Safa, gadis dari kalangan atas terpaksa menawarkan diri untuk menjadi istri dari Lingga, seorang CEO terkemuka demi menyelamatkan Perusahaan orang tua angkatnya.
"Ayo kita menikah. Aku akan melahirkan anak untukmu, asal kamu mau menolong Papaku"
"Kau yakin mau menikah dengan ku?"
"Aku yakin!"
Safa menjawabnya dengan tegas. Tanpa memikirkan suatu saat nanti hatinya bisa goyah dan mencintai Lingga.
Tapi sayangnya hati Lingga telah mati, dia hanya mencintai Asyifa tunangannya yang telah meninggal dunia. Lingga menikah hanya karena paksaan orang tua serta untuk melahirkan penerus keluarganya.
"Dia sangat mencintai anaknya, tapi tidak dengan wanita yang melahirkan anaknya" ~ Safa ~
Bagaimana nasib Safa saat Lingga pulang membawa wanita yang wajahnya begitu mirip dengan Asyifa? Apa yang akan Safa lakukan disaat dia sendiri sedang berjuang antara hidup dan mati?
Akankan Safa bertahan atau merelakan suaminya bahagia dengan wanita itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ngidam
Lima bulan berlalu...
Petir terus menyambar dengan begitu keras sejak tadi. Hujan pun tak kunjung reda disertai angin yang membuat udara di malam ini terasa dingin.
Safa mengusap lengannya yang diselimuti kardigan berwarna peach. Rasanya masih tetap terasa dingin meski bahan yang ia pakai cukup tebal. Apalagi saat ini dia berdiri di ruang tamu dengan pintu yang masih terbuka.
Dia berkali-kali melihat ponselnya, melihat nomor milik seseorang yang ingin dia hubungi sejak tadi. Namun rasanya ragu, padahal tadi bisa saja Safa pergi ke minimarket di depan untuk membeli es krim.
Tapi kali ini, ingin sekali Safa memakan es krim yang Lingga belikan. Entah perasaan apa, keinginannya ini seperti harus di turuti karena es krim yang ia beli kemarin terasa tidak enak dan tidak segar, atau entah perasan apa tapi rasanya benar-benar tidak puas.
"Shhhh" Safa mengusap perutnya yang sudah begitu besar itu karena merasakan tendangan dari dalam.
"Bentar ya sayang" Safa terus mengusap perutnya.
Dia pun mulai menekan tombol untuk memanggil nomor milik Lingga. Memberanikan diri untuk pertama kalinya menghubungi Lingga melalui telepon. Sebenarnya pernikahan apa yang dia jalani, sudah sepuluh bulan mereka menikah namun baru pertama kali Safa menghubungi suaminya.
Jantung Safa semakin berdetak dengan kencang saat panggilannya mulai tersambung dengan milik Lingga.
Safa mendengar deru nafas dari seberang telepon. Dia tau kelau panggilannya sudah diterima, namun tak ada suara apapun dari Lingga.
"Mas?"
"Hmm"
Safa memejamkan matanya karena Lingga hanya menjawabnya dengan sebuah gumaman.
"Kamu masih lama pulangnya?"
"Sudah di jalan" Jawabnya dengan singkat.
"Emm" Safa mulai ragu untuk mengatakannya.
"Kenapa?" Suaranya yang berat dan rendah itu benar-benar sering membuat Safa merinding.
"Boleh nggak kalau aku minta tolong belikan es krim rasa vanila?"
"Apa lagi?"
"Sama coklat putih boleh Mas?"
"Hmm"
Safa benar-benar tak bisa menahan senyumnya. Entah mengapa di dalam hatinya merasakan kebahagiaan yang membuncah.
"Makasih Mas. Kalau gitu hati-hati, sampai ketemu di rumah" Apa yang Safa katakan saat ini benar-benar tak terduga. Dia tak sadar mengucapkan kata itu seolah dia benar-benar menunggu sosok suami yang sebentar lagi akan pulang.
Safa menggenggam erat ponselnya setelah mematikan teleponnya. Bibirnya pun terus tersenyum seperti tak bisa ia hentikan.
"Aku kenapa sebenarnya?" Safa menepuk-nepuk pipinya karena terus tersenyum.
"Jangan main hati Safa!" Ucapnya memperingati diri sendiri.
Safa sudah sebisa mungkin membatasi hatinya agar tidak menaruh hati pada pria sempurna itu. Tapi siapa yang bisa mengendalikan hati, jika nanti hati Safa telah berlabuh untuk pria itu, Safa pun tak bisa mengendalikannya lagi.
Cinta datang sesuka hatinya, tak memikirkan apa yang sedang terjadi, tak memikirkan masa depan mereka, tak berpikir bagaimana hubungan mereka selama ini.
Terlebih, Lingga adalah pria yang sudah menjadi suaminya. Pria yang berada dalam satu rumah yang sama. Pri yang pertama kali menciumnya, pria yang pertama kali menyentuhnya, meksi sekarang sudah tidak pernah lagi semenjak ia hamil. Terlebih sekarang Safa sedang mengandung janin dari Lingga.
Safa terus menekan perasannya agar tak jatuh lebih dalam, tapi terkadang, Safa merasa ingin diperhatikan. Safa ingin sesekali Lingga mengusap perutnya dengan lembut. Saat Safa tak bisa tidur, ingin sekali rasanya ditemani Lingga barang sekali.
Semenjak kehamilannya, perasan aneh memang sering muncul. Dia ingin sekali dekat dengan Lingga namun dia tak berani. Saat mencium parfum dari suaminya itu, rasanya begitu tenang.
Pernah suatu malam Safa tak bisa tidur, tiba-tiba saja dia ingin sekali memeluk Lingga. Ditambah usia kandungannya yang semakin besar, jadi dia mulai tidak nyaman untuk tidur.
Sampai subuh tiba, Safa masih belum memejamkan mata hingga dia akhirnya keluar kemudian menuju ke ruang cuci.
Safa mendapati Bi Sri berada di sana dan sedang memilah baju kotor untuk di cuci. Tapi untung saja belum terlambat, Safa meminta satu kemeja milik Lingga yang dipakai tadi malam. Baju itu masih meninggalkan parfum Lingga yang begitu harum dan menenangkan baginya.
Waktu itu Bi Sri bilang, kalau itu bawaan bayi yang ada dalam kandungan Safa. Katanya, si jabang bayi ingin dekat dengan Papanya. Bi Sri menyarankan Safa untuk menemui Lingga secara langsung namun Safa tak berani.
Pernah juga tiba-tiba Safa menangis karena merasa Lingga mengacuhkannya. Padahal hal itu sudah biasa terjadi selama ini. Tapi mungkin karena pengaruh hormon kehamilannya menjadikan perasannya lebih sensitif.
Lama Safa melamun mengingat perubahan perasannya, Safa tersadar karena suara mobil Lingga yang masuk ke halaman rumah.
Rasa bahagia tadi kembali datang. Safa berjalan dengan buru-buru mengantri Lingga yang turun dari pintu belakang karena terkadang Lingga memang pulang diantar oleh asistennya.
Tapi karena Safa yang tak hati-hati, kaki Safa menginjak air di teras rumah yang terkena air hujan karena atap teras memang dibuat sedikit terbuka di bagian tengah.
"Akhhh!" Pekik Safa karena badannya sudah terhuyung ke depan.
Greppp...
Untung saja Lingga sudah berada di dekat Safa sehingga tangannya dengan sigap meraih tubuh Safa yang hampir saja jatuh.
Safa jatuh ke pelukan Lingga, dengan perasaan yang masih ketakutan dan jantung yang berdetak kencang, Safa membiarkan dirinya bersandar beberapa detik di dada Lingga hingga dia cukup tenang.
"Kenapa harus lari! Pelan-pelan kan bisa!!" Ucapan Lingga membuat Safa mendingan menatap suaminya itu.
Deg...
Safa menatap mata Lingga yang kini sedang menatapnya dengan tajam dan dalam. Keningnya berkerut dan alisnya yang tebal itu menukik menunjukkan kalau saat ini pria itu sedang marah.
Tapi Safa bukannya takut saat ini, namun dia justru terdiam, terpaku menatap wajah suaminya. Sudah lama dia tak sedekat ini lagi dengan Lingga semenjak kehamilannya. Lingga juga tak pernah lagi menyentuhnya. Safa sampai mengutuk dirinya sendiri murahan karena pernah merasakan h*srat meminta disentuh oleh Lingga.
"M-maaf Mas, tadi nggak lihat kalau ada air" Safa akhirnya bisa mengembalikan kesadarannya. Dia mulai menjauhkan diri dari Lingga.
"Kalau sampai jatuh gimana? Gimana kalau kandungan kamu kenapa-napa? Nanti anak.."
"Maaf karena aku hampir saja membahayakan anak kamu. Lain kali aku akan hati-hati" Potong Safa dengan suara bergetar. Dia langsung berbalik meninggalkan Lingga yang diam terpaku.
"Tuan, ini es krim milik Nyonya" Taufan mengulurkan plastik berisi beberapa es krim dengan varian vanila.
"Hmm, pulanglah!" Lingga menerima plastik yang diberikan oleh Taufan.
"Baik Tuan, permisi"
Lingga melirik plastik yang dibawanya kemudian dia menatap ke dalam ke arah perginya Safa tadi.
*
*
sekarang lingga yg akan berjuang untuk mengejar cinta dari safa lagi
nyesekkkk akuuuu