Judul novel : "MY STUDENT IS MY STUPID WIFE
Ini kisah tentang NANA DARYANANI, seorang mahasiswi cantik yang selalu mendapat bullying karna tidak pandai dalam pelajaran apapun. Nana sudah lama diam-diam naksir dosen tampan di kampusnya, sampai suatu hari Nana ketahuan suka sama dosennya sendiri yang membuat geger seisi kampus.
Bagaimana dengan Sang Dosen, apakah dia juga akan menyukai Nana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gabby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DINNER
"Ahhh... makan malam, berdua dengan pak Hessel, emmm... pasti akan romantis..." gumam Nana berkhayal mencak-mencak gak jelas.
Nana menatap wajahnya di depan cermin, dia sangat percaya diri malam ini mengenakan dress selututnya berwarna purple.
"Hmmm... sepertinya ada yang kurang, tapi apa ya?" ucapnya.
"Tambahin mascara dikit ahhh." Nana memakaikan sedikit mascara, sekarang kecantikannya semakin sempurna.
"Yes udah cantik, gak apa-apa kali ya cantik untuk suami, sekali-sekali." Nana tertawa gak jelas dia sangat percaya diri, lalu mengambil sepatu highils yang Hessel berikan untuknya.
Srekkk...
Hessel masuk ke kamar untuk memastikan apakah Nana sudah siap.
"O.. o.. ow..." Nana kehilangan keseimbangan karna dia tidak biasa berjalan dengan sepatu itu.
Akhirnya Nana pun jatuh dan Hessel dengan sigap menopang tubuh Nana, jatuhlah Nana ke dalam pelukkannya.
Mereka saling bertatapan, cukup romantis jika dibayangkan.😁
"Kakak, aku sudah siap, ayo berangkat." Tiba-tiba Devan datang ke kamar mereka membuat Nana dan Hessel kaget.
"Oh, No, Ya Tuhan!" kata Devan nepuk jidat, langsung memalingkan tubuhnya membelakangi sang kakak setelah melihat adegan yang tak seharusnya anak seusianya lihat.
Hessel dan Nana jadi salah tingkah, mereka kepergok oleh si kecil Devan.
"Nana, kau sudah siap?" tanya Hessel mencairkan suasana yang tegang.
"Sudah, apa aku terlihat cantik." kata Nana bergaya.
Hessel menatapnya dan tersenyum dengan sedikit tawa.
"Kenapa malah tertawa?" kesal Nana.
"Tidak apa-apa, ayo kita pergi." ujar Hessel, jujur saja Nana itu selalu cantik di mata Hessel, apa lagi saat dandan.
"Eh Dev, ayo." Hessel menepuk pundak sang adik yang masih tertegun tidak berani menengok kebelakang.
"Jadi stupid ikut juga kak?" kata Devan.
"Pak, jadi kita gak pergi berdua gitu?" ujar Nana juga.
"Memangnya apa yang kalian pikirkan?" tanya Hessel.
"Tidak ada apapun." jawab Nana.
"Kak, aku jadi tidak selera makan kalau perginya sama stupid." kata Devan.
"Dev, Nana juga manusia, dia juga lapar makanya kakak mengajaknya juga." ucap Hessel.
"Apa, jadi dia hanya kasihan padaku, arghhh... Nana, Nana, apa yang kau pikirkan, kencan berdua dalam suasana romantis, itu tidak akan terjadi." batin Nana, menepuk jidatnya.
"Apa yang kau lakukan?" Hessel melihat Nana memanyunkan bibir dan menepuk jidatnya sendiri.
"Hehe... tidak apa-apa."
"Ayo, berangkat." kata Hessel menarik tangan adik dan istrinya, yang masih suka berseteru itu.
"Kak, Devan duduk di depan dekat kakak." ucapnya.
"Tidak bisa Dev, kamu duduk di belakang."
"Lalu siapa yang di samping kakak?"
"Nana, istriku lah yang akan duduk di sampingku."
"Ihhh... Dasar wanita perebut kakakku." Geram Devan melihat Nana.
"Aku bukan perebut." ujar Nana.
"Mau sampai kapan kalian akan bertengkar, perutku sudah lapar." kata Hessel.
"Iya gak kok." jawab Nana.
"Masuklah." Hessel membukakan Nana pintu mobil.
Mereka pun pergi ke sebuah restoran, untuk makan malam.
Sirnalah angan-angan Nana untuk kencan dinner berdua dengan dosennya itu, tapi itu tidak masalah bagi Nana yang terpenting sekarang Hessel mau mengajaknya keluar meski harus bertiga bersama Devan.
Akhirnya mereka tiba di restoran tujuannya.
"Hai sob." panggil 2 orang pria di tempat parkir, mereka mendekat kearah Hessel.
"Hai, juga bro." Hessel sepertinya mengenal kedua pria itu, mereka berpelukkan secara jantan, ala-ala pria gitulah.
Pria itu adalah Leo dan Miki, sahabat Hessel waktu masih kuliah.
"Apa kabar sob?" tanya Leo.
"Baik sob, kalian berdua apa kabar?"
"Seperti yang kau lihat, kami baik-baik saja." jawab Miki.
"Tambah ganteng lo sob, aku dengar kau gagal nikah sama Laras itu benar ya?" tanya Leo.
"Gak usah bahas masalalu lah bro." ucap Hessel.
"Sorry, sob."
"Gak apa-apa itu juga udah masalalu."
"Hai cantik, aku Leo." kata Leo mengelurkan tangan ke arah Nana.
"Aku, Miki." Miki juga ikut memperkenalkan diri.
"Nana." jawab Nana singkat.
"Siapa dia Hes, adikmu ya kok kamu gak pernah ngenalin ke kita berdua." kata Leo.
"Ini adikku, Devan, dia bukan siapa-siapa." kata Hessel.
"Ahhh... Serius lo Hes, gadis ini bukan gebetan lo?"
"Iya Hes, kok lo bisa ngajakin dia kemari?" tanya Miki.
"Iya, beneran lah, dia babysiter yang merawat adik gue."
"Apa, aku babysiter, kurangajar pak Hessel." batin Nana kesal.
"Kalau gitu boleh donk kami dekatin dia?" goda Leo.
"Ya gaklah, babysiter dirumah gue gak boleh punya pasangan selama masa kerjanya." kata Hessel.
"Nana, apa benar kau itu babysiter?" tanya Miki.
"I-iya, benar." jawab Nana terpaksa.
"Kau itu sangat cantik Na, tidak pantas jadi babysiter."
"Terus maksud lo apa Mik?" tanya Hessel.
"Pantasnya tu jadi istri gue, hahaha." jawabnya sambil tertawa.
"Kurangajar lo Mik." gerutu Hessel geram.
"Becanda sob, tapi serius deh gue suka sama Nana."
"Kalau lo masih bicara, gue hajar lo." ancam Hessel pada Miki.
Nana hanya diam, menundukkan wajah.
"Santai sob, kalau Nana gak ada yang punya ya gue mau jadi pasangannya."
"Iya gue juga mau, Na bagi nomor telpon donk." ujar Leo menggoda Nana.
"Lebih baik kalian berdua pergi dari sini, dan jangan gangguin Nana lagi." kata Hessel, rasanya Hessel ingin menonjok ke dua teman lamanya itu.
"Jadi lo ngusir kita Hes?" kata Leo.
"Kalian berdua hanya mengacaukan suasana."
"Jangan mengelak Hes, kami tau kau dan Nana pasti ada hubungankan? kalau gak ada gak mungkin lo sampai marah-marah gak jelas, ngusir kita lagi." ucap Miki.
"Pergi sana, gangguin orang aja." kata Hessel, mengusir ke dua temannya.
Leo dan Miki pun pergi sambil menertawakan Hessel yang marah tidak jelas.
"Kau, senang mereka menggodamu?" ketus Hessel.
"Saya memang istri bapak, tapi bapak bilangkan saya ini babysiter, gak salah kan mereka seperti itu pada saya." jawab Nana santai.
"Ya aku kan cuma bercanda, kau tetap istriku." kata Hessel.
"Ayo, kak masuk ke dalam, Devan lapar." Devan menarik tangan Hessel karna dia benar-benar lapar.
*****
Sehabis makan malam mereka pun pulang. Ditengah perjalanan Devan tertidur dibangku belakang.
"Pak, Devan tidur, badannya bisa sakit kalau tidak ada yang menahannya." kata Nana.
Hessel pun meminggirkan mobilnya kemudian berhenti.
"Anak itu merepotkan sekali." kata Hessel.
"Pindahin kedepan saja pak, biar dia tidur dipangkuan saya." ujar Nana.
"Kau serius Na?"
"Iya pak, saya sudah biasa, adik saya juga seperti itu."
"Ok baiklah jika kau yang meminta."
Hessel pun turun dari mobil, untuk memindahkan Devan ke bangku depan agar tidur dipangkuan Nana.
"Dia ini sangat berat, kau yakin bisa menopangnya?" kata Hessel setelah memindahkan Devan.
"Saya yakin pak." jawab Nana.
Hessel senang melihat Nana sangat perhatian pada adiknya, padahal selama ini Devan selalu membenci Nana, tapi ya itulah Nana meski orang membencinya tapi dia tidak pernah berniat membalas kejahatan seseorang.
Sesampai di rumah, Hessel menggendong Devan sampai di kamarnya Nana juga mengikuti Hessel ke kamar Devan.
"Devan kelelahan pak, dia makan begitu lahap tadi." kata Nana.
"Iya sangat lahap, ini sudah jam 11 malam." jawab Hessel.
"Selamat tidur adik ipar." Nana mencium kening Devan.
"Na..." panggil Hessel dengan senyuman dibibirnya yang terlihat sangat menggoda.
"Hmmm..." Nana hanya berdehem.
"Na, apa kau tidak ingin punya anak dariku?" ucap Hessel, entahlah dia bercanda atau sungguhan yang jelas Nana kaget mendengarnya.
"Ma-maksud pak Hessel apa?"
"Iya melihatmu begitu perhatian sama anak kecil, aku merasa ingin menjadi seorang ayah."
"Ah, bapak gak seriuskan?" Nana malu-malu, dia bingung kenapa Hessel tiba-tiba bicara tentang anak.
"Semua tergantung padamu, aku tidak memaksa." kata Hessel meyakinkan Nana.
"Maaf ya pak, se-sepertinya saya belum siap." ucap Nana, lalu berlari keluar dengan perasaan campuraduk.
Malu, senang, dan berdebar-debar itu yang saat ini Nana rasakan.
Hessel menatap Nana yang baru saja keluar melewati dirinya, Hessel bisa melihat wajah Nana yang memerah, membuat Hessel tersenyum dengan tingkah istrinya.