Mikayla gadis cantik berusia 19 tahun ini harus menjadi Kekasih Kontrak seorang Dosen, selain menjadi Pacar kontrak ia juga harus menjadi budak ranjang Dosen nya yang bernama Theo Felix yang berumur 29 tahun. Wajah tampan nya memang memikat hati semua kaum hawa, namun sikap nya yang Arogan membuat Mikayla harus banyak bersabar demi kesembuhan Nenek nya yang sedang berada di rumah sakit. Theo selalu melampiaskan kekesalan nya kepada Mikayla, padahal semua itu di sebabkan oleh kelakuan Chealsea yang selama ini mengikatnya tanpa hubungan yang pasti. Sikap Theo yang munafik membuatnya tidak sadar wanita mana yang ia cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fitryas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19
Mikayla tertidur di atas kursi dengan kepala yang menyandar dan menggenggam lengan sang nenek yang tengah berbaring di atas ranjang rumah sakit.
Sudah sejak dua jam yang lalu dia seperti itu membuat Ronal dan kedua pelayanya hawatir.
Mikayla terus menangis tanpa bersuara bahkan tanpa meneteskan air mata.
“Dimana dia?!” Tanya Theo yang baru saja sampai, Lala dan Lili langsung menunduk sementara Ronal ia menghadap tuannya sambil menunjuk ke arah ruangan dengan pintu yang tertutup.
“Nona Mika ada di dalam tuan.” Ucap Ronal, dengan segera Theo berjalan masuk kedalam tanpa melihat situasi di sana.
Dia hanya pokus menatap tubuh Mikayla yang terlihat lemah, di tariknya lengan Mikayla hingga wanita itu terbangun dan membuka matanya dengan tubuh yang sudah berdiri karena tarikan yang di lakukan Theo.
“Kau mau lari kemana? Jangan berulah dan tetap diam di sampingku!” Ancam Theo dengan sorot mata tajam dan lengan yang mencengkram rahang Mikayla.
“Tolong lepaskan aku, aku tidak akan lari kemanapun. Setidaknya perlakukan aku dengan baik di depan nenekku.” Ucap Mikayla dengan nada lemah.
Theo melirik ke samping, dia baru sadar jika Mikayla berada di ruang inap neneknya. Theo pun melepaskan cengkramanya dan menatap sisa air mata di pipi Mikayla.
Emosi yang sejak tadi melandanya karena mendengar kabar Mikayla menghilang kini mulai mereda, pria temperamental itu terdiam ia merasa bersalah saat melihat wanitanya menangis di depan neneknya yang tidak sadarkan diri.
Theo tidak bermaksud bersikap kasar, dia hanya takut jika Mikayla lari dari tugasnya.
Seperti apa yang kakeknya bilang jika wanita akan pergi meninggalkanya saat sudah mendapatkan apa yang mereka mau.
Itu sebabnya di pikiran Theo hanya ada Mikayla yang akan lari darinya.
Mikayla lalu menatap pada Neneknya, memeluk tubuh yang sedang berbaring itu, lalu mencium kedua pipi dan kening sang nenek.
“Aku akan kembali dan menemani nenek saat operasi nanti, jaga dirimu baik-baik nek.” Ucap Mikayla.
Mereka pulang dalam diam, tidak ada satu orang pun yang berbicara di antara mereka berdua. Ronal yang tengah sibuk menyetir juga memilih bungkam. Membiarkan sepasang anak manusia itu tenggelam dalam keheningan.
Sejak keluar dari rumah sakit, Mikayla memilih bungkam dan menatap ke luar jendela. Meski begitu, air mata yang meleleh di pipinya mengutarakan betapa kacau perasaan gadis itu saat ini.
“Kayla…” Theo tiba-tiba bersuara berat dan datar, tapi sarat akan emosi.
Mikayla masih setia bergeming, matanya menatap ke jalanan dengan posisi yang masih sama.
Dua detik kemudian, dia menoleh ke arah Theo yang tengah memandangnya dengan tatapan yang tak dapat diartikan.
Perlahan, tangan Theo menuju ke arah wajah Mikayla dan menyelipkan rambut yang menghalangi wajah gadis itu.
“Kayla?” Tanya Theo lagi, karena wanita itu tiba-tiba memundurkan tubuh, menciptakan jarak dengan nya semakin mepet ke arah pintu mobil demi menjauhi dirinya.
Melihat gadis itu berbuat demikian, Theo merasa terhina. Dengan satu gerakan, ia menarik tangan Mikayla hingga gadis itu jatuh di dadanya. Theo mendekap Mikayla semakin erat ketika dirasakannya tubuh gadis itu bergetar.
"Aku benci padamu" Mikayla berujar tiba-tiba.
Theo menghela napas, entah kenapa, energinya berkurang drastis setelah Mikayla dinyatakan menghilang.
"Berhentilah berpikir jelek tentangku, Mikayla. Aku hanya meminta apa yang sudah menjadi milikku, karena kamu juga sudah mendapatkan apa yang menjadi milikmu. Bukankah begitu?"
Mikayla tertegun, kali ini ucapan Theo benar.
Theo menunduk menatap Mikayla yang semakin bergetar di dalam dekapanya, wanita itu terisak dengan pipi dan hidung yang semakin memerah.
“Kamu jahat…” lirih Mikayla, tidak ada kata-kata lain yang keluar dari bibir mungilnya.
Hanya air mata yang menunjukan isi hatinya, rasa kecewa dan kesal bercampur aduk.
“Jangan berkata seperti itu, Kay—“
“Menjauhlah!” Pekik Mikayla mendorong dada bidang pria yang mendekapnya.
Tepat saat mobil itu berhenti di parkiran apartemen nya, Theo langsung menggendong Mikayla dan membawanya keluar dari mobil itu.
“Lepaskan! Tolong turunkan aku!” Pekik Mikayla, terus meronta-ronta berusaha memukul dada bidang Theo agar segera di turunkan, namun tidak berarti apapun karena tenaga Mikayla terlalu lemah untuk melawan pria itu.
Hingga akhirnya mereka sampai di dalam kamar, Theo pun menghempaskan tubuh Mikayla di atas ranjang.
“Jangan menolak ku, aku akan memperlakukanmu dengan lembut.” Ucap Theo dengan nada rendahnya, ia menatap sayu wanita yang tergeletak di atas ranjang itu.
Dan mulai membelai pipi merah Mikayla. “Jangan menangis lagi, aku tidak suka.” Ucapnya.
Mikayla menatap sorot mata pria itu, teduh tanpa emosi. Bibirnya mulai menempel di bibir ranum milik Mikayla, Theo mulai menjulurkan lidahnya untuk masuk kedalam rongga mulut wanita itu.
.
To be continued…