MR. TIAN AND THE CRAZY GIRL
"Grey!" seru pria itu sambil menatap gadis yang berlari menaiki tangga sambil membawa laptop kerjanya. "Balik ke sini!" ucapnya tegas.
Dengan senyum penuh tantangan, Grey berhenti di tengah anak tangga. Ia menoleh dan menjulurkan lidah.
"Om aja yang ke sini. Tangkap kalau bisa!" sahutnya ringan namun menggoda, lalu kembali berlari naik.
Pria itu langsung berdiri dan menyusul ke lantai tiga dengan langkah cepat.
"Nantangin, nih," gumamnya kesal, mulai mencari Grey yang membawa kabur laptopnya.
"Bermain petak umpet, ya? Baiklah, saya turuti."
Dengan senyum setipis silet, dia membuka pintu kamar dan langsung memerhatikan pintu lemari yang sedikit terbuka.
"Hmmm..." gumamnya curiga. Ia mendekat perlahan dan membuka lemari—
"AAAA! Tolong! ADA HANTU!" jerit Grey spontan.
Grey memejamkan matanya erat sambil memeluk laptop seperti harta karun. Pria itu tertawa pelan.
"Kena juga. Sini, balikin laptop saya."
Grey menggeleng cepat. "Udah jam satu pagi, Om. Mama Zela (Mama Tian) bilang, kalau begadang terus nanti sakit. Saya jadi janda, mau gimana?"
Pria itu menarik pelan laptopnya. "Udah, enggak usah dengerin. Sini, saya mau kerja."
Tapi Grey makin mengeratkan pelukan pada laptop. "Tidur, Om!"
"Kamu bisa enggak berhenti manggil ‘Om’? Saya ini suami kamu. Masak dipanggilnya ‘Om’?"
Grey memutar bola matanya malas. "Terus? Mau dipanggil apa? Suamiku, sayangku, cintaku, my love, mas, kakak, atau... kakek? 'Om' aja udah pas banget, enggak usah ribet."
Pria itu memijat pelipisnya. "Salahkan mama yang jodohin aku sama anak kecil yang masih puber."
"Ah, terserah," ucap Tian, merebahkan diri di kasur. Lalu memejamkan mata.
Tian—si suami yang malang—hanya bisa menghela napas. Tapi tak lama kemudian, Grey tiba-tiba ikut naik ke kasur dan merapat ke tubuh Tian. Ia memeluk Tian erat—terlalu erat.
"Grey... tolong... lepas. Kamu peluknya kayak gurita!" ucap Tian setengah megap-megap.
"Kalau enggak dipeluk gini, nanti Om kabur lagi kerja," sahut Grey, membenamkan wajahnya di bahu Tian.
"Enggak bakal kabur... asal kamu enggak bikin saya sesak napas," Tian mulai putus asa.
Pernikahan mereka sudah berjalan tujuh bulan. Tian sibuk dengan kerjaannya, sementara Grey? Sibuk keluyuran. Mulai dari balapan, jalan-jalan, sampai bikin drama kecil setiap hari.
Awalnya, Grey jelas menolak perjodohan ini mentah-mentah. Tapi setelah mendapat ancaman manis dari Bundanya, Aresa, ia pun menyerah dan menikah.
Keesokan harinya, Tian membuka mata perlahan. Sinar matahari menembus jendela, menyapa dengan hangat. Tapi yang terasa bukan kehangatan... melainkan tangan yang kebas.
Ia menoleh. Dan di sanalah Grey, tertidur pulas dengan air liur menetes di lengannya.
"Beruntung atau buntung, saya juga bingung," gumam Tian sambil nyengir. "Ya sudah, jalani aja sesuai pesan mama."
Ia memandangi wajah Grey yang terlihat polos saat tidur. "Kalau tidur, kamu imut banget. Tapi kalau udah bangun, nyebelin setengah mati."
Tian menepuk pipi Grey pelan. "Hei, bangun."
"Ngghhh... lima menit lagi," gumam Grey manja.
Tian mendesah panjang. "Grey, bangun! Udah jam tujuh dua lima! Lima menit lagi kamu masuk kelas!"
Mata Grey langsung terbuka lebar. Ia menoleh ke arah jam dinding. "Om! Itu baru jam enam dua lima! Lagian hari ini Minggu!" protesnya sambil menggembungkan pipi.
"Oh ya? Baru jam enam, ya? Saya kira udah jam tujuh. Hehe," Tian menarik lengannya pelan. "Ugh!"
"Mau ke mana hari ini?" tanya Tian santai.
"Entahlah," jawab Grey sambil menarik selimut menutupi kepalanya.
"Jawaban andalan banget," ucap Tian sambil bangkit dari kasur. Tak lama kemudian, ia keluar kamar dengan pakaian olahraga.
"Saya mau jogging. Mau ikut?"
Grey hanya melambaikan tangan dari balik selimut.
"Yaudah, selamat tidur," Tian menutup pintu kamar.
Tapi belum sempat tidur nyenyak, ponsel Grey berdering. Ia menggeram kesal.
"Apa sih, Minggu juga diganggu!"
Ia mengangkat ponselnya. "Halo, Greyna—"
"JANGAN ganggu gue kalau Minggu!" bentak Grey ketus.
"Eh, kampret! Lo yang janji kemarin. Katanya mau ke pantai jam lima subuh. Sekarang udah jam enam!"
Grey melonjak bangun. "Astaga! Gue lupa!"
"Lupa? Jadi pergi enggak?"
"Siapa aja yang udah di sana?"
"Alka dan aku," jawab suara di seberang.
"Fajar, Erland, Gio?"
"Enggak tahu. Lo ikut enggak? Kalau enggak, gue shopping nih!"
"Kalian udah siap?"
"Bagaimana penampilanku?" tanya Alka.
"Perfect!" sahut Kiera.
"Kita udah siap! Lo masih tidur, ya?"
"Enggak! Udah bangun!" elak Grey cepat.
"Boong banget! Dua puluh menit, siap-siap, terus jemput kita!"
"Kampret, dua puluh menit cukup buat apa? Mandi aja sejam!"
"Enggak peduli! Kalau dua puluh menit lo belum nongol, batal ke pantai!" Klik. Panggilan terputus.
Mereka belum tahu kalau Grey udah menikah. Kenapa? Karena Grey belum bilang. Bahkan ke sahabatnya.
Ia mencari kontak 'Tiang Listrik🐺' di ponsel.
"Halo?"
"Om, aku baru ingat, hari ini mau ke pantai bareng dua sahabatku. Boleh ya?"
"Cuma bertiga?"
"Iya."
"Yaudah, hati-hati bawa mobil."
"Oke!" tutup Grey cepat. Ia langsung mandi dan menyiapkan beberapa baju.
"Outfit gini cukup, kali, ya?" gumamnya melihat pantulan dirinya di cermin. Kaos hitam dan celana pendek.
"Oke, siap!" Ia mengambil ransel dan turun. Pas mau pergi, Tian baru pulang.
"Om, aku pergi dulu ya!" seru Grey.
"Iya, iya. Hati-hati," jawab Tian, menonton mobil Grey melaju keluar gerbang.
Dua puluh menit kemudian...
Grey sampai di depan rumah sahabatnya. Alka dan Kiera berdiri dengan tangan di pinggang, menatap Grey tajam.
"What's up, ges? Maaf telat. Macet!" ucap Grey sambil nyengir.
"Lo bawa apa aja?" tanya Grey heran, melihat mereka kosong tangan.
Alka menunjuk empat koper besar di belakang.
"Mau liburan apa pindahan rumah sih, monyet?" gerutu Grey sambil mengangkat koper.
"Kita mau nginep dua hari, bro. Gue udah booking vila," jawab Kiera santai.
Grey menggaruk kepala. "Kampret, kok lo enggak bilang mau nginep? Gue bawa baju seadanya, nih."
Kiera menepuk bahu Grey. "Tenang, bajuku bajumu juga."
"Lo yang nyetir, kan?" tanya Alka, duduk di kursi depan.
"Ya bukan lah! Tuh setan yang nyetir! Ya jelas gue lah, masa duduk di belakang," omel Grey.
"Cowok-cowoknya ikut juga, kan?" tanya Alka sambil pakai lipstik.
Tiba-tiba mobil mengerem mendadak. Lipstik Alka nyelonong ke pipinya.
"GREYNA!!"
"Eh, jangan nyalahin gue! Mobil depan rem mendadak. Mau gue tabrak?"
Klakson panjang berbunyi. Sebuah Fortuner hitam menyalip, bikin Grey makin emosi.
"Kurang ajar! Dari tadi nyari masalah!" Ia mengejar mobil itu.
"Grey, stop! Lo bawa dua nyawa, tahu! Kalau gue sama Kiera mati, lo siap tanggung jawab?" Alka panik.
Saat mereka sejajar, Grey menyalakan klakson panjang. Kaca mobil terbuka.
Tiga cowok muncul, tertawa sambil melambai.
"Hai, Greyna, sayang!" sapa Erland dengan senyum lebar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
oshi mengantuk
LUCUKKK SUKAKK
aku tinggalin jejak ini dulu nanti aku lanjut baca lagi hehe/Hey/
2025-03-16
0
Elle
LANJUT
2025-02-05
0
Alexis
SEMANGAT KAK
2025-02-05
0