Kedatangannya di kota lain dengan niat ingin memberi kejutan pada suaminya yang berulang tahun, namun justru dialah yang mendapat kejutan.
Semuanya berubah setelah ia melihat langsung dengan mata kepalanya sendiri, suami yang sangat di cintainya menggendong anak kecil dan dan merangkul seorang wanita di sampingnya.
"Siapa wanita itu Mas!" Bentak Anastasya.
"Dia juga istriku." Jawab Damian.
Deg!
Anastasya tersentak kaget, tubuhnya lunglai tak bertenaga hampir saja jatuh di lantai.
"Istri?" Anastasya mengernyitkan keningnya tak percaya.
Hatinya hancur seketika tak bersisa, rasanya sakit dan perih bagai di sayat pisau tajam. Suami yang selama ini dia cintai ternyata memiliki istri di kota lain.
Bagaimana nasib rumah tangganya yang akan datang? Apakah ia mampu mempertahankannya ataukah ia harus melepaskan semuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Herazhafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Restoran
"Maaf Tuan Damian bukannya Anastasya adalah istri Tuan?" Tanya Austin, ia menyunggingkan senyum tipis mengejek di bibirnya.
"Dia Isti pertama ku dan Kanaya istri keduaku." Jelas Damian.
"Ooo.." Austin menatap Kanaya kembali.
Entah kenapa tatapan mata Austin seolah menyihir Kanaya. Ia sangat memuja ketampan pria yang ada di depannya. Menurutnya Austin jauh lebih menawan di bandingkan Damian.
"Bagaimana kabar Anastasya? semenjak keluar dari rumah sakit, kami nggak pernah lagi bertemu." Selidik Austin melihat wajah keduanya secara bergantian.
Damian melirik Kanaya, "Anastasya sudah meninggal." Lirih Damian.
"Meninggal? apa anda yakin?" Tanya Austin pura-pura kaget. Ia tahu apa yang anak buahnya lakukan saat itu. Bahkan ide untuk menukar mayat itu adalah idenya.
"Ia Tuan, kami menemukannya di jurang dengan tubuh yang hampir tidak bisa dikenali." Jawab Damian.
"Apa menurut Anda ini kasus pembunuhan?" Tanya Austin.
"Iya, ini memang kasus pembunuhan." Jawab Damian.
"Apa Anda sudah menemukan pembunuhnya?" Austin mengalihkan pandangannya pada Kanaya. Kanaya langsung tersedak karena sementara minum jus stroberi, wajahnya langsung pucat dan gugup, "Pelan-pelan Nyonya Kanaya." Ujar Austin tersenyum.
"Belum, polisi kesusahan mencarinya karena mereka tidak meninggalkan bukti selain cctv saat di mall." Jelas Damian.
"Bagaimana jika saya bilang Anastasya masih hidup, apa anda akan percaya?" Tanya Austin dengan tenang.
Damian menarik napas dengan berat, "Tidak mungkin." Jawabnya.
"Bisa saja kan nyonya Kanaya." Austin beralih.
"I..ia, Eh.. nggak, nggak mungkin." Gugup Kanaya.
"Baiklah, saya masih ada urusan, silahkan menikmati. Nyonya Kanaya senang bertemu dengan Anda." Austin berdiri meninggalkan mereka kemudian kembali masuk ke dalam private room.
Anastasya menatap Austin seolah meminta penjelasan.
Austin langsung duduk kemudian memberikan piringnya ke Anastasya.
"Apa yang kalian bicarakan?" Tanya Anastasya sambil mengisi piring Austin.
"Makanlah! aku akan mengatakan setelah kamu makan." Ujar Austin sambil menikmati makanannya.
Dodi dan Jack hanya diam melihat keduanya.
"Aku ingin tau sekarang." Melas Anastasya.
"Nggak! habiskan dulu makanan mu." Bentak Austin.
Anastasya langsung diam, ia mengerucutkan bibirnya sambil mengambil makanan di piringnya.
"Lo ngerasa nggak sih kita di sini seperti bayangan. Mereka sama sekali tidak menyadari keberadaan kita." Bisik Jack ke telinga Dodi.
"Lo benar, gw juga ngerasa seperti itu, sepertinya kita harus segera makan dan meninggalkan mereka berdua." Bisik Dodi kembali.
"Berhenti berbisik, cepat habiskan makanan kalian." Bentak Austin.
"Hehehe... sorry bos!" Dodi dan Jack melanjutkan makannya.
Mereka pun menikmati makanan tanpa ada yang berbicara karena takut Austin akan membentaknya kembali.
"Bos, kami menunggu diluar." Ujar Jack setelah makanannya habis.
"Kenapa kalian keluar?" Tanya Anastasya.
"Mau merokok Tasya! habis makan paling enak menikmati rokok agar pikiran lebih jernih." Jawab Dodi menyindir Austin. Menurutnya pikiran Austin sekarang ini lagi kacau, pasti gara-gara bertemu dengan Damian tadi.
Setelah kepergian Dodi dan Jack, Austin meletakkan ponsel diatas meja makan. Ia memutar rekaman percakapannya dengan Damian tanpa harus berbicara panjang lebar dengan Anastasya.
Biarlah Anastasya yang menilainya sendiri, bagaimana bahagianya Damian dan Kanaya sekarang.
Air mata Anastasya menetes tak tertahankan mendengar pengakuan Damian. Dia merasa dirinya memang seharusnya tidak kembali.
"Hikss, hikss, kenapa aku tidak bisa menerima semuanya? hati ku sangat sakit." Anastasya menunduk menangis tersedu-sedu.
Ini yang selalu Austin hindari, ia tidak bisa melihat Anastasya menangis di depannya.
"Jangan menangis! kamu masih punya pilihan, pertama kamu kembali bersamaku ke Jerman dan lupakan semuanya, biarkan mereka mengira kamu sudah meninggal. Kedua kamu kembali bersama mereka dan hidup tersiksa. Aku tidak pernah memaksamu untuk memilih, sekarang terserah kamu, keputusan di tangan kamu." Ujar Austin.
Anastasya tetap menangis, "Aku ingin berpikir sejenak, boleh aku menginap di apartemen kamu? Aku janji besok aku akan pergi." Lirih Anastasya terisak.
"Kamu boleh tinggal di apartemenku kapan saja kamu mau. Sekarang hapus air matamu, kamu sangat jelek jika menangis seperti ini." Austin mengambil tissue kemudian menghapus air mata Anastasya.
"Makasih." Anastasya memeluk Austin hingga air matanya kembali menetes.
"Sudah, ayo kita pergi! Dodi dan Jack sudah terlalu lama menunggu kita." Damian mengelus puncak kepala Anastasya.
Mereka keluar dari restoran kemudian menuju parkiran, Austin yakin Dodi sudah membayar makanan mereka. Didalam mobil sudah ada Jack dan Dodi menunggu mereka.
"Antar gw ke apartemen." Ujar Austin setelah duduk bersama Anastasya di kursi belakang.
"Apartemen?" Tanya Dodi, keningnya saling bertautan melirik Jack.
"Jangan berpikiran macam-macam." Kesal Austin.
Austin sangat tau apa yang ada di kepala Jack dan Dodi. Apalagi Jack yang memang seorang pemain wanita. Pikirannya sudah melayang melalang buana.
"Jack!" Kesal Austin.
"Tidak bos! pikiranku hanya fokus melihat jalanan." Elak Jack.
"Apa yang kalian pikirkan?" Tanya Anastasya.
"Tidak ada." serentak keduanya geleng-geleng kepala.
'Gw sangat yakin pasti bakalan terjadi sesuatu di apartemen, hehehe, selamat menahan bos!' Batin Jack.
'Gw harap Lo nggak lakuin kesalahan bos!' Batin Dodi.
Setelah beberapa menit mereka sampai di apartemen.
Damian dan Anastasya turun di lobby kemudian menyuruh Jack dan Dodi pergi.
"Kopernya nggak mau di bawain bos?" Tawar Dodi.
"Nggak usah, cuma koper kecil." Tolak Austin.
Mereka langsung masuk ke dalam lift sambil menarik koper kemudian naik menuju lantai 20.
"Masuklah!" Austin membuka pintu apartemennya setelah memasukkan passwordnya.
Anastasya melangkah masuk bersama Austin, ia melihat hanya ada satu kamar sama seperti apartemen yang ia tempati di Jerman.
"Hanya satu kamar?" Tanya Anastasya.
"Ia kenapa?" Tanya Austin.
Anastasya menggeleng, "Nggak apa-apa."
"Tenang aja, aku akan tidur di sofa, kamu tidur di dalam kamar aja. Jangan lupa kunci pintunya, nanti ada setan yang masuk." Canda Austin.
"Emangnya di sini ada setannya?" Tanya Anastasya mulai mendekati Austin.
"Ada, kalo malam biasanya suka mencari mangsa. Apalagi kalo mangsanya cewek, paling seneng tuh setannya." Jahil Austin.
"Ihh, jangan ngomong seperti itu aku takut..!" Anastasya bergidik ngeri, bulu kuduknya mulai berdiri, ia memegang tengkuknya kemudian memeluk lengan Austin.
"Pergilah ke kamarku. Aku juga ingin tidur di sini." Ujar Austin.
"Kamu tidur di sini?" Tanya Anastasya.
"Ia tentu saja. Nggak mungkinkan kita tidur di kamar yang sama." Austin berusaha melepaskan cengkraman tangan Anastasya.
"Tapi aku takut?" Lirih Anastasya.
"Nggak apa-apa, aku cuma becanda. Mana mungkin ada setan' di apartemen ini. Kecuali...."
"Kecuali apa?" Anastasya mengedarkan pandangannya mengikuti pandangan Austin,
"Kecuali setannya adalah aku, Hahaha."
Austin tertawa puas, ia berhasil membuat Anastasya ketakutan, ia berkali-kali memegang perutnya yang sudah menegang karena terlalu banyak tertawa.
Anastasya memukul lengannya cukup keras.
"Awww... kamu kalo mukul sakit juga." Austin mengelus lengannya.
"Makanya jangan suka jahilin orang." Kesal Anastasya kemudahan berjalan menuju kamar. Anastasya menutup jendela apartemen karena hujan deras di luar sana.
Setelah menutup jendela ia ke kamar mandi membersihkan diri lalu mengganti pakaiannya.
Anastasya berbaring di tempat tidur kemudian menarik selimut hingga kepala. Ia sangat takut mendengar suara guntur yang di sertai kilat yang begitu nyaring di telinga.
Tiba-tiba saja lampu padam, Anastasya semakin panik, ia mencoba meraba-raba tasnya kemudian mencari ponsel, namun ponselnya juga mati belum di cas.
"Tok.. tok.. tok.."
Austin mengetuk pintu pelan, ia ingin memastikan Anastasya sudah tidur atau belum.
"Austin tolong aku, aku takut...!" Teriak Anastasya di balik selimut.
"Buka pintunya Sya." Teriak Austin.
Anastasya bangun kemudian berjalan dengan tangan di depan agar tidak menabrak sesuatu. Ia membuka kunci kamar kemudian langsung memeluk Austin.
"Aku takut." Ujar Anastasya.
"Tidurlah, aku akan menjagamu di sini." Ujar Austin memegang ponselnya sebagai senter.
Austin membaringkan Anastasya kemudian dia duduk di sofa menunggu lampu menyala.
Sambil menunggu Listrik menyala Austin menghubungi pengelola apartemen. Ternyata memang listrik padam dari PLN dan genset di apartemen juga lagi rusak dan masih dalam perbaikan.
Tidak lama kemudian, ponselnya juga mati karena kehabisan baterai
.
.
.
Bersambung....
Sahabat Author yang baik ❤️
Jika kalian suka dengan cerita ini, Jangan lupa, Like, Komen, Hadiah, Dukungan dan Votenya ya! 🙏🙏🙏
tendang aja burungnya biar ga BS terbang sekalian . gedeegggggg bgt.
ga mgkn hamil juga lah. kayaknya si Damian mandul. tp ditipu SM Mak Lampir.
gunakan hp, minta tolong Austin kek, atau minta tolong Tirta kek. gedeghhggg