Ratih yang tidak terima karena anaknya meningal atas kekerasan kembali menuntut balas pada mereka.
Ia menuntut keadilan pada hukum namun tidak di dengar alhasil ia Kembali menganut ilmu hitam, saat para warga kembali mengolok-olok dirinya. Ditambah kematian Rarasati anaknya.
"Hutang nyawa harus dibayar nyawa.." Teriak Ratih dalam kemarahan itu...
Kisah lanjutan Santet Pitung Dino...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom young, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Tertikam asmara
Ratih terbangun dari mimpinya, ia menangis sesengukan sampai kedunia nyata, ia begitu kalut, dengan mimpinya itu. "Ibu melakukan ini karena kamu Nduk," Ratih memeluk lututnya yang bergetar ia kembali menangis.
Ratih mendekap baju peninggalan Sati, dan kain jarik yang juga biasa Sati kenakan, ia begitu rindu dengan sang anak. "Tolong hadirlah Nduk, dalam bentuk apapun, Ibu tidak takut ibu rindu." Ratih terisak, ia mengingat para warga yang bergosip Sati jadi kuntilanak, akan tetapi ia tidak pernah melihat Sati meskipun dalam ujud dan bentuk rupanya sekalipun, Ratih akan tetap memeluknya.
Ratih masih terisak, memeluk baju dan kain jarik peninggalan Sati. Ia merasa kesepian dan rindu yang tidak terhingga. Ia ingin sekali melihat Sati lagi, memeluknya, dan mendengar suaranya.
Tiba-tiba, angin di kamar Ratih berhembus kencang, membuat tirai jendela terbuka. Ratih menatap ke arah jendela, merasa ada sesuatu yang aneh.
"Apa itu...?" gumam Ratih, suaranya bergetar.
Tiba-tiba, suara Sati terdengar, "Ibu..."
Ratih menatap ke arah suara itu, merasa jantungnya berhenti. "Sati...?" katanya, suaranya hampir tidak terdengar.
Suara Sati terdengar lagi, "Ibu, aku ada di sini..."
Ratih berdiri, merasa ada sesuatu yang menariknya. Ia berjalan ke arah jendela, menatap ke luar. Dan kemudian, ia melihat Sati berdiri di bawah pohon, menatap ke arahnya dengan mata yang lembut.
Ratih merasa air matanya mengalir lagi, tapi kali ini bukan karena kesedihan, tapi karena kebahagiaan. "Sati...!" katanya, suaranya bergetar.
Sati tersenyum, lalu menghilang dalam kegelapan. Ratih menatap ke arah itu, merasa ada sesuatu yang aneh. Tapi ia tidak peduli, karena ia tahu bahwa Sati masih ada, dan itu sudah cukup.
Ratih masih tetap mematung disana, ia nampak masih sedang bermimpi, tidak percaya ia melihat bayangan Sati, selepas Adzan subuh ia langsung berlari ke makam pergi berziarah kemakam anaknya.
Ratih berlari ke makam Sati, tidak peduli dengan keadaan sekitar. Ia hanya ingin melihat Sati lagi, memeluknya, dan mendengar suaranya. Ketika ia tiba di makam, ia langsung jatuh berlutut di depan nisan Sati.
"Anakku... Ibu melihatmu, Nduk," kata Ratih, suaranya bergetar. "Ibu tidak percaya, Nduk. Ibu begitu rindu denganmu."
Ratih memeluk nisan Sati, merasa air matanya mengalir lagi. Ia tidak peduli dengan keadaan sekitar, ia hanya ingin berada di dekat Sati.
Tiba-tiba, angin berhembus kencang, membuat daun-daun di sekitar makam berguguran. Ratih menatap ke atas, merasa ada sesuatu yang aneh.
"Apa itu, kamu Nduk?" kata Ratih, suaranya bergetar. "Apa kamu ada di sini, Nduk?" Suaranya terbawa angin karena tidak ada jawaban.
Tiba-tiba, suara Sati terdengar lagi, "Ibu... aku ada di sini..." Hanya Ratih yang mendengar itu, saking rindunya ia sampai berhalusinasi.
Ratih menatap ke arah suara itu, merasa jantungnya berhenti. "Sati...?" katanya, suaranya hampir tidak terdengar.
Ratih merasa ada sesuatu yang menariknya, ia berdiri dan menatap ke arah suara itu. Dan kemudian, ia melihat Sati berdiri di depan makam, menatap ke arahnya dengan mata yang lembut.
Ratih merasa air matanya mengalir lagi, tapi kali ini bukan karena kesedihan, tapi karena kebahagiaan. "Sati...!" katanya, suaranya bergetar.
Sati tersenyum, lalu menghilang dalam kegelapan. Ratih menatap ke arah itu, merasa ada sesuatu yang aneh. Tapi ia tidak peduli, karena ia tahu bahwa Sati masih ada, dan itu sudah cukup.
Tanpa sadar Ratih sudah memeluk tanah kuburan Sati, baju dan kerudung yang ia selampirkan ke pundak kotor karena terkena tanah.
Ratih mengusap wajahnya yang mana terkena sinar matahari pagi, tanpa sadar ia sudah berada diatas tanah kuburan hingga pagi.
Ratih beranjak lemas, karena ia berniat akan membals dendam pada Sinta hari ini juga, dan setelah itu dendamnya tuntas, ia akan di ambil oleh iblis alas siro. Sejak kematian anaknya, Ratih menjadi tidak ada daya upaya untuk melanjutkan hidup ia begitu payah bahkan merasa hidupnya tidak ada artinya lagi.
"Apa gunanya aku hidup kalau tidak ada anak yang membersamaiku!" gumam Ratih meremas paku di tanganya, darah mulai menetes, ia berniat akan balas dendam pagi ini juga, pada Sinta.
Ratih berdiri tertegun, langkahnya lunglai wajahnya yang tadinya lembut dan penuh kesedihan, kini berubah menjadi keras dan penuh kebencian. Ia menatap ke arah desa, merasa ada sesuatu yang ingin ia lakukan. Ia ingin membalas dendam pada Sinta, karena dendam di dadanya begitu membara.
Ratih berjalan menuruni bukit, menuju ke desa. Ia tidak peduli dengan keadaan sekitar, ia hanya ingin mencapai Sinta dan membalas dendam. Ketika ia tiba di desa, ia langsung menuju ke rumah Sinta yang berada di perempatan jalan sana.
Namun tiba-tiba saja pandangan matanya kabur dan tampa sadar Ratih jatuh tidak sadarkan diri ditengah jalan.
Tidak berselang lama, sebuah kendaraan berhenti. Ya, itu Tuan Zacky yang mendapatkan kabar dari Bu lurah kalau Pak lurah meningal dunia, dan kelima pengawal istinya Sinta juga telah tewas. Niatnya ia akan mengunjungi Sinta dan membicarkan hal yang penting dengan istrinya itu.
Akan tetapi saat melihat Ratih tergeletak lemas dijalan ia langsung menolongnya, dan tidak sempat langsung pulang kerumah Sinta.
"Ratih... apa yang terjadi, bangun Ratih, bangun." Saat Tuan Zacky turun dari mobil, ia langsung menepuk pipi Ratih pelan.
"Apa yang terjadi? kenapa tanganya berdarah?" Tuan Zacky melihat tangan Ratih yang mengeluarkan banyak darah.
Beruntung dalam kepanikan itu, Bude Mirah yang baru saja pulang dari pasar melihat Ratih sedang tergeletak lemas dan nampaknya sedang di tolong oleh seorang Pria yang tidak ia kenali.
"Ya Allah Ratih, ada apa ini Mas?" Bude Sukma, bertanya pada Tuan Zacky.
Tuan Zacky mengeleng pelan. "Maaf Mba, saya menemukan Anjani sudah terbujur dijalan ini." Kata Tuan Zacky, karena saat pertemuannya hari lalu Ratih menganti namanya menjadi Anjani.
"Anjani?" lirih Bude Sukma, ia mengerutkan keningnya. Akan tetapi Bude Sukma tidak mau membahas itu. Ia langsung meminta Tuan Zacky segera membawa Ratih kerumahnya, karena wajah Ratih sudah nampak pucat.
Tuan Zacky langsung memasukan tubuh Ratih kedalam mobil, dan beberapa menit berikutnya, mereka sampai di dekat pohon bambu, yang mana akses itu tidak bisa dilewati mobil, tanpa pikir panjang Tuan Zacky langsung membopong tubuh Ratih, melewati hutan bambu, dan jembatan yang dibawahnya mengalir air yang begitu jernih.
Dengan tergesa Bude Sukma sedikit berlari, ia langsung membukakan pintu untuk Tuan Zacky yang sedang membopong Ratih. "Taruh disana saja Mas." Bude Sukma, menunjukan kearah balai, yang disana terdapat amben.
Tuan Zacky langsung menaruh Ratih disana, ia juga semakin takut, karena tubuh Ratih tiba-tiba saja begitu dingin.
pelan pelan aja berbasa-basi dulu, atau siksa dulu ank buah nya itu, klo mati cpt trlalu enk buat mereka, karena mereka sangat keji sm ankmu loh. 😥