Arin adalah perempuan sederhana, manis tapi cerdas. Arin saat ini adalah salah satu mahasiswi jurusan tehnik kimia di fakultas tehnik negeri di Bandung. Orang tua Arin hanyalah seorang petani sayuran di lembang.
Gilang adalah anak orang terpandang di kotanya di Bogor, ia juga seorang mahasiswa di tempat yang sama dimana Arin kuliah, hanya Gilang di jurusan elektro fakultas tehnik negeri Bandung.
Mereka berdua berpacaran sampai akhirnya mereka kebablasan.
Arin meminta pertanggung jawaban dari Gilang namun hanya bertepuk sebelah tangan.
Apakah keputusan Arin menjadi single mom sudah tepat? dan seperti apakah sikap Gilang ketika bertemu putrinya nanti?
Yuuk kita ikuti alur ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yance 2631, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan Gilang
Gilang segera menaiki taksi Grab yang sudah menunggunya, tanpa menghiraukan teriakan Devi istrinya, air mata Gilang pun mengalir di pipinya,
"Hidup gue nggak boleh hancur karena gue punya anak yang harus gue nafkahi, gue janji gue akan lebih baik dari sekarang!" gumam Gilang dalam hatinya.
Tak terasa taksi pun tiba di depan rumah orang tuanya, Gilang langsung masuk ke halaman rumah dan masuk ke ruang tamu..
"Gilang, .. Kamu kenapa nak?" tanya bu Leni. "Mami, maafin aku ya Mi.. Aku keluar dari rumah Devi karena bertengkar hebat, "ujar Gilang sambil bersujud di kaki ibunya.
"Bangun nak, bangun.. Kamu nggak boleh lemah, yuk bangun nak!" ujar bu Leni sambil mengulurkan tangannya. "Ceritakan sama mami masalahmu dengan Devi.."ujar bu Leni.
"Mam, aku.. cape berumah tangga dengan Devi, dia selalu mementingkan dirinya sendiri, suka fitnah aku bilang aku selingkuh, siapa yang nggak sakit hati, emosi, kesal dituduh yang engga engga, dan mertua aku juga intervensi dengan rumah tangga kami, bahkan Devi sampai sekarang belum hamil juga menyalahkan aku Mam.. buktinya aku selama ini sehat, toh buktinya aku punya ALINA kan?" ujar Gilang sambil memeluk ibunya.
Ibu Leni tampak menyimak semua pernyataan Gilang putranya.
"Oh ya, papi mana Mam?" tanya Gilang.
"Papimu tadi abis ngajar, terus ada seminar jadi pulang malam" ujar ibu Leni.
"Gilang, Mami hanya bisa menyarankan apapun keputusan kamu coba kamu pikir ulang lagi, jangan sampai kamu memilih sikap yang salah" ujar ibu Leni.
Gilang pun mengangguk paham.
"Mam, aku ijin tinggal disini lagi ya, sementara.." ujar Gilang. "Tentu nak, kamu boleh tinggal disini selama kamu suka, inikan rumahmu juga" ujar bu Leni.
Tidak lama kemudian pak Bagja pulang, "Lho Gilang? kamu ada disini?" tanya pak Bagja. "Iya Pi, aku disini.. "jawab Gilang.
"Nanti aja mami yang cerita sama papimu," ujar bu Leni sambil mengikuti suaminya ke kamar.
Gilang pun segera naik ke lantai 2 ke kamarnya sendiri sewaktu masih bujangan. Gilang lalu melewati kamar kakaknya yang sudah lama meninggal, ya kakak perempuan Gilang meninggal saat berumur 16 tahun karena kanker darah.
Tak lama kemudian Gilang memasuki kamarnya sendiri, lalu berbaring di kasurnya dulu.. "Mm, masih lebih nyaman disini daripada kamar di rumah Devi.." gumam Gilang.
Gilang pun akhirnya memejamkan mata.
Pagi hari Gilang tampak sudah siap untuk pergi bekerja, dia menghampiri meja makan untuk sarapan..
"Pi, aku ijin tinggal disini sementara ya mungkin mami sudah cerita masalahku.. "ujar Gilang. "Gilang, kamu itu laki-laki kamu harus bersikap tegas, Papi percaya kamu bisa ambil keputusan yang terbaik" ujar pak Bagja.
"Iya Pi, Gilang mohon doanya" ujar Gilang sambil bersiap siap ke kantor. "Kamu naik apa ke kantor sekarang?" tanya pak Bagja. "Gilang mau pesan grab taksi aja Pi, nggak apa apa.." ujar Gilang.
"Kamu pakai mobil Mami aja kalau Mami nggak kemana mana," ujar pak Bagja. "Mi, hari ini mau keluar nggak?" tanya pak Bagja. "Engga Pi, hari ini aku mau masakin Gilang, mami dirumah aja kok, kenapa Pi?" ujar bu Leni.
"Mobil mau dipakai Gilang ya Mi, pinjam dulu" ujar pak Bagja. "Oh iya Pi.. pakai aja" ujar bu Leni, lalu memberikan kunci VW Polonya pada Gilang.
"Makasih ya Mi, pinjam dulu.." ujar Gilang. Lalu kemudian Gilang pun pamit dan pergi ke kantor. Sedangkan pak Bagja menunggu sopirnya datang.
Diperjalanan menuju kantor ponsel Gilang berdering terus menerus, sesaat sambil mengemudi Gilang melihat di layar ponsel nama yang menghubunginya.. Devi dan kemudian mertuanya, Gilang memilih untuk tidak menjawab panggilan telpon itu, Gilang terus mengendarai mobil dengan kecepatan sedang.
Setelah tiba di kantor dan memarkirkan mobilnya Gilang pun masuk ke kantor menuju ruangannya, dan Gilang memulai harinya dengan meeting dan lain lain.
Hari pun menjelang sore, Gilang teringat tentang rencananya membeli sebuah rumah yang ada di komplek perumahan Arin, "Mudah-mudahan ada yang cocok rumah disana, supaya gue bisa lebih dekat dengan Alina" gumam Gilang dalam hati.
Setelah selesai absen fingerprint Gilang pun pulang kembali menuju rumah Papinya. "Santai ajalah nyetir, enak sore sore begini.." gumam Gilang, tak berapa lama ia pun tiba di rumah orang tuanya.
Gilang juga melihat ada mobil mertuanya di depan halaman, Gilang langsung memarkirkan mobil maminya di garasi lalu berjalan ke dalam rumah,
"Assalamualaikum,.. "sapa Gilang, lalu mencium punggung tangan Maminya dan juga kedua mertuanya.
"Aak.. "sapa Devi, tapi Gilang hanya menoleh sebentar dan berjalan pelan naik ke lantai 2 menuju kamarnya untuk berganti baju dan kembali ke ruang keluarga.
"Lang, duduk sini.. "ujar bu Leni, Gilang pun duduk di samping maminya.
"Mohon maaf bu Leni, kami semua datang untuk selesaikan masalah anak anak kita, saya tahu Gilang bisa memahaminya," ujar pak Taufik papanya Devi.
Gilang mendengar itu langsung bicara,
"Pah, saya mencintai Devi, tentu saya juga belajar memahami sifat dan karakter Devi, tapi sebaliknya Devi tidak mau mencoba belajar memahami saya sebagai suami, Devi merasa bisa mengatur hidup saya, bahkan sampai masalah Hp saya diatur, emosinya labil, egois, saya banyak mengalah mengikuti kemauannya, tapi sudahlah.. saya coba turuti keinginan Devi sekarang.." ujar Gilang dengan panjang lebar.
"Aak, kalo aak menjauhi aku karena aku nggak hamil hamil kenapa aak juga nggak periksa ke dokter?, siapa tahu aak bermasalah.." ujar Devi santai.
"Apa Dev kamu barusan bilang?", Saya nggak masalah kamu belum juga hamil mungkin belum rejeki tapi.. sifat kamu yang selalu curiga itu saya nggak SUKA, semuanya kamu atur menurut keinginan kamu, saya nggak suka di kekang saya laki-laki Dev.. Sayalah yang punya wewenang di rumah tangga bukan KAMU..
Keluarga kamu mungkin lebih wealthy, lebih kaya dari Papiku.. Fine!, tapi bukan artinya kamu bisa seenaknya gitu.." ujar Gilang.
"Ak, aak belum jawab pertanyaan aku.. Aak harus juga periksa ke dokter" ujar Devi.
"Aku rasa aku nggak perlu ke dokter Dev, 100% sehat, aku lebih tahu kondisi ku sendiri dari orang lain!" ujar Gilang dengan nada meninggi.
"Sudahlah Dev, jangan memaksakan kehendak kamu terus.." ujar pak Taufik menengahi kami berdua. Devi pun mulai menangis.
"Apa sebenarnya mau kamu sekarang?" tanya Gilang. "Aku mau aak pulang ke rumah, itu aja" ujar Devi.
"Kalau seandainya aku nggak mau, sikapmu mau gimana?" ujar Gilang.
"Aaaaahh pokoknya aku mau aak pulang, titik!" ujar Devi seperti anak kecil.
"Pah, cobalah lihat Devi tolong didik dia jadi perempuan dewasa.." ujar Gilang kepada papa mertuanya.
Kedua orang tuanya hanya terdiam, melihat tingkah Devi yang masih seperti anak kecil.
"Saya mohon maaf Pah, Mah.. kalau laki-laki sudah keluar dari rumah berarti secara nggak langsung laki-laki itu sudah menggugat CERAI istrinya, menikah itu mencari kenyamanan tapi selama saya MENIKAH dengan Devi sedikitpun saya tidak merasa nyaman, walaupun semuanya ada, rumah, kendaraan, motor...,
"Saya capek Pah, saya ingin berpisah dengan Devi Pah.. Saya akan segera mendaftarkan perceraian ini ke pengadilan Agama"
"Selamat sore.. Saya ada urusan, ada hal yang lebih penting yang harus saya kerjakan, dengan tidak mengurangi rasa hormat saya.. "ujar Gilang.
Gilang pun berdiri dari samping maminya, lalu keluar rumah dan segera menuju taksi online yang sudah di pesannya.
Devi pun menangis histeris, mirip seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan atau permen. Pak Taufik dan istrinya juga tidak bisa berbuat apa-apa dengan sikap Devi..
Bu Leni juga kaget melihat itu, tapi dia memahami betul putranya.
Sementara Devi masih menangis dia ditenangkan oleh ibunya, dan kemudian mereka pun berpamitan pada ibu Leni., keputusan Gilang untuk berpisah dengan Devi memang adalah hak Gilang.. seperti papinya pernah bilang sebelumnya, "seorang laki-laki harus tegas.. dan bertanggung jawab atas semua keputusan apapun yang dilakukan."
Di ruang rawat inap anak VIP rumah sakit, Alina terlihat sudah bisa makan dan HBnya pun normal kembali, dan dokter juga mengabarkan bahwa Alina bisa pulang besok.
"Ambu, menu makan malamnya enak deh dagingnya manis empuk juga soupnya gurih" ujar Alina. Arin pun mengangguk sambil mengusap kepala dan rambut Alina.. "kalau memang enak dan kamu suka, habiskan ya makannya.."ujar Arin sambil terus menyuapi putrinya.
"Teh, ayah mau keluar sebentar.. kamu atau eneng mau nitip apa?" tanya pak Ahmad.
"Eneng mau semangka engki, sama anggur hijau" ujar Alina semangat. "Siap geulis... "ujar pak Ahmad pada cucunya.
Lalu pak Ahmad pun keluar dari ruangan.
Arin yang masih bertanya-tanya tentang kedekatan Alina dan Gilang bertanya,
"Eneng, ambu mau tanya.. kok eneng bisa tiba tiba kenal dengan Om yang kemarin? siapa namanya?" tanya Arin.
"Ooh, itu .. Om Rayhan namanya, eneng sudah 2 kali ditraktir es krim di warung ateu Ine," ujar Alina dengan polos.
Arin pun berpikir jika Gilang sengaja memata matai dirinya dan Alina,..
"Ceritanya gimana neng kok bisa kamu dijajanin bukannya ambu sudah kasih uang untuk kamu jajan?" tanya Arin kepo.
"Eneng kan ceritanya waktu itu mau beli es krim ya ke warung ateu Ine, teruuuus disitu ada Om Rayhan dia lagi ngopi, Om Rayhan tanya 'eneng siapa namanya..' terus eneng kenalan deh sama Om Rayhan, dan Om Rayhan bayarin semua es krim eneng'.. gitu ambu, kan ambu pernah bilang 'jangan mau di jajanin sama orang yang eneng nggak kenal, tapikan Om Rayhan baik.. terus kita kenalan ambu, jadinya kenal deh kita.." ujar Alina lucu menjelaskan dengan cerdas detail perjumpaannya dengan Gilang.
Arin pun mengangguk, lalu tersenyum sendiri.. Arin tahu Alina cerdas.. apa yang diajarkan olehnya kepada Alina di terima sangat baik, "Dasar anak anak sekarang ada ada saja jawabannya.." gumam Arin.
*********