Menikah dengan wanita yang jelek membuat Gilang enggan untuk menyentuh istrinya, sikap Gilang yang keterlaluan membuat Nindi istrinya merubah penampilannya dan bekerja sebagai sekertaris Gilang sendiri.
Apakah Gilang nanti akan tau penyamaran sang istri? ikuti terus ceritanya yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon el Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Resign
Gilang menatap papanya dengan lekat, terbesit rasa benci di matanya.
Apa hak nya melarang hubungannya dengan Nindi toh selama ini dia juga tidak perduli dengan dia dan juga mamanya.
Papa Gilang mendekat, lalu duduk di sofa bergabung dengan mereka yang ada di sana.
"Papa sudah menyiapkan istri buat kamu Gilang," kata papa
"Nggak, Gilang sudah menikah dengan Nindi jadi urungkan niat papa untuk menjodohkan Gilang dengan wanita lain," sahut Gilang kesal.
Sedangkan Nindi hanya diam, dia merasa sakit hati dengan papa Gilang yang tidak merestui hubungannya dengan Gilang.
Gilang menggenggam tangan Nindi dengan erat dia mencoba menenangkan Nindi dengan genggaman tangannya.
Papa Gilang marah mendengar penolakan dari anaknya, "Kalau kamu tidak mau memenuhi keinginan papa maka kamu akan papa hapus dari daftar pewaris papa, Gilang!" ancam papa Gilang
Mendengar ancaman papanya tidak membuat Gilang takut malah membuat Gilang tertawa keras
"Gilang sama sekali tidak menginginkan harta papa karena Gilang sudah bahagia dengan pencapaian Gilang lagipula ada Celo dan Alex yang selalu menurut dan selalu berada di ketiak papa, berikan saja pada mereka, anak tiri yang selalu papa sayang dan sanjung sedangkan anak sendiri papa sia-siakan," sahut Gilang.
"Gilang! berani kamu!" bentak papa Gilang.
"Gilang tidak ingin berani dan durhaka pada papa tapi papa yang keterlaluan, Gilang tidak pernah menuntut apa-apa pada papa, lalu kenapa papa memaksakan kehendak pada Gilang," sahut Gilang tak terima.
Karena tidak ingin berdebat lebih lama Gilang pamit pada mamanya, dia akan datang lagi besok.
Mama Gilang nampak bersedih karena perseteruan anak dan suaminya tersebut.
Nindi juga pamit, dia juga pamit pada papa Gilang meski papa Gilang tidak menyukainya.
Setalah kepergian Gilang dan Nindi, mama Gilang marah papa Gilang.
"Mau kamu tu apa sih mas, datang-datang ambil keputusan sendiri. Gilang itu sudah besar dia lebih tau mana yang terbaik untuknya jadi aku mohon mengertilah," kata mama Gilang lalu pergi ke kamarnya.
Papa Gilang nampak kesal karena dia gagal menjodohkan Gilang dengan anak temanya yang merupakan anak dari pengusaha minyak.
Karena tidak ada yang dia lakukan papa Gilang pulang ke rumahnya.
Sepanjang perjalanan pulang Nindi hanya terdiam, hatinya rasa nano-nano bingung apa yang harus dia lakukan.
Dia tidak ingin Gilang durhaka pada papanya tapi dia juga tidak bisa pisah dengan Gilang apalagi Gilang sudah unboxing dirinya.
Gilang berkali-kali menoleh ke arah Nindi, "Sayang, jangan diambil hati ya," kata Gilang
Nindi tersenyum, "Nggak kok mas," sahut Nindi yang membuat Gilang lega.
Gilang menggenggam tangan Nindi dengan erat lalu berkali-kali mencium tangan Nindi.
"Aku mohon bertahanlah dengan ujian rumah tangga kita," pinta Gilang
"Iya mas," sahut Nindi lalu memeluk suaminya yang menyetir.
"Aku bisa gila bila pisah dengan kamu sayang," kata Gilang
"Aku juga mas," sahut Nindi
Tak berselang lama Nindi dan Gilang telah sampai di apartemennya, seperti biasa Gilang dan Nindi melangsungkan gulat mereka sebelum tidur untuk merangkai mimpi.
Keesokan harinya Gilang berangkat dengan Nindi, dia nampak menggandeng tangan Nindi, semua pegawai menatap Gilang dan juga Nindi, mereka menganggap Rara sebagai pelakor karena mereka tidak tau kalau sebenarnya Rara adalah Nindi.
Setalah di ruangannya Nindi segera mengerjakan pekerjannya, dia ingin segera menyelesaikan semua dan resign.
Gilang yang menatap Rara sangat serius mengerjakan tugasnya pun mendekat.
Seperti yang dilakukan sebelumnya dia langsung saja memeluk dan mencium istrinya tersebut.
"Mas Gilang, udah dong," pinta Nindi
Gilang terkekeh lalu melepaskan istrinya dengan muka kesalnya.
**********
Hari telah berlalu, kini Nindi sudah resign dari pekerjaannya, entah kebetulan yang di sengaja atau tidak ada seorang wanita yang melamar pekerjaan sebagai sekertaris menggantikan Nindi awalnya Gilang enggan menerima wanita tesebut namun wanita tersebut meyakinkan Gilang kalau dia bisa diandalkan dan dia juga membujuk Gilang kalau dia sangat membutuhkan pekerjaan.
Akhirnya mau nggak mau Gilang dan Veri menerima wanita tersebut.
Hari berjalan seperti biasa, Gilang yang semakin bucin level 10 pada istrinya, apa yang Nindi mau pasti Gilang menuruti semuanya.
Siang ini rencananya Nindi akan mengantarkan makan siang untuk Gilang, sedari tadi pagi Nindi berkutat di dapur memasak makanan kesukaan Gilang.
"Pasti mas Gilang suka," gumam Nindi lalu menata makanan di kotak makanan.
Nindi berdandan secantik mungkin supaya suaminya terpesona dengan dirinya.
Satu jam berkutat di meja rias kini selesai juga, setelah memesan taxi online Nindi menuju kantor.
Saat dia membuka pintu betapa kagetnya Nindi melihat Gilang dan seorang wanita duduk berdua sambil tertawa lepas.
Meskipun mungkin itu candaan biasa tapi hatinya cukup sakit melihat suaminya duduk dengan wanita lain dan tertawa lepas.
Dengan senyuman yang sedikit dipaksakan Nindi masuk lalu menaruh kotak makananya.
"Duh asiknya sampai istri datang tidak sadar," kata Nindi berjalan mendekati Gilang.
Nindi yang datang secara tiba-tiba membuat Gilang beranjak dan mendekati istrinya yang sudah berdiri di belakang sofa sambil menumpukan tangannya di atas sandaran sofa.
"Aku bawakan makan siang untuk kamu mas, makan dulu ya," kata Nindi dengan menatap wanita yang bersama suaminya dengan lekat.
Tatapan Nindi menggambarkan kalau dirinya tidak suka jika ada wanita lain yang dekat dengan suaminya.
"Ayo kita makan berdua sayang," kata Gilang
Sekretaris Gilang yang tak lain bernama Nita tersebut pamit untuk keluar makan siang, dan kini Nindi menikmati makan siangnya bersama Gilang.
Nindi nampak tak biasa, dia makan hanya beberapa sendok saja lalu beranjak mengambil tasnya.
"Dia pasti sekertaris kamu ya mas," kata Nindi sebelum pamit.
"Iya," jawab Gilang.
"Kamu yakin mas meletakkan ruang kerjanya di ruangan kamu?" tanya Nindi penuh penekanan.
"Iya sayang, besok aku pindah ruangannya," jawab Gilang tak enak.
Sebenarnya Gilang sudah membuatkan tempat untuk Nita, namun dia belum memindahkan meja kerjanya.
"Ya sudah aku pulang dulu," pamit Nindi
Gilang yang tau kalau ada yang tidak beres dengan istrinya mencoba menjelaskan dan meminta maaf, dia janji akan jaga jarak dengan Nita sekretarisnya.
"Dulu kamu cinta dengan Rara juga karena bertemu setiap hari, untungnya Rara adalah aku yang menyamar coba kalau itu orang lain. Dan kini ada Nita menjadi sekertaris kamu dan kamu membiarkan dia satu ruangan dengan kamu, ingat mas cinta itu datang dari terbiasa," jelas Nindi.
"Aku sudah memperingatkan jika lain kali sekali saja kamu nyakitin aku dengan berbuat serong dengan wanita lain, seketika itu juga aku akan pergi," ancam Nindi lalu pergi meninggalkan Gilang yang mematung menatap kepergian istrinya.
Apa yang dikatakan Nindi memang benar adanya, cinta itu berawal dari terbiasa, awalnya hanya saling tegur sapa lalu saling bercanda dan bercerita lalu nyaman, nyaman inilah tahap cinta mulai tumbuh.
Nindi mengusap air matanya, dia merasa kecewa pada Gilang kenapa dari hal sekecil itu Gilang tidak paham.