NovelToon NovelToon
Dalam Pelukan Pernikahan

Dalam Pelukan Pernikahan

Status: sedang berlangsung
Genre:Berbaikan / Lari dari Pernikahan / Cinta setelah menikah / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Paksa / Terpaksa Menikahi Suami Cacat
Popularitas:19.8k
Nilai: 5
Nama Author: Ni R

Ana terpaksa menikah dengan seorang pria lumpuh atas desakan ibu dan kakaknya demi mahar uang yang tak seberapa. Pria itu bernama Dave, ia juga terpaksa menikahi Ana sebab ibu tiri dan adiknya tidak sanggup lagi merawat dan mengurus Dave yang tidak bisa berjalan.

Meskipun terpaksa menjalani pernikahan, tapi Ana tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri dengan ikhlas dan sabar. Namun, apa yang didapat Ana setelah Dave sembuh? Pria itu justru mengabaikannya sebagai seorang istri hanya untuk mengejar kembali mantan kekasihnya yang sudah tega membatalkan pernikahan dengannya. Bagaimana hubungan pernikahan Ana dan Dave selanjutnya? Apakah Dave akan menyesal dan mencintai Ana? atau, Ana akan meninggalkan Dave?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tawaran Kerjasama

Pagi itu, Ana berdiri di depan meja kerja Dave, menatap pria itu dengan penuh tekad. Tugas Ana menyiapkan segala keperluan Dave sudah selesai, itu artinya dia bebas sampai menjelang makan siang.

“Aku ingin keluar sebentar,” katanya langsung.

Dave tidak mengangkat wajahnya dari dokumen yang sedang dibaca. “Tidak.”

Ana mengerutkan keningnya. “Kenapa? Aku hanya ingin membeli sesuatu.”

Dave akhirnya mendongak, menatap Ana dengan dingin. “Kau mau pergi ke mana?”

“Hanya ke toko dekat sini. Aku butuh beberapa barang.”

Dave menutup dokumennya perlahan, lalu menyandarkan tubuhnya ke kursi roda. “Kirim saja Pak Wen untuk membeli apa pun yang kau butuhkan.”

Ana menghela napas panjang. “Aku ingin memilih sendiri.”

Dave mengernyit.

“Sejak kapan kau punya hak untuk menawar keputusanku?”

Ana menatapnya dengan ekspresi frustrasi.

“Aku hanya ingin keluar sebentar. Aku tidak akan lama.”

Tapi Dave tetap menolak.

“Tidak.”

Ana mengeraskan rahangnya.

“Aku bukan tahanan di rumah ini, Dave.” Geram Ana yang ingin sekali menendang wajah Dave.

Dave menatapnya tajam. “Kau istriku. Dan aku tidak suka jika istriku berkeliaran sendirian.”

Ana tertawa sinis. “Berkeliaran? Aku hanya mau ke toko! Aku tidak akan kabur.”

Dave terdiam sesaat, lalu berkata dengan nada dingin, “Bukan berarti aku percaya padamu.”

Perkataan itu menusuk Ana.

Ana menggertakkan giginya, lalu mengalihkan pandangan.

“Kalau begitu, aku akan pergi sendiri.”

Ia berbalik dan melangkah menuju pintu.

Tapi belum sempat ia menyentuh gagang pintu, suara Dave terdengar lagi.

“Coba saja kau berani melangkah keluar dari rumah ini.”

Ana berhenti sejenak, merasakan emosi membakar dadanya.

Tanpa menjawab, ia tetap membuka pintu dan keluar.

Dave menatap punggung Ana yang menghilang di balik pintu. Tangannya menggenggam lengan kursi rodanya erat.

Ia sangat tidak suka ini.

Dan ia tidak akan membiarkan Ana terus menentangnya.

___

Menjelang siang, Ana memutuskan untuk pulang. Saat Ana memasuki rumah, ia membawa boneka besar yang cukup mencolok. Boneka itu hampir seukuran tubuhnya, dengan pakaian cerah dan senyuman yang aneh.

Dave yang sedang duduk di kursi roda dan menunggu di ruang tamu, langsung menatapnya dengan heran. “Kenapa boneka sebesar itu?”

Ana meletakkan boneka itu dengan hati-hati di sudut ruangan sebelum menjawab, suaranya terdengar sedikit kesal dan bingung.

“Ini… impian masa kecilku,” katanya, sambil menatap boneka itu dengan tatapan jauh.

Dave terdiam sejenak, bingung mengapa Ana sampai membeli boneka sebesar itu. Ia berusaha memahami maksudnya, lalu bertanya lagi, “Impian masa kecilmu?”

Ana mengangguk pelan, “Iya, dulu aku ingin sekali memiliki boneka besar seperti ini. Tapi… ibu selalu lebih memprioritaskan Rani daripada aku.”

“Rani?” Dave mengerutkan dahi, merasa sedikit tidak paham.

Ana menghela napas, lalu duduk di sebelah boneka itu. Ia mulai menceritakan kisah masa kecilnya yang menyakitkan.

“Iya. Aku harus selalu mengalah dengan apa pun yang Rani inginkan. Bahkan pakaian yang aku kenakan, itu bekas darinya.” Ana menunduk, berusaha menahan air matanya. “Ibu selalu melarangku untuk membeli pakaian baru, dan aku harus puas dengan yang sudah tidak dipakai Rani.”

Dave menatap Ana dengan rasa iba yang mendalam. Ia merasa terkejut mendengar cerita itu.

Ana meneruskan ceritanya dengan suara sedikit gemetar, “Kadang, ketika aku menangis ingin sesuatu, ibu tetap tidak peduli. Semua keinginanku selalu dianggap tidak penting, karena aku bukan anak pertama.”

Perkataan itu menusuk hati Dave, ia bisa merasakan betapa sakitnya perasaan Ana yang selama ini selalu merasa terlupakan dan tidak pernah mendapat perhatian yang layak.

Ana terdiam sejenak, merasakan kenangan masa kecil yang pahit datang kembali.

“Jadi, boneka ini… mungkin terlihat bodoh, tapi… aku ingin memiliki sesuatu yang hanya untukku,” Ana berbicara pelan, “Sesekali aku ingin merasa diutamakan.”

Dave yang biasanya keras dan tidak banyak bicara kini terdiam. Ada sesuatu yang berubah dalam dirinya, perasaan yang sulit ia mengungkapkan.

Ia menatap Ana dengan pandangan lembut, dan berusaha untuk memahami lebih dalam.

“Aku… tidak tahu kalau itu terjadi padamu,” katanya akhirnya, “Tapi kau tidak perlu merasa seperti itu di sini. Aku akan usahakan untuk membuatmu merasa berbeda.”

Ana menatap Dave dengan mata penuh emosi, seolah ingin mencari kejujuran dalam kata-kata itu. “Tapi…”

“Aku tahu aku bukan ibumu,” kata Dave, “Tapi aku tidak ingin kau merasa seperti itu lagi. Kau berhak untuk mendapatkan kebahagiaan kecil itu.”

Ana menunduk, menyeka air matanya yang tiba-tiba keluar. Ada rasa hangat di dalam hatinya, yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

“Terima kasih,” bisiknya pelan, “Mungkin boneka ini tidak akan bisa mengubah semuanya, tapi setidaknya…”

Dave mengangguk pelan, merasakan sedikit ketenangan. Meskipun ia belum tahu bagaimana cara terbaik untuk membuat Ana merasa dihargai, setidaknya ia mulai menyadari bahwa ia harus memberi Ana ruang untuk menjadi dirinya sendiri.

Ana tersenyum tipis, merasa sedikit lebih baik meski masih banyak luka lama yang belum sembuh. Tapi untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa dirinya diperhatikan.

"Ada apa dengan otak lelaki ini? kenapa dia berkata seperti itu kepadaku seolah ingin menunjukan perhatiannya. Jangan-jangan otak Dave bergeser!" gumam Ana dalam hati.

Ah terserah, Ana tidak peduli, yang penting sekarang ia memiliki boneka beruang yang sejak kecil Ana impikan.

___

Namun siang itu di tempat yang berbeda,

suasana di kantor Andre siang itu terlihat sibuk, dengan beberapa karyawan mondar-mandir. Namun, di ruang kerjanya, Andre sedang sibuk menatap layar komputer, menganalisis beberapa laporan keuangan yang masuk. Tiba-tiba, pintu ruang kerjanya terbuka, dan Lusi, ibu tiri Dave, melangkah masuk dengan senyum licik di wajahnya.

“Andre, kita perlu bicara,” kata Lusi dengan suara halus dan penuh intrik.

Andre, yang awalnya tak terlalu terkejut, mengangkat pandangannya dari layar komputer dan mengamati Lusi yang sudah berdiri di depannya. Ia tak perlu menduga apa yang ingin dibicarakan wanita itu, tapi ia tetap menatapnya dengan hati-hati.

“Ada apa, Tante?” tanya Andre dengan nada datar, sambil sedikit menunduk, mencoba menunjukkan bahwa ia tidak terlalu tertarik dengan kedatangan Lusi.

“Aku ingin mengajakmu bekerja sama, Andre,” jawab Lusi dengan penuh percaya diri. “Aku tahu kau pasti tahu apa yang terjadi dengan Dave akhir-akhir ini. Aku sudah cukup muak dengan semua ini. Sudah saatnya kita menyingkirkan Dave dan merebut kekuasaannya.”

Lusi berjalan lebih dekat ke meja Andre, meletakkan sebuah map berisi dokumen-dokumen di atas meja dengan gerakan yang penuh perhitungan.

“Kita bisa mengambil alih harta kekayaan Dave,” lanjut Lusi dengan suara rendah dan menggoda. “Aku janji, aku akan membagi setengah dari kekayaannya denganmu, jika kau mau membantu aku untuk menyingkirkan Dave."

Mendengar tawaran tersebut, Andre tidak langsung bereaksi. Ia hanya terdiam sejenak, menatap Lusi dengan pandangan yang sulit dimengerti. Namun, dalam hatinya, ia merasa jengkel dengan cara Lusi berpikir.

“Tante,” kata Andre akhirnya, suaranya lebih tegas, “Aku sudah cukup lama mengenal Dave. Kita sudah berteman lebih dari sepuluh tahun. Aku tidak bisa berkhianat padanya.”

Lusi yang tadinya berharap Andre akan menyetujui tawaran itu terlihat sedikit terkejut dengan penolakan tegas dari Andre. Namun, ia tetap berusaha membujuk.

“Kau pikir Dave akan menghargaimu setelah semua yang terjadi? Dia tidak peduli padamu, Andre,” kata Lusi dengan nada meyakinkan, “Kau bisa mendapatkan lebih dari yang kau miliki sekarang. Setengah dari kekayaan Dave itu akan memberimu kehidupan yang lebih baik, jauh lebih baik daripada berteman dengan pria yang tidak tahu berterima kasih.”

Andre menggelengkan kepalanya, wajahnya serius. “Aku tidak akan membantumu menyingkirkan Dave. Tidak peduli seberapa besar tawaranmu.”

Lusi terdiam sejenak, mencoba mencerna penolakan Andre. Ia sudah menganggap Andre sebagai orang yang bisa dia manfaatkan, namun ternyata Andre berkeras untuk setia kepada persahabatannya dengan Dave.

“Kau tidak tahu apa yang akan terjadi padamu jika kau terus menolak kesempatan ini, Andre,” ujar Lusi dengan suara lebih dingin, “Pikirkan baik-baik.”

Namun, Andre sudah tidak tertarik untuk melanjutkan percakapan itu lebih jauh. Ia berdiri tegak, dan dengan suara yang penuh keyakinan, ia berkata, “Aku sudah memutuskan, Tante. Aku tidak akan mengkhianati Dave. Kalau kau ingin melanjutkan permainanmu, itu urusanmu. Tapi aku tidak akan terlibat.”

Lusi merasa kecewa dan marah. Ia menyadari bahwa ia tidak akan bisa mendapatkan bantuan Andre. Namun, ia tidak akan menyerah begitu saja. Lusi mengambil map berisi dokumen-dokumen yang ia bawa, meletakkannya kembali ke dalam tas, dan dengan ekspresi dingin ia berkata,

“Baiklah, Andre. Kalau begitu, aku akan mencari cara lain untuk melaksanakan rencanaku. Tapi ingat, kau akan menyesal jika kau tidak mendukungku.”

Dengan itu, Lusi berputar dan pergi dari ruang kerja Andre tanpa menunggu jawaban lebih lanjut. Andre menghela napas panjang dan duduk kembali di kursinya, merasa lega karena tidak terjerat dalam rencana Lusi, namun ia juga merasa khawatir dengan apa yang akan dilakukan Lusi selanjutnya.

1
Polintje Tandirate
Laki2 itu harus tegas tidak plinplan, klu mmg dia mencintai ya hrs mengakui dan jangan suka memberi harapan, spy seorg wanita tdk tahu dan tdk mengharapkan lagi
kalea rizuky
laki tolol emank uda lumpuh bodoh lagi
kalea rizuky
mati aja an ngenes hidupmu
Ifah Ifah
buat ana pergi jauh dari kehidupan dave yah thor 😭 kasian ana selama hidup ny ga prnh merasakan kebahagiaan 😭😭😭😭😭
Usaha Berkah
mana lanjutannya... udah 1minggu nunggu ga up up
Ifah Ifah
siipp anak jng kendor lwn terus si dave suami mu yg pelit itu 🤣🤣🤣🤣🤣
Ifah Ifah
Luar biasa
Ifah Ifah
bagus ana 🤣🤣🤣🤣🤣
Ifah Ifah
kasian ana 😭😭😭
Jennifer Jatam
Luar biasa
Jennifer Jatam
Biasa
Polintje Tandirate
Lumayan bagus, tp terlalu lama ya sambungannya, bosan menunggu
Galih Galvin
q paling benci laki2 seperti dave,dh tinggalkan saja ana masih banyak laki2 yang baik hati,q paling benci laki2 tidak tau berterima kasih, sakit yang merawatnya sampe bisa jalan siapa, laki2 berengsek itu namanya
Nania
serah kamu lah, Dave 😏
wariyanti Safitri
lanjut Thor
be1girlsheesh
keluar darii rumah itu Ana tinggalkan Dave, jangan jadi boneka ibu dan saudaramu, diluar sana masih ada kebahagiaan untukmu
🌷💚SITI.R💚🌷
silahkn dave kamu beri kesemlstan ke dua buat bela dan sisp² kecewa kembali..smg Ana mendaostkn kebahagiaan yg sesungguhy..dia bisa trehindar dr kejahatan ibu jg kakay..
imel
si*lan lu
🌷💚SITI.R💚🌷
smg ada jalan yg terbaik ya ana..kli kamu msh bisa bertahan sm dave bersabarlah..tp klu sdh ga kuat coba menepi dulu tenangkan hati ksmu ya..
Dewi Rini
kasian kalau jadi ana
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!