Jasmine D'Orland, seorang duchess yang terkenal dengan karakter jahat, dituduh berselingkuh dan dihukum mati di tempat pemenggalan di depan raja, ratu, putra mahkota, bangsawan, dan rakyat Kerajaan Velmord.
Suaminya, Louise, yang sangat membencinya, memenggal kepala Jasmine dengan pedang tajamnya.
Sebelum kematiannya, Jasmine mengutuk mereka yang menyakitinya. Keluarganya yang terlambat hanya bisa menangisi kematiannya, sementara sebagian bersorak lega.
Namun, enam bulan sebelum kematian itu, Jasmine terlahir kembali, diberi kesempatan kedua untuk mengubah nasibnya yang tragis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebencian dan Amarah
Kereta terus melaju melewati jalanan berbatu menuju istana kerajaan. Di dalamnya, keheningan seperti selimut tebal yang menutupi suasana. Duchess Jasmine duduk dengan tenang, memandang keluar jendela. Sesekali ia memejamkan mata, berharap perjalanan ini segera berakhir.
Di seberangnya, Duke Louise terus mencuri pandang ke arah istrinya. Tatapannya tak bisa lepas dari sosok Jasmine yang anggun, meskipun hatinya penuh dengan pikiran yang bertentangan.
Louise berbicara dalam hatinya, mencoba memahami apa yang ia rasakan.
Kenapa dia cantik sekali malam ini?
Sungguh, dia tampak mempesona. Setiap detail dari penampilannya sempurna. Tapi tidak, aku tak boleh jatuh cinta pada wanita seperti dia.
Dia hanya wanita licik yang menggunakan segala cara untuk naik ke posisiku. Jangan lupa, Louise, dia naik ke ranjangmu untuk mendapatkan gelar Duchess.
Jangan biarkan wajah cantik dan sikapnya yang tenang itu membodohimu.
Ah, tapi matanya... kenapa matanya begitu memikat?
Berhenti memikirkannya, Louise! Dia tidak layak untuk cinta atau kekagumanmu!
Louise menghela napas panjang, mencoba mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Namun, matanya kembali tertarik ke arah Jasmine, yang masih menatap keluar dengan ekspresi tenang.
Jasmine menyadari bahwa Louise terus mencuri pandang ke arahnya. Ia mendecak pelan, merasa terganggu. Dengan tiba-tiba, ia menoleh tajam ke arah Duke Louise. "Apakah kau lihat-lihat? Apa kau ingin kucolok matamu nanti?"
Louise tersentak, wajahnya langsung memerah. "Hah? A-apa? Aku... aku tidak melihatmu."
"Oh, begitu?" Jasmine menyipitkan matanya, tatapannya tajam seperti elang.
Louise mencoba menenangkan dirinya, lalu berbohong, "Aku hanya melihat perhiasanmu. Itu terlihat sangat indah. Dari mana kau mendapatkannya?"
Mendengar itu, Jasmine tersenyum tipis, tetapi ada nada mengejek dalam suaranya saat ia menjawab, "Apakah kau juga ingin memakainya, Duke?"
Louise yang mendengar jawaban itu langsung tersinggung. Wajahnya memerah lagi, kali ini karena amarah yang ia tahan. "Tentu saja tidak! Aku hanya bertanya."
"Oh," jawab Jasmine singkat, lalu kembali memandang keluar jendela.
Louise menggertakkan giginya, berusaha menahan rasa frustrasi. Ia benar-benar tidak mengerti mengapa setiap percakapan dengan Jasmine selalu berakhir dengan dirinya merasa kalah.
Louise kembali berbicara dalam hatinya.
Kenapa dia selalu tahu bagaimana membuatku kehilangan kata-kata.
Bukan hanya licik, dia juga menyebalkan! Tapi... wajahnya malam ini... senyumnya tadi... meski mengejek, kenapa rasanya manis sekali?
Tuhan, apa yang salah denganku? Jangan sampai aku terjebak oleh pesonanya.
Tetap fokus, Louise. Kau harus ingat bahwa Cecilia lebih baik dari nya. Dia hanya menginginkan status dan kekuasaan.
Louise kembali tenggelam dalam pikirannya sendiri. Lebih dalam dan lama hingga memandang Jasmine tanpa ia sadari.
Dia sangat memikat, bahkan ketika dia diam seperti ini.
Tapi jangan lupa, Louise. Dia tidak sebaik yang dia tunjukkan. Dia hanya memainkan perannya sebagai Duchess.
Kenapa kau merasa ada sesuatu yang berubah? Apa mungkin dia tidak seburuk itu?
Tidak, itu hanya ilusi. Dia tetap wanita yang sama, wanita yang menggunakan segala cara untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
Jasmine membuka matanya perlahan, Ia melihat Louise yang melihat kearahnya namun seperti pikirannya kemana-mana. "Kenapa kau masih melihatku. Mata mu mulai rabun ya? Kenapa diam? Apakah kau kehilangan kata-kata?"
Louise tersentak lagi, merasa seperti ditangkap basah. "Apa? Tentu saja tidak. Aku hanya sedang... memikirkan sesuatu."
"Oh, begitu?" Jasmine mengangkat alis, senyumnya samar tetapi tajam. "Semoga pikiranmu tidak melibatkan hal-hal aneh tentangku."
Louise merasa jantungnya berdetak lebih cepat. "Tentu saja tidak! Kenapa aku harus memikirkan hal seperti itu?"
Jasmine tertawa kecil, lalu kembali memandang keluar jendela. "Bagus kalau begitu."
Louise menghela napas panjang, merasa seperti kalah lagi dalam permainan ini. Namun, ia tidak bisa memungkiri bahwa meskipun Jasmine membuatnya kesal, tapi entah kenapa membuat hatinya berdebar.
Akhirnya, perjalanan mereka dilanjutkan dalam keheningan, hingga kereta kuda hampir sampai di kerjaan, Louise membuka mulut, nadanya dingin dan penuh ancaman.
“Kau jangan dekat-dekat dan menempeliku di pesta nanti,” ucap Louise, matanya menatap tajam ke arah Jasmine.
Jasmine menoleh perlahan, alisnya terangkat. Ia tidak langsung menjawab, hanya menatap Louise seperti orang bodoh. “Kau terlalu percaya diri, Duke. Aku juga tak berminat menempelimu. Apa hebatnya dirimu?”
Louise mendengus sinis. “Aku tidak percaya ucapanmu.”
Jasmine menggeleng pelan, bibirnya membentuk senyuman sinis. “Heh, apakah sejak kau kembali aku pernah mencarimu? Tidak, bukan? Menanyakan kabarmu? Tentu saja tidak. Dari tadi aku meminta bantuanmu? Jelas tidak. Jadi bagian mana aku menempelimu, Duke yang terhormat?”
Louise menyipitkan matanya, merasa ucapan Jasmine menusuk egonya. “Aku masih tidak percaya. Pasti kau sedang bermain tarik ulur untuk mencari perhatianku.”
Ucapan Louise membuat Jasmine menghela napas panjang. Ia menatap Louise seperti sedang melihat anak kecil yang sedang mengamuk. “Terserah apa katamu, Duke. Aku malas berdebat dengan otak kosong.”
“K-kau...!” Louise kehilangan kata-kata sejenak, tetapi amarahnya tetap menyala. “Jika kau berbuat masalah di pesta nanti dan mempermalukanku, ingat, aku tidak akan segan-segan menghukummu lagi.”
Jasmine mengangkat alis, matanya penuh tantangan. “Belum apa-apa sudah menuduhku, Louise. Apakah itu sifatmu? Selalu mendahului fakta dengan tuduhan tanpa dasar?”
Louise tidak mau kalah. “Itu karena kau selalu berbuat jahat! Terutama pada Lady Cecilia.”
Mendengar nama itu, senyum di wajah Jasmine lenyap. Tatapannya berubah dingin, menusuk Louise seperti belati. “Bukankah kau yang lebih jahat, Louise?”
Louise mengerutkan dahi. “Apa maksudmu? Aku tidak pernah jahat. Kau yang selalu memulai!”
Jasmine mendengus, nadanya penuh ejekan. “Heh. Kau selalu menghukumku, Louise. Bahkan memakiku di depan umum. Aku bahkan tidak tahu kesalahanku apa. Pernahkah kau berpikir betapa rendahnya tindakanmu itu?”
Louise menggeleng. “Kau pantas dihukum, Jasmine. Itu semua karena kesalahanmu!”
Jasmine mendekatkan wajahnya, menantang Louise. “Kesalahan apa? Kau selalu menghukumku hanya karena laporan dari kekasih simpananmu itu! Sekali ia mengadu, kau langsung menyiksaku tanpa mencari tahu kebenarannya.”
“Itu karena kau memang sering berulah, Jasmine!” balas Louise, nada suaranya meninggi.
“Berulah?!” Jasmine hampir tertawa mendengar itu. Ia menggelengkan kepalanya dengan tatapan penuh rasa jijik. “Katakan padaku, Louise, mana yang kau anggap sebagai ulahku? Apakah karena pelayan-pelayan dan pengawal yang dibawa kekasih simpananmu itu sering mengadu tentangku? Kau bahkan tidak menyadari bahwa mereka semua adalah orang yang cacat!”
Louise terkejut mendengar ucapan itu. “Cacat? Apa maksudmu?”
“Cacat moral, Louise! Lihatlah! Semua orang yang dibawa oleh Lady Cecilia terlibat dalam kasus kecurangan dan penggelapan. Tidak hanya satu orang, Louise. Semua dari mereka! Kau ini sebenarnya cerdas atau bodoh?” Jasmine menekan kata terakhir dengan penuh sarkasme.
Louise terdiam, matanya berkilat marah, tetapi ia tidak bisa membalas. Jasmine melanjutkan, suaranya semakin tajam. “Apakah kau masih menganggap mereka sebagai orang baik hati? Kau tahu, orang baik hati tidak akan mengadukan sesuatu yang seharusnya bisa diselesaikan sendiri apalagi mengadu soal sesuatu yang tidak ada sama sekali. Mereka hanya memanfaatkanmu, Louise untuk selalu menyiksaku.”
Louise akan membuka mulutnya, tetapi Jasmine memotongnya dengan lebih sarkastik lagi. “Ah, jangankan menilai mereka, otakmu saja tidak bisa berpikir dengan benar. Kau ini benar-benar bodoh.”
Louise mengepalkan tangannya, wajahnya memerah karena amarah. “Kau sungguh kurang ajar, Jasmine!”
“Kurang ajar?” Jasmine tertawa sinis. “Kau bahkan lebih kurang ajar. Kau selalu menghukumku tanpa alasan, bahkan memakiku di depan semua orang. Kau benar-benar pria yang tidak tahu malu.”
“Itu karena kau pantas mendapatkannya!” Louise membela diri dengan nada tinggi.
“Pantas? Pantas untuk apa? Karena aku tidak tunduk pada Lady Cecilia? Karena aku menolak menyembah pelayan-pelayan cacat moralnya? Kau benar-benar buta, Louise. Kau hanya melihat apa yang ingin kau lihat.”
Louise tidak bisa membalas lagi. Jasmine tersenyum sinis, lalu bersandar kembali ke kursinya. “Sudah selesai bicara? Kalau tidak, aku masih punya banyak hal untuk membuatmu sadar betapa bodohnya dirimu.”
Ucapan dalam hati Jasmine, "Dia pikir dia siapa? Mengancamku seperti itu. Apakah dia lupa bahwa semua ini adalah kesalahan bodohnya sendiri? Louise, kau tidak pernah mau membuka matamu untuk melihat siapa yang benar dan siapa yang salah. Kau hanya mendengarkan Lady Cecilia, wanita yang menjijikkan itu.
Ah, Louise, aku benar-benar tidak tahu apakah aku harus mengasihani kebodohanmu atau membencimu lebih dari ini."
Louise menatap Jasmine dengan tatapan penuh amarah. Tetapi jauh di dalam hatinya, ia merasa ada sesuatu yang salah dengan dirinya. Ia tahu bahwa Jasmine benar dalam beberapa hal, tetapi egonya terlalu besar untuk mengakuinya.
Ucapan dalam hati Louise, "Kenapa dia selalu membuatku merasa seperti ini? Dia memang licik, tapi ada sesuatu dalam ucapannya yang membuatku ragu. Apa mungkin aku yang salah selama ini? Tidak, tidak mungkin. Lady Cecilia tidak mungkin salah. Jasmine pasti berbohong. Dia memang pandai memutarbalikkan fakta."
"Tapi... aku telah melihat semua bukti. Para pelayan yang dibawa Lady Cecilia memang sudah terbukti bersalah. Pengadilan bahkan sudah memproses hukuman mereka saat pesta penyambutan kedatanganku beberapa hari yang lalu. Lalu, kenapa aku masih ragu? Apa mungkin Jasmine mengatakan yang sebenarnya selama ini? Tidak, tidak mungkin. Dia pasti hanya mencari celah untuk menyudutkanku."
Jasmine memandang Louise dengan tatapan bencinya, "Dia pasti merasa terpojok sekarang. Bagus. Biarkan dia merasakan apa yang aku rasakan selama ini. Semua penghinaan, semua tuduhan tanpa dasar, semua hukuman yang aku terima... Louise, kau pantas mendapatkannya. Aku tidak akan memaafkanmu."
Kereta terus melaju, tetapi suasana di dalamnya panas. Jasmine dan Louise, meskipun berada di ruang yang sama, seakan berada di dunia yang berbeda. Dunia yang dipenuhi kebencian dan kemarahan yang tidak akan mudah mereda.