOMEN DAN VOTENYA... KARENA ITU SANGAT BERHARGA BUAT AUTHOR🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Abai
"Lalu?" Hanya kata itu yang keluar dari mulut Abas.
"Aku memilih tak perduli, memilih mengabaikan panggilan mas Pandu dan membiarkannya melakukan apapun yang dia mau. Dan dia memilih pergi membawa perempuan itu. Di hadapan aku, istrinya!
Miris bukan?
Menyedihkan sekali nasibku?" sahut Risma datar dengan tatapan kosong menatap sekitar.
"Keterlaluan! Kurang ajar sekali dia!
Aku harus bertemu dengan laki laki itu, dia harus di beri pelajaran, agar bisa menghargai kamu, Ris!"
Abas murka, suaranya yang meninggi langsung mengundang perhatian pengunjung cafe.
"Sudahlah, itu tidak perlu, karena akan menimbulkan masalah baru. Aku sudah siap menghadapi hal yang lebih berat dari sebelumnya.
Dan aku juga sudah tau bagaimana menghadapi Mas Pandu setelah ini, dengan caraku.
Mereka harus tau seperti apa rasanya sakit diabaikan." Risma menanggapi kemarahan Pandu dengan pikiran dingin dan tenang, jiwanya sudah benar benar dia siapkan untuk lebih kuat lagi. Mungkin bila itu terjadi pada perempuan lain, pasti akan memilih mengakhiri atau menjerit dan ngamuk karena tidak terima.
"Tapi aku sakit, Ris. Jujur aku tidak terima, Pandu memperlakukan kamu seperti ini. Dia itu aparat negara, kamu bisa melaporkan dia, agar dia menerima sanksi. Laki laki kayak begitu harus diberi pelajaran. Argh aku gak habis pikir denganmu, kenapa kamu memilih diam dan membiarkannya." Abas benar benar kesal dengan keputusan yang diambil Risma yang menurutnya tidak tegas dan terkesan pasrah.
"Mungkin aku terlihat lemah dan pasrah dengan penghianatan mereka, tapi justru aku tau, apa yang akan lakukan, membalas sakit harus dengan sakit yang sama. Aku tidak mau membuang tenagaku untuk melawan mereka, cukup gunakan logika untuk hidup lebih bermakna.
Aku ingin sembuh, Mas. Aku ingin bisa menemani anak-anak tumbuh dewasa. Bantu aku dalam penyembuhan saja, urusan Mas Pandu, biar aku yang menyelesaikan nya dengan caraku sendiri."
Risma berusaha untuk memberi pengertian pada sahabatnya sekaligus dokter yang membantu kesembuhannya.
"Baiklah, aku percaya sama kamu.
Tapi jangan pernah lupa, jadwal kamu berobat, setiap tiga hari sekali datanglah ke rumah sakit."
Dokter Abas menatap sendu wanita yang duduk menyender di hadapannya.
"Sudah hampir magrib, aku akan pulang.
Terimakasih, Mas. Terimakasih untuk waktunya." sahut Risma lirih dan mulai mengatur nafasnya,
lalu beranjak dari tempat duduknya, yang di ikuti Abas dibelakangnya.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Sedangkan Pandu sudah sampai dirumah duluan.
Dan tidak menemukan keberadaan istrinya itu.
Pandu semakin gelisah dan mengutuk dirinya sendiri. Perasaan cemas membuatnya kalut.
"Mbak, ibu belum pulang?" sapa Pandu pada mbak Romlah yang sedang menyiapkan menu makan malam di dapur.
"Belum, Pak! Tapi biasanya jam empat sudah sampai dirumah. Mungkin mampir ke Cokro buat beli pesenan nya mbak Cinta." Sahut Romlah yang menjawab jujur dan membuat pandu dilanda resah.
melangkah gontai menemui anak anaknya yang sedang asik menonton acara kartun kesayangan nya.
"Hore papa sudah pulang." teriak Galang yang melihat kedatangan Pandu.
"Halo jagoan papa!
Halo bidadari kecil papa!"
Pandu menyapa anak anaknya untuk menepis rasa perih dihatinya dan ingin melupakan kecemasannya pada Risma yang tak kunjung pulang.
Pandu memilih bercengkrama dengan kedua anaknya dan tak lama kemudian terdengar suara Risma mengucap salam, yang langsung membuat Pandu lega.
Risma berjalan masuk ke dalam rumah dan langsung menemui anak anaknya kali memberikan roti yang tadi dibelinya.
"Ini sayang roti yang tadi mbak Cinta pesan." Risma menyodorkan paper bag berisi roti Cokro dengan beraneka rasa kesukaan kedua anaknya.
Dan disambut senang oleh keduanya yang langsung berlari ke arah Risma dan bergantian mencium punggung tangan Risma.
"Gak boleh berebut ya. Mama mau mandi dulu."
Setelah itu Risma langsung memilih pergi dan berniat membersihkan tubuhnya yang sudah terasa lengket karena keringat. Tanpa menoleh dan menyapa Pandu sama sekali. Seolah tidak melihat keberadaan laki laki yang terus menatapnya.
Risma mengguyur tubuhnya dengan air hangat, air matanya kembali bercucuran seiring air dari shower yang terus mengalir membasahi tubuhnya.
Risma ingin mengeluarkan semua sesaknya, menangis dibawah guyuran air dari shower.
Cukup lama menghabiskan waktunya di kamar mandi, membuat Pandu cemas dan ingin menyusulnya, tapi takut dan memilih menunggu Risma keluar dari kamar mandi di kamarnya.
Setelah hampir tiga puluh menit, akhirnya Risma keluar dari kamar mandi dengan rambutnya yang basah, membuat pandu kesulitan bernafas saat melihat penampilan Risma yang tak biasa.
Risma keluar dari kamar mandi dengan menggunakan lingerie warna merah memperlihatkan tubuh indahnya begitu jelas dengan kulit yang begitu mulus seputih pualam.
Pandu menelan ludahnya berulangkali, mati matian menahan gejolak yang tiba tiba muncul mengoyak jiwa kelakian nya.
Risma menyadari jika Pandu tengah menatapnya, namun lebih memilih mengabaikannya.
Pandu gusar dengan sikap istrinya yang berubah seratus persen pada dirinya.
"Ma, aku ingin kita bicara!" Ucap Pandu pada akhirnya, setelah berhasil mengontrol dirinya.
Risma bergeming, tanpa mau menoleh dan menyahut ucapan Pandu. Tetap diam dan fokus mengenakan lotion ke seluruh tubuhnya. Lalu meneruskan dengan memakai krim wajahnya, yang bahkan hampir tidak pernah dia pake.
"Ma, kamu dengar aku bicarakan?" sambung pandu dengan suara sedikit meninggi.
Risma menoleh tanpa ekspresi, dingin dan kaku.
"Apa yang ingin kamu bicarakan, Pa?
Mau membahas hubunganmu dengan wanita itu.
Lebih baik simpan penjelasan mu itu, karena aku tidak ingin mendengarnya. Aku capek dan ingin tidur." sahut Risma dengan nada ketus. Lalu berjalan menuju tempat tidur dan mulai merebahkan dirinya.
Pandu mengusap wajahnya kasar, menarik nafasnya berulangkali. Bingung harus bagaimana membuat Risma mau mendengar penjelasannya.
"Ma, sudahlah jangan bersikap seperti ini! Jangan seperti anak kecil begini. Kita harus bicara dan selesaikan masalah ini.
Agar semua kembali baik baik saja." Pandu terus bicara untuk membuat Risma mau merespon ucapannya.
Risma membuka matanya dan menatap dalam pada laki laki yang sudah duduk tak jauh dari tempatnya.
"Seperti anak kecil katamu? Lalu kamu seperti apa, Pa?
Dan apakah semua akan baik baik saja setelah kamu memutuskan memasukkan wanita lain dalam rumah tangga kita?
Bahkan ketika kamu memutuskan meninggalkan wanita itu, kita tetap tidak lagi bisa baik baik saja.
Jadi diam lah, dan jangan pernah paksa aku untuk mengerti kekakuan kamu itu."
Risma kembali memejamkan matanya dan menutup tubuhnya dengan selimut.
Tak ingin menghabiskan tenaga untuk berdebat dengan Pandu yang Risma tau, itu tidak akan pernah menemukan solusi selain dia harus dipaksa menerima. Jadi lebih baik menyelamatkan hatinya dengan tidak membahas sesuatu yang bisa membuatnya semakin terpuruk.