NovelToon NovelToon
Tetaplah Di Sisiku (After 10 Years)

Tetaplah Di Sisiku (After 10 Years)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan Tentara / Romansa / Dokter / Gadis Amnesia
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Pena Fantasi

Seorang pemuda lulusan kedokteran Harvard university berjuang untuk menjadi seorang tentara medis. Tujuan dari ia menjadi tentara adalah untuk menebus kesalahannya pada kekasihnya karena lalai dalam menyelamatkannya. Ia adalah Haris Khrisna Ayman. Pemuda yang sangat tampan, terampil dan cerdik. Dan setelah menempuh pendidikan militer hampir 2-3 tahun, akhirnya ia berhasil menjawab sebagai komandan pasukan terdepan di Kopaska. Suatu hari, ia bertugas di salah satu daerah terpencil. Ia melihat sosok yang sangat mirip dengan pujaan hatinya. Dan dari sanalah Haris bertekad untuk bersamanya kembali.

Baca selengkapnya di sini No plagiat‼️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Fantasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Canggung + Mulai jatuh cinta

Setelah Amir mengantarkan Hana pulang dengan selamat, Hana terburu-buru memasuki rumah tua itu. "Mak! Maakk!" panggilnya.

Suara bukaan pintu terdengar, menampilkan Puput dengan wajah khawatir. Ia segera memeluk Hana erat. "Kamu... tidak apa-apa, kan? Aku khawatir sekali sama kamu."

"Aku tidak apa-apa. Mak bagaimana?" tanya Hana.

"Emak sudah diperiksa dokter tadi... lukanya untung tidak parah," jelas Puput.

Mendengar penjelasan Puput, Hana cukup lega. Ia menghela napas panjang. "Syukurlah..." Ia teringat Amir yang masih di luar, namun saat ia keluar, Amir sudah tidak ada di sana. Hana ingin berterima kasih padanya karena telah menolongnya. Ia pun kembali ke dalam, menemui sahabatnya.

"Kamu kalau mau pulang, tidak apa-apa, Put... Biar aku yang urus Emak," ujar Hana.

Raut Puput penuh keraguan. Namun, dengan ucapan Hana yang meyakinkan, akhirnya Puput pun segera pergi karena hari sudah hampir Magrib. "Makasih ya, Put... sudah jaga Emak."

"Iya, sama-sama... Kamu jaga diri ya... Aku pulang dulu."

"Hati-hati, Put..." ujar Hana sembari melambaikan tangan.

Setelah Puput mulai menjauh dan menghilang dari pandangannya, Hana pun masuk dan tak lupa mengunci pintunya. Badannya sangat kotor akibat diseret tadi. Akhirnya, ia memutuskan untuk membersihkan diri. Seperti biasa, sebelum mandi, ia kembali berkaca sejenak.

Ia mengingat momen ketika Haris mencium bibirnya. Tanpa sadar, Hana menggerakkan tangannya menyentuh bibirnya sendiri. Sekilas, Hana seperti melihat bayangan masa lalunya yang masih samar-samar. Hana berusaha mengingat kejadian itu, namun seketika senyum di bibir Hana muncul. Entah mengapa, ia merasakan kebahagiaan di hatinya. Setelah senyum-senyum sendiri, Hana pun tersadar. Apa yang aku pikirkan, batinnya. Selepas itu, ia pun segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

***

Fahri yang berjalan menuju biliknya, tiba-tiba melihat Haris sedang memegang kalung sembari tersenyum sendiri. pria yang memakai kaos kuning itu terheranmelihat temannya langsung menghampirinya.

"Ngapain lu senyum-senyum sendiri? Kesambet lu ya?" ujarnya sembari menempelkan tangannya ke dahi Haris.

Lalu Haris menepis tangan Fahri. "Lu enggak bakal paham apa yang gue rasakan sekarang."

Fahri yang malas hanya memutar bola matanya. "Serah lu, Ris... Sudah malam... Lu enggak tidur?"

"Duluan saja... Gue masih pengin di sini," jawab Haris.

Akhirnya Fahri meninggalkan Haris sendirian yang sedang duduk di kursi di luar bilik. Setelah itu, Haris kembali fokus pada pikirannya sendiri sembari memegangi kalung tersebut. "Semoga dengan ini, kamu bisa mengingatku," batin Haris.

***

Keesokan harinya, Hana pergi ke kebun pagi-pagi sekali dikarenakan permintaan pasar yang cukup ramai. Ia pun pergi ke kebun seorang diri, membawa peralatan sederhana dan bekal makan. Minarsih masih membutuhkan istirahat karena kejadian kemarin. Tanpa sengaja, saat ia hendak pergi ke kebun, ia berpapasan dengan Haris yang sedang lari pagi.

"Halo, Hana..." sapa Haris.

Hana seketika canggung berdekatan dengan Haris. "Eumm... H-hai..."

"Mau ke kebun ya?"

"Iya..."

"Saya boleh bantu kamu di kebun?"

Hana terperangah mendengar Haris ingin membantunya. "U-untuk apa?"

"Ya kasihan sama kamu di kebun sendirian... pasti capek. Kebetulan hari ini saya libur... jadi bisa dong bantu kamu," jelas Haris.

Hana terdiam sejenak. Haris yang melihat Hana termenung menarik pelan tangannya. "Eh..."

"Ayo berangkat, malah bengong," ajak Haris. Mereka pun pergi ke kebun bersama.

Di sana, Hana dan Haris mulai melakukan pekerjaan mereka. Bekerja bersama memang sangat menyenangkan. pria itu yang humoris terhadap Hana membuatnya semakin nyaman. Mereka bahkan bekerja sembari berbincang hingga bercanda. Entah mengapa, di lubuk hati gadis itu, ia mulai menyukai pria itu. Tapi di sisi lain, Hana sadar diri bahwa ia hanya seorang gadis desa biasa.

"Kamu kenapa bengong?" tanya Haris saat melihat Hana tiba-tiba terdiam.

"Eumm... enggak kok... Aku mau bereskan itu dulu," ujarnya sembari menunjuk ke rumput liar yang sudah ia bersihkan.

Awalnya ia sedikit kesusahan, lalu Haris tiba-tiba datang dan membantunya tepat di sampingnya. Hana pun kembali menatap pria tersebut, jujur ia sedikit kagum akan sosok Haris itu. Wajahnya pun seketika merona dan memalingkan wajahnya.

"Sudah selesai."

"U-sudah? Ya sudah, kamu mau makan dulu? Aku bawa bekal dari rumah, lumayan banyak," tawar Hana.

"Benarkah? Kalau begitu, boleh deh," jawab Haris.

Hana pun menyiapkan makanan yang dibawanya dan menghidangkannya. Lalu mereka pun melahap makanan tersebut.

"Eumm... enak banget!" puji Haris. Mendengar itu, lagi-lagi Hana tersenyum simpul.

Setelah hampir tiga jam, mereka pun telah menyelesaikan semua pekerjaan di kebun. Karena kelelahan, Hana dan Haris duduk berdampingan sembari berkipas.

"Capek ya?" tanya Haris. Hana mengangguk, mengakui bahwa memang sangat lelah sekali. Lalu, dirinya merasakan ada sebuah kain yang mengusap air keringatnya. Itu adalah Haris yang mengelap keringatnya.

"Sudah bersih..."

Lalu sapu tangan tersebut diambil alih oleh Hana, dan ia mulai menggosok pelan dahi pria itu yang penuh dengan keringat. Haris hanya bisa tersenyum tipis, meskipun hatinya sangat berbunga-bunga.

"Terima kasih," ujar Haris.

"Seharusnya aku yang berterima kasih... Kamu sudah menyelamatkanku dari Pak Joko... Kamu selalu bantu di kebun."

"Tidak apa-apa... Itu sudah tugasku di sini." Hana tertunduk malu saat Haris menatap matanya. Lalu ia merasakan sebuah tangan yang menangkup dagunya dengan pelan.

"Jangan menunduk," lirih Haris.

Haris menempelkan dahi mereka. Lalu ia pun mulai membelai pipi merona tersebut dengan sangat lembut, membuat Hana merinding.

"Ris... jangan," bisiknya pelan.

Tapi Haris tak mengindahkan peringatan tersebut. Justru semakin dekat dan...

Cuppp...

Bibir Haris kembali tertanam di bibir Hana yang cantik itu. Mereka berciuman di tengah kebun berdaun lebar di pagi hari. Hana merasakan sensasi yang berbeda saat ia merasakannya kemarin. Ini sangat lembut sekali. Setelah lima menit, akhirnya mereka pun terpisah dengan bibir yang basah. Mereka kembali menempelkan dahi dan menghirup udara banyak-banyak.

"Bibir kamu enak," puji Haris.

Sedangkan Hana hanya tersenyum tipis sembari tersengal. Lalu mereka pun berpelukan erat. Kali ini, Hana yang memulai. Ia sangat nyaman jika dekat dengan Haris.

"Ayo kita pulang... Aku antar kamu pulang sampai ke rumah ya."

Lalu Hana dibantu berdiri oleh Haris. Sebelum pergi, mereka kembali merapikan dan menempatkan sayur pada tempat yang sudah disediakan. Mereka berjalan beriringan. Banyak warga sekitar yang melihat mereka bersama dan mulai berbisik-bisik. Haris hanya biasa saja. Sementara Hana canggung akan sikap Haris yang manis padanya. Setelah menempuh jalan selama 15 menit, akhirnya mereka tiba di kediaman Minarsih.

"Kamu mau mampir dulu?" tanya Hana.

"Eumm... Maaf, lain kali saja... Ada urusan soalnya," jawab Haris.

"Ya sudah... Hati-hati ya," ujar Hana lembut. Haris tersenyum dan melambaikan tangannya, kemudian ia pun pergi.

Dengan senyum di wajahnya, Hana pun kembali memasuki rumah dan membawa sisa panen sayur ke dapurnya untuk menjadi bahan makanan. Karena sudah hampir waktu makan siang, ia pun memasak makanan yang sudah tersedia bahannya. Saat menunggu bahan hampir matang, Hana kembali mengingat kejadian tadi. Senyumnya tak pernah pudar saat mengingat hal tersebut. Ia pun tersadar ketika air rebusan sayur mulai meluap.

"Ya ampun..." Segera ia mematikan kompor dan menaruh sayur tersebut di tempat penyimpanan. Lalu ia menemui ibunya untuk makan siang.

"Mak... ayo makan," ujar Hana lembut. Minarsih pun tersenyum dan duduk di kasur. Lalu Hana menyuapi ibunya dengan penuh perasaan. Minarsih melihat ada yang aneh pada putrinya. Hana seperti lebih ceria dan lebih bersinar dibandingkan sebelumnya.

"Neng... Emak lihat kamu sepertinya bahagia sekali? Coba dong cerita ke Emak," ujar Minarsih penasaran.

Hana terperangah lalu tertawa kecil untuk mengalihkan perhatian ibunya. "Mak aneh-aneh saja... Setiap hari kan aku bahagia, Mak..."

"Kamu anak Emak, Hana... Emak tahu persis kamu bagaimana. Jadi? Apakah kamu sedang menyukai seseorang?"

Hana terdiam sejenak. Ia pun kembali terpaku akan pertanyaan ibunya. Seketika Hana menunduk sembari tersenyum malu. Melihat tingkah anaknya yang malu-malu kucing, Minarsih pun gemas dan mencubit pipinya pelan.

"Mak... Sakittt..."

"Habisnya Emak gemas sama kamu, Neng."

"Jadi kamu suka sama siapa? Sama Amir?"

Mendengar itu, senyum Hana terlihat getir. Ia lalu menggeleng pelan, bahwa bukan Amir orang yang ia suka.

"Terus siapa?"

"Ada deh... Ya sudah, Mak... lebih baik Emak istirahat ya biar cepat sembuh." Ia pun segera pergi dari kamar Minarsih menuju dapurnya. Sementara Minarsih masih tersenyum, pasalnya ia menduga bahwa Hana menyukai kekasihnya selama ini.

"Permisi!"

Kemudian, Hana keluar menemui orang yang sudah memanggil.

"Eh, kamu."

"Sudah siap?"

"Ayo!"

Hana pun menutup pintu rumahnya, tapi tidak dikunci karena ada ibunya yang sedang berada di dalam. Orang yang bersamanya siapa lagi kalau bukan Haris.

"Kamu cantik banget," puji Haris.

"Ah, biasa saja... Ayo," jawab Hana.

Mereka pun berangkat menuju festival panen yang diadakan di lapangan desa. Festival ini merupakan tradisi sebagai bentuk syukur atas kesuburan panen mereka. Festival tersebut bermacam-macam, ada pertunjukan tradisional, ada juga permainan seperti di pasar malam. Untuk mengawali, Haris mengajak Hana untuk melihat pertunjukan tradisional. Lalu setelah itu, Haris mengajak Hana berkeliling.

"Kamu mau naik apa?"

"Aku bingung... Soalnya enggak pernah mencoba," jawab Hana.

Haris kemudian mengajak Hana untuk bermain game di sana. Canda tawa mereka tak henti terdengar.

"Bagaimana? Seru kan?"

"Iya... Tapi agak takut juga," ujar Hana sedikit gemetar.

Lalu secara tiba-tiba, Haris memberikan Hana sesuatu di dalam tas belanja berukuran sedang. "Ini untukmu."

Dengan ragu, Hana pun menerima tas tersebut. "Terima kasih... Tapi ini apa?"

"Itu... isinya sandal... Saya kasihan lihat kamu sering menambal sandal kalau terputus... Makanya aku beri sandal baru untuk kamu," jelas Haris.

"Terima kasih," ujar Hana terharu. Padahal cuma diberi sandal saja.

"Eh, sudah mau Magrib... kita pulang, yuk?"

Hana mengangguk. Lalu setelah itu, mereka pun pergi meninggalkan festival. Sebelum itu, Haris terlebih dahulu mengantarkan Hana sampai ke rumahnya.

"Makasih ya sudah ajak aku jalan-jalan."

"Sama-sama... Nanti aku ajak ke tempat yang lebih seru deh."

"Hah, serius? Mauuu!"

Haris sedikit terkekeh geli. "Ya sudah... aku pulang dulu ya, salam buat Emak."

"Dah... Hati-hati."

***

Hana bangun pagi-pagi sekali dan memulai dengan memasak makanan. Ia sengaja memasak banyak kali ini karena Haris akan membantunya lagi di kebun. Senyum manis tak pernah pudar di wajah cantiknya itu.

"Mak... aku ke kebun dulu ya..."

"Iya, Neng... Hati-hati..."

Kemudian, Hana pun pergi ke kebun seperti biasa dengan membawa bekal di tangannya. Ia pun mulai bekerja dengan membersihkan kebun. Ia bekerja sendirian sembari menunggu Haris datang, karena Haris sendiri sudah janji akan membantunya kembali.

Namun setelah satu jam menunggu, Haris tak kunjung datang. Hana pun mulai lelah bekerja. Ia mengusap peluhnya menggunakan tangannya. Hana masih tetap menunggunya di kebun dengan membereskan semua hasil panen di tempatnya.

Tapi, setelah Hana selesai bekerja pun, Haris tak kunjung datang. Padahal Hana sudah mengosongkan perutnya hanya untuk makan bersama. Namun Hana masih tetap sabar. Akhirnya Hana memutuskan untuk menyelesaikan pekerjaannya dan pergi untuk memberikan bekal yang ia bawa pada Haris di posko kesehatan. Hana ke sana dengan berjalan kaki dan menempuh perjalanan kurang lebih 10 menit.

Di sana, posko kesehatan sudah mulai dibongkar karena klinik kesehatan sudah berdiri kokoh di sana, hanya belum diresmikan saja. Ia pun kembali berfokus mencari Haris di sekeliling. Dan ia pun melihatnya. Dengan senyum di wajahnya, Hana pun dengan cepat menghampirinya. Namun, langkahnya kembali terhenti saat Haris mengobrol dengan dokter muda wanita di sampingnya.

Seketika Hana terdiam. Ia memeluk bekal makanannya tersebut. Lalu, Hana melihat Haris pergi dari sana. Dan dokter wanita tersebut ternyata melihat ke arahnya, membuat Hana terkejut.

"Lu Hana ya?"

Ternyata dokter tersebut mengenal dirinya. "I-iya..." ujarnya gugup.

"Kenalkan, gue Talita, panggil saja Lita."

"Salam kenal..."

Dengan wajah angkuh, Lita melipat tangannya di dada. "Pasti lo sudah lihat gue sama Haris tadi, kan? Oh iya, lo ke sini untuk menghampiri Haris, kan?"

Hana terdiam.

"Gue kasih tahu ya sama lu... Haris itu enggak cocok dekat sama lu. Dia itu lebih cocok gadis yang berpendidikan tinggi, sama kaya gue. Apalagi Haris itu seorang tentara dan dokter lulusan kampus ternama, enggak mungkin dia mau bersanding dengan gadis kampung yang asal-usulnya saja tidak jelas!" sindir Lita. Ia merasa puas saat melihat ekspresi Hana yang terkejut.

Seketika Hana kembali menciut. Jika urusan dengan pendidikan, gadis itu hanya bisa diam karena Hana pun tidak ingat ia pernah bersekolah atau tidak.

"Yang jelas... lu harus sadar diri ya... Li itu gak pantas dekat sama Haris... Mending jauh-jauh ya... Bye!" Setelah menghina Hana, Lita pun pergi dengan wajah penuh kemenangan. Setelah Lita pergi, Hana pun pergi meninggalkan klinik yang hampir jadi tersebut. Dengan langkah gontai, Hana berjalan menjauh.

Air mata yang selama ini tadi ditahan akhirnya jatuh juga. "Apa ini rasanya sakit hati akibat laki-laki?" batinnya sedih. Seketika, Hana mengerti apa yang dulu Amir rasakan ketika ia menolak Amir. Mungkin ini hukum karma baginya karena sudah menyakiti hati orang lain. Dengan cepat, Hana pun menghapus air matanya, dan ia pun segera pulang dengan membawa bekal yang ia bawa barusan dan tidak jadi diberikan pada pria itu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!