Alvaro Ardiwinata adalah seorang remaja berusia 16 tahun yang terlahir dari keluarga kaya. Namun, meskipun hidup dalam kemewahan, dia merasa tidak pernah menjadi bagian dari keluarga tersebut. Dia lebih dianggap sebagai "anak pelayan" oleh kedua orangtuanya, Jhon dan Santi Ardiwinata. Setiap kesalahan, besar atau kecil, selalu berujung pada hukuman fisik. Meskipun ia berusaha menarik perhatian orang tuanya, mereka tidak peduli padanya, selalu lebih memperhatikan adiknya, Violet. Violet yang selalu mendapat kasih sayang dan perhatian lebih, tapi di balik itu ada rasa iri yang mendalam terhadap Alvaro.
Sementara itu, Alvaro berusaha menjalani hidupnya, tapi luka psikologis yang ia alami semakin mendalam. Saat ia beranjak dewasa, ia merasa semakin terasingkan. Tetapi di balik penderitaan itu, ada harapan dan usaha untuk menemukan siapa dirinya dan apakah hidup ini masih memiliki makna bagi dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wèizhī, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 19
Ashtary dan Gintara adalah dua keluarga yang memiliki riwayat kerja sama yang baik. Mereka adalah partner di dunia bisnis. Namun, jika Gintara memiliki organisasi Mafia Red Star di dunia bawah, maka Ashtary memiliki organisasi Hackers dalam kerahasiaan publik. Yah, sama-sama berada di dunia bawah juga. Namun Ashtary berbeda dengan Gintara yang memakan orang— maksudnya yang berkelahi dengan orang lain.
Ashtary memiliki organisasi Hackers sebagai fondasi mereka untuk mengalahkan dan menjauhkan mereka dari musuh. Juga ada satu sang jenius diantara para Hacker di Ashtary. Itu adalah putri kedua mereka, yang umurnya hanya selisih satu tahun dengan si kembar Gintara.
Dan kedua keluarga besar ini meski adalah partner tapi mereka selalu saling menentang jika bukan soal bisnis. Ya, mereka tak akur dalam beberapa hal, contohnya soal selera. Seperti sebuah saudara yang tak akur, itulah mereka. Jika bertemu akan bertengkar dulu baru mulai berdiskusi mengenai pekerjaan. Dan anak mereka, akan saling menyinggung satu sama lain dengan berbagai hal.
Keduanya memiliki keunggulan masing-masing. Gintara akan membutuhkan Ashtary untuk mencari informasi yang sulit didapat, contohnya informasi negara. Sedang Ashtary akan membutuhkan Gintara untuk membereskan mengenai kekacauan suatu masalah. Saling menentang namun juga saling membantu. Keluarga dengan derajat yang sama.
—-
Kita kembali pada sang tokoh utama dengan tiga orang yang saling menatap tak suka pada satu sama lain. Alvaro hanya memperhatikan dengan menikmati makanannya, dia tak mengerti tentang permasalahan didepannya. Yah, Alvaro juga tidak peduli kok, yang penting semuanya tenang saat dia makan.
“Jangan menatapku begitu dong, apakah si kembar Gintara menyukaiku?~” Zea menggunakan nada yang ia lembutkan dan menatap genit pada si kembar. Namun dalam hati, dia juga ingin muntah rasanya.
“Aduh neng manis, tapi kau tak menarik” ucap Xavier dengan senyuman manisnya yang sontak membuat Alvaro melongo tak percaya.
“Ih abang. Masa sih, kan situ merhatiin terus” ucap Zea lagi
“Gimana sih, kan neng nya yang merhatiin. Kita mah cuma balas aja” ucap Angga dengan suara yang tak kalah genit dengan Zea.
“…”
“…”
“…”
“…”
“HOEEKKKK!!!!….“
Ketiga nya memperagakan seseorang yang muntah dan lalu mereka saling melihat jijik. Sedang Alvaro terdiam tak tahu harus beraksi apa. Entahlah, dia juga bingung dan… ingin rasanya menghilang saja.
“Sudahlah, makan saja. Jangan cari masalah disini, bikin mood hilang saja” ucap Zea yang lalu ia mulai memakan makanannya begitu juga dengan si kembar. Eh, jika dilihat, kalau begini mereka malah terlihat akur.
“Bunny, kau mau pangsit nya?“ Tanya Zea di pertengahan makannya. Menunjuk sebuah pangsit di mangkuk bakso nya.
Alvaro menatap nya dan lalu memiringkan kepalanya.
“Kenapa memangnya? Zea, kau tak suka?“ Tanya Alvaro dan di angguki manis oleh Zea.
Alvaro lalu mengambil pangsit tersebut dan memakannya. Si kembar melihat itu tampak tak suka. Rasanya milik mereka direbut oleh seekor rubah betina.
“Baby, kau makan juga punya ku!“ Ucap Angga menyuapi Alvaro dengan pangsit nya.
“Ini” Xavier yang ikut-ikutan.
Zea memandang jijik si kembar. Padahal hanya perihal pangsit saja. Lagian Zea memang tak terlalu suka pangsit.
“Sudah bang. Al juga punya di mangkuk” tolak Alvaro kemudian setelah beberapa suapan paksa dari para abangnya ini.
“Tauk tuh. Dasar pedo” ucap Zea
“Heh. Baby gua, sikap gua. Ngapa lu yang sewot?!“ Angga kembali menatap Zea tak suka.
“Idiewwhhh… serah sih, gak peduli. Bunny itu punya aku!“ Ucap Zea dengan percaya dirinya dan balik ditatap jijik oleh si kembar.
Alvaro terus diam dengan wajah datar yang tak tahu harus apa dengan tiga orang ini.
“Em. Aku mau beli jus lagi” ucap Alvaro kala ia melihat gelas jus apel nya sudah habis.
“Mau di beliin aja?“ Tanya Xavier.
“Enggak, bang. Al beli sendiri aja. Sebentar kok” ucap Alvaro yang lalu di angguki Xavier.
Alvaro berjalan ke stand jus dan mulai memesan. Sang penjual nampak langsung membuatkan pesanan Alvaro. Saat baby sedang memesan minumnya, tiga makhluk buas ini lagi-lagi saling melempar bom pada satu sama lain.
Dari beberapa langkah disana, Violet tampak tersenyum smirk dan lalu ia berjalan mendekati Alvaro dengan dua sohibnya. Yang mana saat mereka sudah dekat, Violet langsung menyiram kepala Alvaro dengan sebuah teh hangat. Alvaro sendiri terkejut dan terdiam dengan aksi adiknya itu.
“Aduh, maaf kak. Tangan ku licin” ucap Violet dengan senyuman smirk nya yang tak ia hilangkan.
Alvaro mematung dan diam ditempat dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia memang terkejut tapi yang membuatnya terdiam bukan hanya itu saja. Namun kehadiran Violet yang mana membuka bekas luka mentalnya, Alvaro bergertar dan memundurkan dirinya dari Violet.
“Aduh, kak. Jangan gitu dong~ aku kan gak sengaja. Kakak jangan marah, ya” ucap Violet yang membuat dirinya menjadi tampak kasihan dengan matanya yang sudah mulai berkaca-kaca.
“Apa yang terjadi?“
“Tadi kayaknya si Violet nyiram Alvaro deh”
“Iyakah? Kok bisa sih?!“
“Apa iya? Kok kalo diliat, kayak si Violet yang gak sengaja tuh”
“Gatau ah, gue gak ikutan”
“Apaansih si Alvaro, diam aja. Culun banget”
“Pengecut”
“Ya ampun, kasihan baby gue…”
Itulah bisik-bisik dari mereka, ada yang merasa kesal melihat Alvaro dan ada juga yang merasa kasihan. Diantara mereka juga ada yang tahu dan tak sadar akan kejadian yang sebenarnya.
Sedang si kembar dan Zea yang mendengar bisikan-bisikan itu. Mereka sontak langsung melirik yang lain dan bertanya-tanya apa yang terjadi.
“Mereka kenapa pada ngomongin Baby gua” Angga tampak penasaran.
“Ada yang aneh” ucap Zea yang membuat si kembar menatapnya serius.
“Pasti terjadi sesuatu”
“Ayo” ucap Xavier yang lalu berdiri dan diikuti oleh Angga dan Zea.
Saat mereka berjalan kearah stand jus yang di maksud Alvaro. Alangkah terkejutnya mereka mendapati Alvaro yang basah kuyup dengan gemetar takut di depan tiga siswi yang berdiri arogant.
“Baby!“ Xavier berlari kecil dan menarik Alvaro kedalam pelukannya.
Angga lalu menatap marah kearah tiga wanita itu yang tak lain adalah Violet, Gina, dan Angela.
“Apa yang terjadi disini?!“ Tanya nya dengan nada penuh penekanan.
“Itu… si Alvaro jalan gak liat, terus nabrak aku. Jadi…—”
“Jadi apa?!“ Zea yang mulai bersuara dengan wajah datarnya.
Alvaro semakin bergetar dan Xavier lalu menggendong nya ala koala.
“Kalian urus. Aku ke rumah sakit” ucap Xavier singkat yang di angguki oleh Angga tapi Zea hanya diam saja.
“Bunny… Menarik” batinnya yang lalu tersenyum sembari melihat Xavier yang mulai menjauh dari mereka.
“Baby, tenanglah..“ ucap Xavier menenangkan, namun Alvaro tak dengar. Pikirannya kacau dengan banyak racauan keluar dari mulutnya. Tubuhnya yang gemetar membuat Xavier semakin panik.
Xavier mengambil ponselnya dan menekan nama seseorang dari balik panggilan.
“Halo, bos. Ada apa?!“ Tanya orang tersebut yang suaranya tak lain adalah Reza.
“Siapkan mobilmu, Za. Antar aku ke rumah sakit!“ Titah Xavier yang lalu ia langsung menutup panggilannya.
“Apaansih si bos? Main tutup aja. Lagi makan juga” gerutu Reza yang sedang memakan bekalnya di meja kelas nya.
Reza lalu berdiri dan berjalan ke arah parkiran. Sesampainya disana dia langsung menghidupkan mobilnya dan menunggu Xavier keluar dari gedung utama sekolah.
“Bos. Lho? Si kecil kenapa?“ Tanya Reza panik kala bos nya itu membawa Alvaro yang tampak tak baik-baik digendongannya.
“Rumah sakit Gintara!“ Ucap Xavier saat ia langsung masuk kedalam mobil Reza.
Reza hanya diam mengangguk dan melajukan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata namun ia juga memperhatikan keamanan sekitar.
Di kantin. Suasana semakin tegang saat Angga menyiram tiga gelas teh panas pada tiga wanita itu. Mereka langsung berteriak histeris merasa sakit di seluruh wajah dan tubuh mereka.
“Aargghhh!!!“ Teriak Violet, Angela, dan Gina bersama yang mana membuat yang lain merasa ngeri melihatnya. Sedang Zea menatap datar mereka.
“Sakit… hiks… sakit…..“ gumam Violet meracau tapi tak di pedulikan oleh yang lain.
“Hoam~~ ya ampun. Ngantuk” ucap Zea dengan uapan kecilnya.
“Tidur aja” Angga yang berbicara datar tak seperti biasanya namun masih memperhatikan Zea.
“Aku juga mau main” ucap Zea tak ingin.
“Yah… bagaimanapun, mari kita lihat. Aduh, mereka jadi tambah cantik. Tapi bagus nya gini dong~”
Zea mengambil sebuah saus di meja kantin. Saus pedas untuk menambah kadar pedas pada makanan. Apa yang mau ia lakukan dengan saus tersebut? Ups. Zea menumpahkan semua sausnya diatas kepala tiga wanita itu dan lalu ia melempar botol sausnya setelah habis. Sadis… sungguh, apa yang sebenarnya ia lakukan?!!
“AARGGHH!!!!“
“Dasar jalang!!!! Aku adalah Ardiwinata!!!“ Teriak Violet tetap meninggikan dirinya dengan lantang.
Violet tak tahu siapa Zea. Yang dia tahu, dia tak bisa mengusik Gintara saja. Tapi dia tak sangka, Gintara ternyata akan memedulikan anak yang dibuang oleh Ardiwinata.
Bruk!!!!!!
Violet ditendang oleh Zea dengan kasar. Lalu Zea mulai menginjak tangannya keras hingga membuat gadis itu menjerit kesakitan lagi.
“Ardiwinata bukan apapun selain kotoran bagi kami para Ashtary!“ Tegas Zea yang lalu ia berjalan kearah Angga. Menarik tangan pria itu dan pergi dari kantin dengan kekacauan yang mereka buat.
“Mereka—”
“Biarkan. Jangan menyia-nyiakan makanan, Angga Gintara. Kita harus melahap yang lezat perlahan” ucap Zea tapi dapat dimengerti Angga.
Angga lalu melepaskan genggaman Zea dan berjalan beriringan dengannya.
“Alasanmu pindah. Apa itu?“ Tanya Angga
Zea tersenyum dan lalu menutup matanya perlahan dan membuka nya lagi. “Nakami” jawab Zea singkat namun membuat Angga membelalakan matanya terkejut.
“Kenapa kau mencari tentang Nakami di sekolah ini?!“ Tanya nya lagi.
“Keturunannya. Ada yang berasumsi dia masih hidup dan berada di Indonesia. Jadi aku mulai mencari di sini. Beberapa lagi mencari di tempat lain” jawab Zea sabar dan tenang
“Tak mungkin… bukankah saat itu… mereka sudah…”
“Entahlah. Tapi yah, saat aku melihat Bunny. Sekilas wajahnya mirip dengan Nyonya Nakami” ucap Zea tiba-tiba saat ia teringat wajah manis dan puppy eyes yang tampak sayu yang dimiliki oleh Alvaro.
“Tak mungkin. Jika pun, maka apakah kami Gintara harus menghadap keluarga itu? Ya ampun, entah kenapa ini semakin membuatku tak habis pikir”
“Entah itu memang dia, atau hanya sekadar mirip saja. Tapi aku tak bisa mengabaikan suatu hal meski hal tersebut sangat kecil”
“Lalu apakah itu alasanmu mendekati Baby?!“
“Bukan. Karena dia sangat manis. Jujur, dia type ku” jawab Zea dengan sebuah senyuman menyeringai yang nampak mengerikan namun Angga malah menatapnya dengan sebuah arti penolakan keras.
“Ayolah, kau bukan ayahnya. Lagi pun, itu semua tergantung pada keputusan Bunny” ucap Zea yang membuat Angga semakin merasa jengkel dan kesal pada nya.
“Dasar rubah…” umpat Angga dan hanya dibalas senyuman licik Zea.
—-
End of Chapter 19