Karenina, gadis cantik yang periang dan supel. Dia hidup sebatang kara setelah kehilangan seluruh keluarganya saat musibah tsunami Aceh. Setelah berpindah dari satu rumah singgah ke rumah singgah lainnya. Karenina diboyong ke Bandung dan kemudian tinggal di panti asuhan.
Setelah dewasa, dia memutuskan keluar dan hidup mandiri, bekerja sebagai perawat khusus home care. Dia membantu pasien yang mengalami kelumpuhan atau penderita stroke dengan kemampuan terapinya.
Abimanyu, pria berusia 28 tahun yang memiliki temperamen keras. Dia memiliki masa lalu kelam, dikhianati oleh orang yang begitu dicintainya.
Demi membangkitkan semangat Abimanyu yang terpuruk akibat kecelakaan dan kelumpuhan yang dialaminya. Keluarganya menyewa tenaga Karenina sebagai perawat sekaligus therapist Abimanyu.
Sanggupkah Karenina menjalankan tugasnya di tengah perangai Abimanyu yang menyebalkan? Apakah akan ada kisah cinta perawat dengan pasien?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Miliki Aku
Nadia bersimpuh di depan Ratih, ibunya. Di sisa-sisa hari menjelang pernikahannya dengan Dika, dia memohon pada sang ibu untuk membatalkan pernikahan. Semakin mendekati hari H, semakin berat hatinya untuk menikah. Perangai buruk Dika dan rasa cintanya pada Juna yang mendorongnya melakukan ini.
Ratih duduk di sisi ranjang, memandangi anak gadisnya dengan wajah tanpa ekspresi. Nadia terus memohon dengan berderai airmata. Berharap hati Ratih luluh dan membebaskannya dari pernikahan.
“Ibu aku mohon, batalkan pernikahan ini. Aku ngga mau menikah dengan Dika.”
“Kita punya hutang budi pada keluarganya apa kamu lupa itu?”
“Aku akan membayar semua biaya yang sudah dikeluarkan orang tua Dika untuk menyekolahkanku. Aku akan meminjam pada mas Juna atau Abi untuk melunasinya bu. Tapi aku mohon, jangan nikahkan aku dengan Dika.”
“Oh jadi Juna dan Abi yang sudah meracuni otakmu?”
“Ngga bu. Ini murni keinginanku, aku tidak mau menikah dengan Dika. Ibu tahu sendiri bagaimana kelakuan Dika.”
Dua hari yang lalu saat Nadia dan Ratih berbelanja untuk seserahan, mereka melihat Dika berjalan dengan seorang perempuan. Bahkan mereka melihat Dika memasuki hotel bersama perempuan itu. Tangan Dika tak henti memeluk mesra pinggangnya. Nadia merasa ini adalah peluang untuk menggagalkan pernikahan. Namun perkiraannya salah, Ratih bergeming.
“Kita ngga punya pilihan Nadia. Kamu tetap harus menikah dengan Dika. Bagaimana pun perilakunya.”
“Ngga bu, aku ngga mau. Aku akan bilang pada bapak. Bapak pasti tidak akan setuju kalau tahu calon menantunya adalah laki-laki brengsek.”
“Apa kamu mau membunuh suamiku?”
Nadia terkejut mendengar ucapan Ratih. Bukan hanya nada suaranya yang penuh penekanan, namun sorot matanya penuh dengan amarah dan kebencian.
“Ibu...”
“Apa tidak cukup kamu membunuh janinku!!! Sekarang kamu juga ingin membunuh suamiku! Kamu tahu kalau bapakmu menderita penyakit jantung, bagaimana kalau dia sampai terkena serangan jantung begitu mendengar tentang Dika, bagaimana??!! Aku masih bisa diam dan bersabar saat kehilangan janinku karena ulahmu. Tapi aku tidak rela kalau harus kehilangan suamiku. Kamu harus menikah dengan Dika, camkan itu!!!”
Ratih bangun dari duduknya kemudian berlalu dari hadapan Nadia. Gadis itu hanya tergugu di tempatnya. Setelah 18 tahun tak mendengar ucapan itu lagi, kini kata-kata tersebut kembali terngiang di telinga Nadia. Gadis itu selalu menjadi sasaran kemarahan dan kebencian ibu tirinya yang harus kehilangan calon bayinya 18 tahun yang lalu.
Nadia menghapus airmatanya dengan kasar. Kemudian dia bangun, diambilnya tas dari atas nakas kemudian keluar dari kamarnya. Hari sudah gelap ketika Nadia keluar dari rumahnya. Dia menyetop tukang ojeg pangkalan yang melintas di depan rumahnya.
“Ke kantor Blue Sky ya pak.”
Tukang ojek itu hanya mengangguk kemudian segera menjalankan kendaraan roda duanya.
☘️☘️☘️
Juna berdiri di depan jendela besar di ruang kerjanya. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, namun pria itu masih enggan untuk pulang. Matanya menatap ke arah kelap-kelip lampu di luar sana. Nyatanya, suasana hatinya saat ini tak seindah pemandangan kota Bandung di malam hari.
Terhitung hari ini Nadia sudah mengajukan cuti untuk pernikahannya. Siang tadi Kevin mengantarkan undangan pernikahan Nadia yang akan diselenggarakan tiga hari kemudian. Terdengar helaan nafas berat Juna berkali-kali. Sekuat apapun dia meyakinkan dirinya, tetap saja rasanya tak rela melepas wanita yang begitu dicintainya ke dalam pelukan lelaki lain. Lelaki brengsek seperti Dika.
BRAK!!
Juna membalikkan badannya ketika mendengar pintu ruangannya terbuka dengan kasar disusul dengan bunyi dentuman saat pintu kembali tertutup. Dia terkejut melihat Nadia mendatanginya saat ini.
“Mas..”
Nadia menghambur ke arah Juna lalu memeluknya erat. Tangis Nadia pecah dalam pelukan lelaki yang sangat dicintanya itu. Juna mengurai pelukannya, lalu memberi jarak pada mereka berdua. Dia menangkup wajah Nadia dengan kedua tangannya.
“Kamu kenapa?”
“Mas.. aku ngga tahan lagi. Aku..”
Nadia tak bisa melanjutkan perkataannya, dia kembali tersedu. Suara ketukan di pintu, membuat Juna urung mengajak Nadia duduk.
“Kamu masuk ke kamar dulu.”
Nadia masuk ke kamar yang ada di ruangan Juna. Tak lama Nadia masuk ke kamar, Kevin muncul dengan membawa beberapa berkas. Dia menyerahkan berkas itu pada Kevin.
“Ini bahan buat rapat besok.”
“Makasih Vin.”
“Kamu belum pulang?”
“Kamu duluan aja.”
“Ok.”
Kevin membalikkan tubuhnya kemudian keluar dari ruangan. Juna menaruh berkas di tangannya ke meja kerjanya. Kemudian dia masuk ke kamar. Nampak Nadia sedang duduk di sisi ranjang, tangisnya masih belum berhenti. Juna duduk di sampingnya. Nadia langsung menjatuhkan kepalanya di bahu Juna.
“Kamu kenapa?” Juna membelai lembut rambut panjang Nadia.
“Ibu mas.. ibu kembali mengungkit soal anaknya yang meninggal dalam kandungan. Aku ngga ngerti kenapa ibu selalu menyalahkanku. Bukan salahku ibu mengalami kecelakaan, tapi kenapa ibu selalu saja bilang aku yang sudah membunuh calon anaknya.”
Nadia kembali menangis dalam dekapan Juna. Hati Nadia benar-benar kacau. Saat dirinya tengah ketakutan menghadapi pernikahan yang akan terjadi dalam hitungan hari. Ratih kembali mengungkit masa lalu yang tidak mengenakkan bagi gadis itu. Juna tak berkomentar apapun. Dia membiarkan Nadia menumpahkan segala kesedihannya dulu.
Setelah beberapa saat tangis Nadia mereda. Dia melepaskan diri dari pelukan Juna kemudian menatap dalam pria di hadapannya. Juna menghapus sisa-sisa airmata di pipi Nadia.
“Kamu tidak usah memikirkan perkataan ibu. Dia mengatakan semua itu agar kamu tetap mengikuti rencana perjodohan dengan Dika.”
“Waktu kami sedang belanja hantaran pernikahan. Kami melihat Dika dengan seorang gadis masuk ke dalam hotel. Tapi ibu tetap saja ingin aku menikahi Dika, walau dia tahu Dika itu brengsek.”
“Lalu bagaimana maumu? Kalau kamu mau membatalkan pernikahan, aku akan membantu.”
“Percuma mas. Aku juga ngga mau membuat bapak sakit. Bapak punya riwayat penyakit jantung mas. Aku akan tetap menikah dengan Dika. Tapi aku pastikan pernikahan itu tidak akan lama dan aku juga tidak akan memberikan apa yang selama ini dia inginkan dariku. Apa mas mau menungguku?”
“Kamu tahu aku sangat mencintaimu. Kalau kamu mau aku menunggumu, maka aku akan menunggumu.”
“Makasih mas mau menungguku. Tapi aku akan memberikan sesuatu yang berharga dariku untukmu sekarang.”
Juna terdiam, belum mengerti arah pembicaraan gadis ini. Nadia memejamkan matanya, selama dalam perjalanan tadi, dia sudah memikirkan matang-matang apa yang akan dilakukannya.
Nadia membuka matanya lalu naik ke pangkuan Juna. Karuan saja pria itu terkejut. Namun belum habis rasa terkejutnya, Nadia langsung menyambar bibir Juna. Nadia menahan tengkuk Juna lalu memberikan pagutan dan lu**tan. Juna yang awalnya menolak mulai membalas ciuman Nadia.
Semakin lama ciuman mereka semakin dalam dan menuntut. Tangan Nadia bergerak membuka kancing kemeja Juna lalu meraba dada bidangnya. Keduanya semakin terbawa suasana. Nadia mendongakkan kepalanya, dengan bebas Juna dapat menciumi dan menyesap leher jenjang kekasihnya itu. Terdengar lenguhan Nadia saat Juna menyesapnya sedikit kencang hingga meninggalkan jejak kemerahan.
Nadia melepaskan kemeja yang dikenakan Juna. Kemudian membuka kancing kemeja miliknya. Bukit kembarnya menyembul dari balik kain hitam berenda. Dia melepas kemeja kemudian membuangnya ke sembarang arah. Nadia mengarahkan kepala Juna ke dadanya.
Perlahan Juna membaringkan tubuh Nadia ke kasur dengan bibirnya terus menciumi dada Nadia. Lalu Juna kembali me**mat bibir kekasihnya itu. Keduanya semakin dibakar gairah. Nadia mengarahkan tangannya ke punggung untuk melepaskan kaitan bra. Setelah terlepas, saat Nadia akan menariknya Juna segera menahannya.
“Mas..”
“Jangan sayang. Maaf, aku khilaf.”
Juna hendak bangun namun tangan Nadia menarik lehernya hingga dada keduanya saling menempel. Juna berusaha menahan hasratnya sekuat tenaga. Dadanya berdebar kencang melihat bulatan kenyal itu sedikit tersingkap dari kain penutupnya. Dia menolehkan wajahnya ke arah lain.
“Lakukan mas.. aku siap kalau harus memberikannya malam ini padamu.”
“Nad..”
“Bagaimanapun aku akan menikah dengan Dika. Aku tidak mau dia menjadi laki-laki pertama yang menyentuhku. Dia ngga berhak untuk itu, hanya kamu yang berhak. Sedari dulu aku menjaga kesucianku hanya untukmu. Lakukan mas.. lakukan sekarang, miliki aku sepenuhnya.”
Juna berperang dengan nuraninya. Para setan terus membisikinya untuk meneruskan apa yang sudah mereka mulai. Namun sisi lain dirinya tak henti mengingatkan untuk menghentikannya. Juna menggeleng pelan, diciumnya bibir Nadia sebentar.
“Maaf aku ngga bisa Nad.”
“Kenapa mas? Apa mas ngga mencintaiku?”
“Justru karena aku mencintaimu, aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak ingin merusakmu. Kamu harus tetap suci sampai hari pernikahan. Jika Dika tahu kamu sudah tidak suci lagi, bisa jadi dia akan menghinamu dan merendahkanmu. Aku tidak bisa membiarkan itu. Aku tak ingin wanita yang kucintai dihina oleh bajingan itu. Ngga Nad.. aku ngga bisa.”
Mata Nadia berkaca-kaca mendengar penuturan Juna. Rasa sakitnya bertambah dalam saat lelaki baik ini tidak bisa dimilikinya. Juna menjauhkan tubuhnya dari Nadia. Dia lalu mengambil kemeja Nadia yang tergeletak di lantai lalu memberikan padanya. Juna memungut kemejanya kemudian masuk ke kamar mandi.
Juna keluar dari kamar mandi. Terlihat Nadia sudah kembali mengenakan bajunya. Dia menunggu Juna sambil memandang ke luar jendela. Juna menghampiri kemudian memeluknya dari belakang.
“Maafkan aku mas. Aku sudah bersikap seperti wanita murahan.”
“Sssttt.. jangan berkata seperti itu. Aku mencintaimu Nadia, sangat. Biarkan aku bertemu bapak sekali lagi. Aku akan membujuknya untuk yang terakhir kali. Apapun keputusannya aku akan mengikuti.”
“Tapi tolong jangan katakan soal Dika. Aku takut bapak terkejut.”
“Iya. Ayo kita pulang. Aku akan berbicara dengan bapak malam ini.”
☘️☘️☘️
**Untung Kang Juna masih bisa nahan ya🙈
Enaknya Nadia nikah sama Dika terus pisah apa batal nikahnya?
Like, comment and vote😉**