Menjalin asmara bertahun-tahun tak menjanjikan sebuah hubungan akan berakhir di pelaminan.
Begitulah yang di alami oleh gadis bernama Ajeng. Dia menjalin kasih bertahun-tahun lamanya namun akhirnya di tinggal menikah oleh kekasihnya.
Namun takdir pun terus bergulir hingga akhirnya seorang Ajeng menikahi seorang duda atas pilihannya sendiri. Hingga akhirnya banyak rahasia yang tidak ia ketahui tentang suaminya?
Bagaimanakah Ajeng melanjutkan kisahnya??
Mari kita ikuti kisah Ajeng ya teman2 🙏🙏🙏
Selamat datang di tulisan receh Mak othor 🙏. Mohon jangan di bully, soale Mak othor juga masih terus belajar 😩
Kalo ngga suka ,skip aja jangan kasih rate buruk ya please 🙏🙏🙏🙏
Haturnuhun 🙏🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Nyaman
"Ini jenongnya kenapa memar begini, Lis? Pasti sakit ya?" tanya Ajeng yang baru ngeuh saat menyingkap poni tebal di kening Khalis.
"Atit datoh!" jawabnya.
"Ya ampun sampe memar begini. Lain kali hati-hati, Lis! Ya?" Ajeng menyisir rambut panjang sebahu milik Khalis. Gadis kecil itu baru selesai mandi. Tadi Bhumi memang membawakan kebutuhan pribadi milik Khalis.
"Uum Bu!" jawab Khalis.
Ajeng tersenyum gemas karena sikap Khalis yang begitu tenang dan penurut. Ia tak keberatan Khalis memanggilnya 'Bu'. Entah kenapa dia nyaman saja mendapat panggilan itu dari Khalis. mungkin karena ia merasa iba dengan nasib gadis kecil itu yang kehilangan sosok ibunya.
Setelah mandi, Ajeng mengajak Khalis duduk di teras depan gerbang utama kediaman Haji Udin.
Ajeng menyuapi Khalis dengan makanan yang tadi Ega bawa saat pulang kerja. Ya...biasa begitu. Pulang kerja, ngadu soal pak Yos habis itu pulang ke kost nya.
Jam lima sore, Bhumi sampai di depan rumah kost Ajeng. Lelaki gagah dan tampan itu menyapa putri kesayangannya juga Ajeng.
"Anak ayah udah cantik, udah mandi?''
Khalis hanya mengangguk pelan sambil mangap minta di suapi lagi oleh Ajeng.
Ajeng pun menyuapi Khalis dengan begitu telaten. Khalis makan dengan lahap dan wajahnya tampak begitu ceria.
"Maaf sudah merepotkan mu Jeng!" kata Bhumi. Ajeng menggeleng pelan.
"Sama sekali ngga repot. Aku seneng, ada temen main" jawabnya.
Melihat kamu Jeng, aku seperti melihat bundanya Khalisa.
"Oh iya mas. Dari tadi pagi Khalis mau bicara kok! Dia juga merespon ucapan ku. Aku rasa Khalis masih bisa bicara normal seperti yang lain tanpa perlu di ajak ke terapis deh mas. Yang penting dia sering di ajak komunikasi aja. Dulu almarhum adikku juga begitu mas."
Bhumi yang masih terkesima dengan Ajeng, tampak tak mendengarkan ucapan Ajeng.
"Mas ...mas Bhumi?" Ajeng mengibaskan tangannya di depan Bhumi.
"Eh....?? Iya, kenapa Jeng?"
"Ngga apa-apa."
Jawab Ajeng singkat. Khalis menghabiskan makanannya dengan sangat baik. Makan banyak dan lahap adalah salah satu pencapaian terbaik Khalis. Karena selama ini ibunya bilang, Khalis tidak mau makan.
"Pamit dulu sama tante!" ajak Bhumi pada putrinya. Sayang, Khalis menggelengkan kepalanya.
Khalis menolak Diajak pulang oleh Bhumi. Ya bocah itu hanya mau bersama Ajeng. Tangannya melingkar kencang di leher Ajeng sekolah mereka akan dipisah jauh.
"Khalis tidak boleh nakal kasihan Tante Ajengnya pasti lelah dari pagi menjaga Khalis Besok-besok kamu bisa main lagi sayang."
Dengan berbagai bujukan akhirnya Khalis bisa mau diajak pulang oleh ayahnya.
💐💐💐💐💐💐
Bu Jaenah membuatkan secangkir kopi untuk suaminya. Ternyata dia baru pulang dari kediaman Ranu untuk membantu mendirikan tenda tungku dapur belakang rumah.
"Lain kali kalau dibawain makanan kayak gini jangan mau dong Pak ! Di sini juga sayang nggak dimakan kan tahu sendiri kita cuma berdua di rumah"
"Biasanya juga bawa nasi berkat ngga apa-apa Bu. Apa gara-gara ini dari Ranu, begitu?" tanya pak Amri.
Bu Jaenah menghela nafas panjang. Dia memilih duduk di samping suaminya.
"Pak. Bisa ngga sih kalau kebaikan bapak tuh sewajarnya saja. Bapak ngga lupa kan apa yang udah Ranu perbuat sama anak kita. Bukan hanya bikin sakit hati pak, tapi juga bikin malu!"
Pak Amri mengusap bahu perempuan yang sudah menemaninya selama dua puluh lima tahun itu.
"Kalau kita ikhlas, sakit hati itu akan hilang dengan sendirinya kok. Ibu bisa liat sendiri kan, bahkan Ajeng baik-baik aja!"
Bu Jaenah meremas ujung jilbab bergonya.
"Bu, apa yang harus membuat kita malu? Ajeng dan Ranu saja belum ada ikatan yang jelas. Hanya pacaran bertahun-tahun yang sebenarnya kita tahu kalau itu tidak menjamin kelanggengan sebuah hubungan apalagi bukan hubungan yang sah secara agama dan negara."
"Tapi ibu masih sakit hati tahu pak! Ibu udah berusaha untuk ikhlas. Kenapa mereka melakukan ini sama anak kita pak!"
Pak Amri merangkul bahu istrinya.
"Ibu pasti dengerin omongan orang-orang ya? Udah ya Bu, jangan di ambil hati. Biarkan saja mereka ngomong apa!"
"Kalo mereka pada ngomongin anak kita yang udah pacaran lama, pasti udah ngga per****. Emang bapak ngga sakit hati?"
Pak Amri akhirnya tahu akar pemicu keresahan istrinya.
"Tapi ibu percaya kan kalau anak kita bisa menjaga dirinya?" tanya Pan Amri. Bu Jaenah menatap suaminya.
"Bu, terserah tetangga mau bicara apa. Yang penting kita percaya kalau Ajeng masih mempertahankan harga dirinya. Ya Bu?"
Hanya helaan nafas yang keluar dari bibir perempuan yang hampir menginjak usia lima puluh tahun itu.
"Wis, ngga usah di ambil hati. Kita ngga bisa mengendalikan pikiran orang lain untuk sepaham dengan kita."
Bu Jaenah hanya bisa mengiyakannya dengan anggukan.
"Mau sebaik apa pun kita, tetap terlihat buruk di mata para pembenci. Begitu pula sebaliknya! Jadi, lebih baik kita berusaha memperbaiki diri sendiri dulu!" kata pak Amri.
💐💐💐💐💐💐💐
terimakasih selamat sahur 🙏🙏🙏
km tuh cm gede mulut doank resti... tpi kenyataan nol besar... krja gaji cm cukup buat beli make up... tpi songongmu g ktulungan...
biar tau rasa tuh ibumu yg pilih kasih...