Tania seorang gadis yatim piatu yang tinggal bersama paman dan bibinya yang kebetulan tidak memiliki keturunan. Di usianya yang ke 20 tahun ini Tania harus berjuang sendiri melanjutkan hidupnya karena paman dan bibinya pun sudah meninggal dunia.
Memiliki seorang sahabat yang baik, tentu merupakan anugerah bagi Tania. Shasa adalah sahabat yang selalu ada untuknya. Mereka bersahabat mulai dari SMA. Siapa yang menyangka persahabatan mereka akan berubah menjadi keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang ke rumah
Sampai di kamar, Saif langsung naik ke atas tempat tidur. Ia duduk bersandar sambil merenungkan sesuatu. Ia ingat perkataan Adit tadi.
flash back on
Di rumah Adit.
"Kamu harus bangkit, If. Jangan kalah dengan Maya. Dia sudah move on dari kamu. Aku juga nggak menyangka jika dia akan menikah dengan Zain."
Zain adalah salah satu teman mereka. Saif juga terkejut mengetahui kenyataan itu. Tadinya Saif masa bodoh dengan pernikahan Maya. Namun setelah tahu dari Adit siapa suami Maya, Saif menjadi berpikir.
"Kok bisa Zain?"
"Saif, kamu dengar kan perkataanku? Aku yakin mereka dekat sudah lama. Mungkin Maya sering berkomunikasi dengan Zain. Ya Allah... aku tidak percaya dengan semua ini."
"Mungkin hanya kebetulan, dit. Biarkan saja. Aku sudah ridha dengan perpisahan kami.
"Iya terlepas apa pun itu, mungkin ini jalan perpisahan kalian. Dan kamu harus buktikan bahwa kamu layak mendapatkan yang lebih baik dari Maya."
"Aku tidak perlu validasi dari manusia, dit. Untuk memulai lagi aku masih takut."
"Takut apa?"
"Takut membuat pasanganku kecewa."
"Ya Allah, gus Saif. Anda ini orang berilmu. Percayalah, kadang pasangan kita yang membawa keberuntungan untuk kita. Begitu pun sebaliknya. Siapa tahu nanti pasanganmu selanjutnya justru memberikanmu kebahagiaan yang luar biasa."
Saif tidak membalasnya lagi. Dia tahu Adit punya banyak bahasa untuk menjawabnya.
Flash back off
Tiba-tiba saja Saif teringat kepada Tania. Ia meraba tangannya. Bekas cengkeraman Tania. Tanpa sadar ia mengulum senyum mengingatnya.
"Oh tidak-tidak, Saif apa yang kamu pikirkan? Tania itu seperti adikmu. Bahkan dia itu mahasiswimu. Tidak, ini hanya perasaan kagum. Iya hanya kagum." Batinnya.
Saif pun membenarkan posisinya. Ia sudah malas untuk pergi sikat gigi ke kamar mandi. Ia mengambil remot untuk memastikan lampu kamarnya lalu menyalakan lampu tidur. Saif pun membaca do'a sebelum tidur.
Sedangkan di rumah sakit, Tania dan Shasa masih asik mengobrol sambil nonton film. Dua sahabat ini belum juga mengantuk. Sepertinya sakitnya Tania membawa berkah bagi Shasa. Shasa yang biasanya tidak boleh menginap di rumah temannya atau orang lain selain rumah keluarganya, kini justru menginap di rumah sakit.
"Tania, udah malam. Ayo istirahat dulu. Biar keadaanmu stabil."
"Iya, Sha. Bismillah ya, besok boleh pulang. Aku ndak enak sama orang tuamu, Sha. Dan lagi biaya rumah sakit ini pasti sangat mahal. Aku harus nabung dulu buat ganti ke Pak Saif."
"Astaghfirullah, jauh sekali pikiranmu, Tania. Jangan pikirkan soal biaya. Nanti biar aku yang gantiin ke abang. Lagian abang ndak mungkin mau. Abang banyak duitnya haha... "
"Kamu ini."
Setelah mematikan TV, Shasa pun kembali ke tempat tidur sebelah. Tempat tidur khsusus penunggu pasien. Sebelumnya, Shasa sudah mengantar Tania ke kamar mandi untuk buang air kecil dan cuci muka. Akhirnya mereka pun tidur.
Keesokan harinya.
Setelah selesai sarapan, kedua orang tua Shasa pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Tania lagi. Mereka membawa makanan dan baju ganti untuk Shasa.
"Bunda, maaf merepotkan. " Ujar Tania.
"Lagi-lagi kamu bilang begitu, Tania. Bunda ndak merasa direpotkan. Melihat kamu sehat, bunda senang rasanya."
"Iya bu, kata dokter Insyaallah nanti sore sudah boleh pulang." Sahut Shasa.
"Alhamdulillah, nanti biar abangmu yang jemput kalian."
"Bun, biar naik taksi saja." Sahut Tania.
"Eh ndak bisa begitu. Lagian hari ini hari minggu, abang ndak ada kegiatan. Biar dia yang jemput kalian."
"Oke bunda." Sahut Shasa."
Sedangkan Tania pasrah saja.
Sekitar jam 10, Bunda dan Ayah pulang dari rumah sakit. Namun mereka tidak langsung pulang ke rumah, melainkan mampir ke rumah Opa Tristan. Sudah satu bulan mereka tidak mengunjungi Opa dan Oma.
Siangnya, Shasa menelpon Saif untuk memberitahu bahwa Tania sudah boleh pulang nanti sore. Shasa juga meminta Saif untuk menjemput mereka atas perintah bunda. Saif pun mengiyakannya. Sampai saat ini ayah dan bunda masih belum pulang dari rumah Opa. Kalau sudah je sana, memang tidak cukup waktu satu atau dua jam. Karena mereka pasti akan berlama-lama.
Setelah mandi dan selesai shalat Ashar, Saif pun bersiap berangkat ke rumah sakit. Kali ini ia menggunakan sarung dan kemeja lengan pendek. Kopiahnya pun masih melekat di kepalanya.
"Mau ke mana, den?" Sapa bibi.
"Ke rumah sakit bi. Jemput Shasa dan Tania."
"Oh iya den. Alhamdulillah kalau sudah boleh pulang. Hati-hati ya, den."
"Iya, bi. Terima kasih."
Saif pun keluar dari rumah. Ia masuk ke dalam mobil lalu tancap gas menuju rumah sakit. Suasana jalan cukup lancar karena hari minggu.
15 menit kemudian, Saif sampai di rumah sakit. Ia turun setelah memarkirkan mobilnya. Setelah itu ia masuk je rumah sakit dan naik lift menuju lantai 2.
Di kamar Tania, kedua sahabat itu sudah siap. Shasa sudah membereskan barang-barang miliknya dan milik Tania.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
"Bang, kata perawat suruh ke administrasi untuk pelunasan dan ambil resep."
"Oh iya."
Saif keluar lagi dari kamar itu dan pergi ke bagian administrasi. Setelah melunasi dan mendapatkan resep, Saif pun menebus obat. Setelah itu, ia kembali ke kamar Tania.
"Ini obatnya. Di situ sudah ada keterangannya."
"Terima kasih, pak."
"Sudah beres semua?"
"Sudah, bang. Sudah masuk semua barang-barangnya."
"Ya sudah, ayo pulang."
Saif membawakan tas mereka. Lagi-lagi Tania tidak enak hati. Namun apa boleh buat.
Mereka sudah sampai di mobil. Shasa dan Tania masuk ke bagian tengah.
"Dek, abang bukan sopir."
"Eh iya bang, hehe... "
Shasa pun pindah duduk ke depan di samping kemudi. Setelah siap, Saif pun melajukan mobilnya menuju rumah Tania.
10 menit kemudian, mereka sampai di depan gang. Saif memarkirkan mobilnya. Setelah itu, mereka turun.
"Kalian duluan saja, biar abang yang bawa tasnya."
"Iya, bang."
Shasa menggandeng tangan Tania. Meski sudah keluar dari rumah sakit Tania tidak boleh terlalu banyak beraktivitas. Ia harus istirahat beberapa hari. Dan harus diperhatikan gizinya.
Sampai di depan rumah Tani, seorang tetangganya menghampiri Tania.
"Tania, katanya kamu sakit? Maaf ya, ibu ndak tahu kamu dirawat di mana. Jadi ibu ndak bisa jenguk kamu ke rumah sakit."
"Ndak pa-pa, bu. Saya sudah sembuh kok."
"Alhamdulillah, ini ibu ada pisang susu buat kamu. Semoga kamu terus membaik ya. "
"Terima kasih bu."
"Iya, Sama-sama. "
Tania membuka pintu rumahnya.
Beberapa saat kemudian, Saif datang membawa tas Tania.
"Ingat Tania, kamu jangan kerja dulu! Jaga kesehatanmu." Ujar Shasa.
"Iya iya bu dokter. "
"Dih, dibilangin juga."
"Hehe... "
Tanpa terasa Saif ikut tersenyum melihat keakraban mereka.
Bersambung...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Biar lebih gampang merawat Tania dan full pahala
Aku yakin ayah ,bunda sama Sasha setuju
semoga cepat sembuh dan kabar bahagia untuk Tania soon y Thor 🤲🥰