Aira harus menelan pil pahit, ketika Andra kekasih yang selama ini dicintai dengan tulus memilih untuk mengakhiri hubungan mereka, karena terhalang restu oleh orang tua karena perbedaan keyakinan.
padahal Aira sedang mengandung anak dari kekasihnya.
apakah Aira akan mampu bertahan dengan segala ujian yang dihadapinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arij Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 15
sekarang saatnya kita beralih ke Aira terlebih dahulu, kita tinggalkan Andra yang masih menangis bombay dalam penyesalannya.
...****************...
Sedangkan Aira, saat ini pesawat yang ditumpanginya akhirnya mendarat setelah mengudara lebih dari 1 jam di Bandara Udara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang. Dia merasa lega, karena tidak ada kendala yang terjadi dalam perjalanannya tadi.
Dia takut kalau seandainya terjadi hal yang tidak-tidak saat pesawat terbang tinggi. sia mengusap-usap dadanya dengan perasaan lega, dalan batinnya dia mengucap syukur, "Alhamdulillah, untung aku selamat."
Dia menunggu penumpang keluar terlebih dahulu semua, baru akan turun. dia tidak ingin berdesak-desakkan saat keluar.
Aira berjalan keluar dengan pelan. setelah menuruni tangga pesawat Aira kembali berucap dalam hati "selamat datang hidup baruku, selamat datang kebahagian."
sedangkan di pintu kedatangan, keluarga Om Erik sudah menunggunya, sudah dari satu jam yang lalu dia menunggu. Dia menoleh ke kanan dan kekiri untuk melihat Aira dan kakaknya.
"dimana ya mereka? Padahal pesawatnya sudah mendarat, tapi kok belum muncul juga!" ucap Om Erik dengan gelisah.
"sabar lah mas, mungkin mereka masih menunggu bagasi," jawab istri om Erik.
"duduk ajalah mas, awak capek tengoknya, kau udah macam setrika aja, nanti juga kelihatan kalau sudah keluar," lanjut sang istri.
Mendengar ucapan istrinya, akhirnya dia duduk kembali. menunggu dengan tenang kedatangan kakak dan keponakannya.
Sedangkan yang ditunggu masih berdiam tak jauh dari pesawat, dia malah sedang asyik melihat-lihat pemandangan disekitar pesawat.
"Aira, Aira, he Aira ! , ucap bapaknya agak sedikit keras karena Aira malah asyik melamun.
Aira kaget, dia kembali tersadar, "eh... iya pak! kenapa Pak?"
"kuwe Ki Lo Nduk, Malah ngelamun wae, ayo cepetan rek age mlaku, wes ditunggu om Ki Lo ( kamu itu lo Nduk, malah melamun terus, ayo cepetan jalannya, sudah ditunggu sama Om Lo! ) " tegur Bapak.
"he he he, iya Pak, maaf."
Dengan cepat Aira menyusul Bapaknya, Dia tidak ingin mendapat teguran kembali karena ulahnya.
mereka berjalan beriringan menuju tempat pengambilan bagasi kabin. Mereka akhirnya keluar. di pintu kedatangan bapak sudah yang melihat adiknya, kemudian menghampiri. Aira hanya mengekor di belakangnya sambil menarik koper.
"Erik! " bapak memanggil om Erik dengan suara yang agak keras.
mendengar namanya dipanggil, dia berdiri dan menghampiri kakanya itu, mereka berpelukan, selayaknya Teletubbies.
Mereka berdua berpelukan melepas rindu karena sudah lama tidak bertemu.
"mas Hamdan, akhirnya Sampai juga di Palembang, Kabar mas dan keluarga sehat?" tanyanya.
"Alhamdulillah, mas dan keluarga sehat," jawabnya.
Aira yang datang dari belakang, dia mencium punggung tangan Bu lek dan om nya setelah mereka melepas pelukannya. kemudian langsung menuju perjalan menuju rumah Mereka.
Sesampainya dirumah yang sederhana dengan 3 kamar tidur ini.
"assalamualaikum," semua setempat mengucapkan salam.
"ayo, ayo silahkan masuk ke gubug kami," Om Erik menuntun mereka ke dalam.
"silahkan duduk, gak usah sungkan ya, anggap rumah sendiri, terutama kamu ya Aira, kan nanti akan tinggal disini, semoga betah."
mereka mengistirahatkan badan sebentar diruang tamu, berbincang-bincang sebentar.
"mah, tolong antarkan Aira ke kamar, agarueu bisa istirahat, kasihan dia kecapean," om Erik menyuruh istrinya, karena melihat keponakannya kecapean.
"iya mas."
"ayo Aira,Bu lek tunjukkan kamarnya," Bu lek mengajak Aira untuk masuk kamar.
Aira patuh, berjalan mengikuti dari belakang sambil menarik kopernya. Mereka berjalan menuju kedalam, mereka melewati beberapa ruangan, dan ternyata kamar Aira berada dibelakang, dekat dengan dapur.
"nah, ini kamarnya, semoga suka ya Aira," Bu lek membuka kamar yang paling ujung.
"Bu lek kembali kedepan ya Aira, silahkan istirahat," setelah itu pergi meninggalkan untuk istirahat.
Aira melihat-lihat isi kamarnya, kamarnya nyaman dan bersih, ada jendelanya juga. pandangan matanya tertuju pada jendela itu, Aira menghampirinya dan membuka jendela tersebut, seketika angin menerpa wajah dan rambutnya. ternyata ada taman kecil disamping kamarnya.
"wah... Cantiknya, segar dan bagus sekali bunganya," ucap Aira dengan mata yang berbinar-binar melihat pemandangan didepan matanya itu.
Aira beranjak dari jendela setelah puas melihatnya, dia segera merebahkan badannya.
"ah... Enaknya, capek sekali badanku ini".
seketika Aira tertidur dengan lelapnya.
...****************...
sementara diruang tamu, Bapak dan om Erik masih berbincang bincang.
"mas Hamdan, bagaimana keadaan Aira sekarang? sudah menerima atau masih melamun terus?" tanya om Erik.
"gak taulah aku, tapi waktu dirumah Aulia, aku melihat udah ceria seperti biasanya, sepertinya sudah menerima, tapi gak tau juga di dalam hati dan pikirannya," jawab bapak.
"waktu mendengar kabar itu mas, aku kaget dan takut. takut akan pengaruh pada mentalnya, makanya aku mengusulkan agar diajak kesini, karena disini jauh dari keramaian, tidak ada yang kenal dengan Aira, tidak akan ada yang menggunjing Aira."
"perut Aira sebentar lagi akan membesar, terus nanti kalau ada yang tanya suami Aira dimana bagaiman?" tanya bapak dengan rasa khawatirnya.
" tenang mas, tinggal jawab kalau suaminya meninggal, agar tidak selalu teringat dengan suaminya dan membuat dia sedih, makanya dia berada disini," jawab om Erik.
"o iya mas, sudah berapa bulan kandungan Aira? " tanya istri Erik.
" iya ma, nanti ajak Aira periksa ke bidan Dewi!" perintah Erik pada istrinya.
"iya mas."
"kandungannya susah 4 bulan lebih," jawab bapak.
Mereka terus melanjutkan obrolan hingga gak teras sudah sore hari.
.
.
.
.
Bersambung......