Nova Spire, seorang ahli medis dan racun jenius, tewas tragis dalam ledakan laboratorium saat mencoba menciptakan obat penyembuh paling ampuh di dunia. Tapi kematian bukan akhir baginya—melainkan awal dari kehidupan baru.
Ia terbangun dalam tubuh Kaira Frost, seorang gadis buta berusia 18 tahun yang baru saja meregang nyawa karena dibully di sekolahnya. Kaira bukan siapa-siapa, hanya istri muda dari seorang CEO dingin yang menikahinya demi tanggung jawab karena membuat Kaira buta.
Namun kini, Kaira bukan lagi gadis lemah yang bisa diinjak seenaknya. Dengan kecerdasan dan ilmu Nova yang mematikan, ia akan membuka mata, menguak kebusukan, dan menuntut balas. Dunia bisnis, sekolah elit, hingga keluarga suaminya yang penuh tipu daya—semua akan merasakan racun manis dari Kaira yang baru.
Karena ketika racun berubah menjadi senjata … tak ada yang bisa menebak siapa korban berikutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kunjungan Sekolah
Jam pelajaran olahraga telah dimulai. Para siswa terlihat berjalan beriringan menuju lapangan belakang Sky International School. Di antara mereka, tampak Kaira dan Deilin berjalan berdua di koridor panjang. Seragam olahraga mereka terlihat rapi, dan keduanya tampak mencolok dibandingkan siswa lainnya.
"Aduh!" Deilin tiba-tiba meringis memegangi perutnya.
Kaira mengangkat salah satu alisnya. "Kau kenapa?"
"Perutku sakit. Aku harus ke toilet sebentar," jawab Deilin sambil menghentikan langkah.
Kaira mengangguk pelan. "Baiklah. Aku tunggu di depan saja."
Deilin pun masuk ke toilet perempuan, sementara Kaira berdiri dengan tenang di depan pintu, memegang tongkatnya.
Namun, belum genap dua menit, seseorang tiba-tiba menarik tubuh Kaira dari belakang. Sebuah tangan kasar membungkam mulutnya dengan kain, menariknya ke arah lorong kosong di sisi lain gedung.
Kaira tidak berontak, hanya diam sambil matanya menyipit dingin. Wajahnya tetap tenang, seolah tahu siapa yang ada di balik aksi ini.
Beberapa menit kemudian, Deilin keluar dari toilet sambil merapikan rambutnya. Wajahnya tampak lega.
Namun, ketika menyadari bahwa Kaira tidak lagi berada di tempat semula, alis Deilin langsung mengerut tajam.
“Kaira?” panggilnya sambil menoleh ke kiri dan kanan.
Tidak ada jawaban.
Wajah Deilin mulai menunjukkan tanda-tanda kekhawatiran. Ia berjalan beberapa langkah ke arah lorong, hendak mencarinya, ketika tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya dari belakang.
“Kamu mencari seseorang?” suara itu tenang.
Deilin langsung menoleh. “Kaira!” serunya lega. “Ke mana saja kau? Aku kira sesuatu terjadi.”
Kaira tersenyum tipis. “Tenang saja, aku hanya berjalan-jalan sebentar.”
Deilin memicingkan mata curiga. “Berjalan-jalan? Dalam waktu sesingkat itu?”
Kaira menyentuh ujung tongkatnya dan menjawab santai, “Nanti kau juga akan tahu.”
Deilin menghela napas. “Jangan menakutiku seperti itu lagi. Kalau terjadi sesuatu, katakan padaku.”
“Baik, nona pengawal pribadi,” jawab Kaira sambil tersenyum geli.
Keduanya kemudian melanjutkan langkah menuju lapangan. Namun, tatapan mata Kaira masih dingin, menyimpan sesuatu yang belum terungkap.
*****
Di lapangan belakang Sky International School, para siswa sedang melakukan pemanasan. Kaira dan Deilin berdiri bersebelahan di barisan depan, mengikuti instruksi guru olahraga yang berdiri di tengah lapangan.
Meski penglihatannya telah hilang, Kaira tetap bergerak dengan tenang dan tepat, seolah-olah tidak memiliki kekurangan apa pun.
"Langkahkan kaki ke kiri, tarik napas ... dan tahan!" suara pelatih terdengar lantang.
Kaira mengikuti gerakan dengan lancar. Deilin melirik sejenak ke arah Kaira, tersenyum tipis, lalu kembali fokus pada gerakan peregangan.
Sementara itu, di sisi depan sekolah, suasana tampak berbeda. Para anggota yayasan, kepala sekolah, dan beberapa guru sudah berbaris rapi di depan gerbang utama. Wajah-wajah mereka tampak tegang, menandakan kedatangan seseorang yang sangat penting.
Beberapa saat kemudian, sebuah mobil mewah berwarna hitam matte berhenti perlahan di depan gerbang. Seorang pengawal bersetelan jas hitam segera melangkah maju dan membuka pintu mobil dengan sigap.
Dari dalam mobil, seorang pria tampan dan berwibawa turun dengan langkah tenang. Wajahnya dingin, dan sorot matanya tajam. Ia mengenakan setelan hitam elegan tanpa cela. Dialah Sky Oliver Dalton, pemilik Sky International School, sekaligus tokoh berpengaruh di dunia bisnis dan bawah tanah Elyndor.
“Selamat datang, Tuan Sky,” ucap Ketua Yayasan dengan membungkuk hormat.
“Senang Anda dapat kembali ke sekolah ini, Tuan,” sambung Kepala Seksi Akademik.
Sky hanya mengangguk singkat tanpa berkata apa pun. Di sampingnya, seorang pria berkacamata dengan tablet di tangannya melangkah mengikuti. Ia adalah Jerry, asisten pribadi Sky.
“Laporan jadwal inspeksi hari ini sudah saya susun, Tuan,” bisik Jerry pelan sambil menyerahkan tablet.
Sky menerima tablet itu sekilas, lalu melanjutkan langkahnya masuk ke area sekolah.
Di belakangnya, para guru yang tidak sedang mengajar mengikuti dengan langkah tertib. Beberapa guru wanita tampak sibuk membenahi rambut dan pakaian mereka, berharap bisa menarik perhatian sang pemilik sekolah yang tampan dan berkharisma.
“Dia lebih tampan dari foto-foto di majalah bisnis,” bisik salah satu guru wanita pada temannya.
“Dan lebih dingin juga,” balas temannya sambil menahan senyum kagum.
Sky tetap berjalan lurus, wajahnya tidak menunjukkan ketertarikan pada suasana di sekitarnya. Tatapannya dingin, penuh perhitungan. Ia bukan hanya datang untuk inspeksi—ada sesuatu yang lebih besar sedang ia awasi di sekolah ini.
🍃🍃🍃🍃
Di dalam ruang rapat utama Sky International School, suasana terasa sangat tegang. Sky Oliver Dalton duduk di kursi utama, dengan wajah tanpa ekspresi, memeriksa tumpukan dokumen keuangan, laporan pembangunan, serta data siswa dan staf.
Di sekelilingnya, Ketua Yayasan, Kepala Sekolah, serta beberapa staf senior duduk dengan penuh kekhawatiran. Tak satu pun dari mereka berani membuka suara tanpa diminta.
Sky meletakkan salah satu berkas, lalu mengangguk singkat. “Untuk sementara, laporan keuangan terlihat bersih. Tapi saya akan meminta tim audit pribadi saya melakukan pengecekan lanjutan,” ucapnya tenang, namun penuh tekanan.
“Ya, tentu, Tuan Sky. Kami siap bekerja sama sepenuhnya,” jawab Ketua Yayasan dengan cepat sambil sedikit menunduk.
Sky bangkit dari tempat duduknya. “Saya ingin melihat langsung bangunan yang baru selesai direnovasi,” ucapnya.
“Dengan senang hati, Tuan. Mari kami antar,” sahut Kepala Sekolah dengan sigap.
Rombongan itu pun bergerak keluar dari ruang rapat. Ketua Yayasan berjalan di sisi Sky sambil menjelaskan dengan rinci setiap bagian gedung yang mereka lewati.
“Bangunan ini dulunya ruang laboratorium lama, sekarang telah direnovasi menjadi gedung seni dan multimedia. Semua alat telah diperbarui, dan sistem keamanannya mengikuti standar internasional,” jelas Ketua Yayasan.
Sky mengangguk singkat, namun matanya tajam memeriksa setiap sudut bangunan.
Tiba-tiba, dari lantai atas gedung, terdengar suara keras.
Brugh!
Sebuah tubuh terjatuh dari lantai tiga ke area tengah gedung.
Jeritan histeris langsung terdengar dari para guru wanita yang berjalan di belakang.
“Ya Tuhan! Itu … itu siswa!”
“Ada yang jatuh!”
“Cepat hubungi tim medis!”
Sky berdiri mematung beberapa detik, menatap tubuh siswa yang kini tergeletak di lantai dengan darah mulai merembes keluar. Wajahnya tetap dingin, tapi sorot matanya menggelap penuh kemarahan.
Jerry, sang asisten, segera memberi perintah.
“Keamanan! Segera sterilkan area ini! Hubungi ambulans dan tim investigasi internal!”
Para pengawal pribadi Sky langsung bergerak cepat, membentuk barisan mengelilingi tubuh siswi yang jatuh dan menahan siapa pun yang mendekat.
Ketua Yayasan tampak pucat pasi. “Tu … Tuan Sky … kami benar-benar tidak tahu–”
Sky menoleh padanya dengan tatapan tajam.
“Seorang siswa bunuh diri di lingkungan sekolah saya. Itu berarti ada kelalaian besar di dalam sistem pengawasan kalian.”
Suara Sky rendah, tapi tegas dan mengandung ancaman.
Kepala Sekolah segera angkat bicara, suaranya bergetar. “Kami akan menyelidikinya segera, Tuan. Kami tidak menyangka hal seperti ini terjadi .…”
Sky menatap kembali tubuh siswa itu, lalu menghela napas dalam-dalam. “Sekolah ini seharusnya menjadi tempat aman bagi para siswa. Bukan tempat kematian.”
Setelah itu, ia berjalan perlahan menjauh dari kerumunan, diikuti oleh Jerry. Suasana sekolah berubah kacau. Guru-guru panik, para staf saling menelepon, dan suasana mencekam menyelimuti seluruh lingkungan Sky International School.
seirinh wktu berjlan kira2 kpn keira akan bis melihat yaaa
ya panaslah masa enggak kaira tinggl di rumah keluarga fros aja panas padahal tau kalo kaira di sana tidak di anggap,apa lagi ini bukan cuma panas tapi MELEDAK,,,,,,