Selamat datang di cerita baru Aku teman-teman. Kali ini aku ingin membuat cerita tentang sekelompok keluarga yang diasingkan ke sebuah pulau yang tak berpenghuni.
Pulau itu dikelilingi oleh samudera yang luas. Butuh waktu lima belas hari pelayaran untuk sampai ketempat itu.
Pulau itu dimiliki oleh seorang billionaire asal Amerika yang bernama Steven Julio. Steven menikah dengan warga Indonesia yang bernama Zahra. Keduanya menikah karena cinta.
Saskia Aurora merupakan karyawan di perusahaan Steven. Aurora mempunyai obsesi untuk menikah dengan Steven. Siapa yang tidak menyukai lelaki tampan dan juga kaya? Begitupun dengan Aurora.
Sayangnya lelaki itu sudah memiliki seorang istri. Bukannya menyerah, Aurora malah tertantang untuk mendapatkan Steven. Banyak yang dilakukan Aurora untuk mendapatkan, bahkan dengan cara yang ekstrim sekalipun.
Apakah Steven tertarik?
Tentu saja tidak. Steven merupakan pria yang setia dengan istrinya. Bisa dibilang "Bucin Abis".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Senggrong, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hantu!!!!
Malam itu Aurora menatap kedua anaknya dengan sayang. Beruntungnya ia memiliki mereka berdua.
"Mama beruntung memiliki kalian berdua. Meski kelahiran kalian berawal dari kesalahan Mama.... Maaf kan mama yang tidak bisa memberikan Kalian keluarga yang lengkap. Tapi tenang saja, mama akan berusaha sekuat tenaga agar kalian tidak kekurangan kasih sayang, " lanjutnya.
Steven merasa trenyuh saat mendengarnya. Sedari tadi ia duduk di samping si kembar.
Sebenarnya Steven memng tidak bisa jauh dari si kembar lebih dari dua jam. Setiap dua jam sekali dimanapun ia berada akan secara otomatis muncul di dekat si kembar.
Ranjang yang ditempati Aurora memang besar. Dia sangat berterima kasih pada Eagle satu yang membawakan ranjang ini dari villa. Untungnya muat di letakkan di dalam kamar.
Sebelumnya Aurora tidur bersama dengan Dokter Ana. Sekarang Aurora tidur bersama dengan si kembar. Untuk dokter Ana, di tempatkan di villa.
Tak lama kemudian Aurora pun tertidur. Steven menatap ketiganya dengan perasaan yang berkecamuk.
Tiba-tiba saja ia teringat dengan Zahra. Pasti sangat bahagia jika si kembar terlahir dari rahimnya.
"Maafkan Mas, Sayang."
Rasa bersalah Steven pada Zahra semakin besar. Ia merasa telah menjadi seorang pengkhianat. Apa Zahra bisa memaafkannya?
Steven dengan linglung keluar dari kamar. Lion yang kebetulan sedang terjaga menyapanya.
"Grrrrrr.... "
"Kenapa kamu belum tidur? "
"Grrrrr... "
"Jangan berisik nanti si kembar bangun! "
Setelah mengatakan itu, Steven kembali melanjutkan langkahnya. Lion mengikutinya dari belakang.
Sebenarnya kondisi Steven saat ini tidak jauh beda dengan manusia normal lainnya. Hanya saja ia tidak bisa dilihat maupun di sentuh. Selain itu ia juga tidak butuh makan untuk mengisi tenaganya.
Selain semua itu Steven masih bersikap normal selayaknya orang lainnya.
Dua jam kemudian Steven kembali ke sisi si kembar. Ia langsung membaringkan tubuhnya di samping Bulan yang memang kosong.
Keesokan harinya Aurora bangun pagi seperti biasanya. Setelah bersih-bersih dan beribadah ia langsung pergi ke dapur untuk memasak.
Pertama ia memasak nasi terlebih dahulu. Setelah itu dilanjutkan dengan masak sayur. Kemarin siang Edo mengambil rebung untuk dimasak. Jadi dia membuat hidangan tumis rebung. Selain itu ia juga membuat telur balado.
Disela memasak, Aurora memeriksa si kembar yang berada di kamar. Takutnya mereka bangun dan menangis
Ternyata si kembar memang sudah bangun. Untungnya keduanya tidak ada yang menangis. Untung saja Steven datang saat mereka bangun.
"Wah.... ternyata kesayangan mama sudah bangun. Pinter deh nggak nangis, " ucap Aurora sambil menghampiri keduanya. Steven segera menyingkir dari tempatnya. Memberi ruang bagi Aurora untuk mendekati si kembar.
Aurora mengambil Bulan untuk di susui. Kemudian dengan santai membuka kemeja yang ia pakai untuk mengeluarkan sumber gizi Bintang dan Bulan. Steven yang melihat hal tersebut langsung membulatkan kedua matanya.
"Dasar perempuan nggak punya kesopanan. Apa dia tidak lihat kalau ada orang disini, " ucap Steven mendumel. Apa Aurora mendengar?
Tentu saja Aurora tidak mendengarnya. Meski Steven teriak sekalipun Aurora tidak akan mendengarnya. Lain halnya dengan si kembar. Kalau Steven sampai benar-benar teriak, mereka akan langsung kaget dan menangis.
"Kalian mirip banget sih sama papa kalian. Kok Nggak mirip sama mama saja sih, " keluh Aurora sambil menatap Bulan yang ada di pangkuannya.
Steven masih ada di dalam kamar. Namun saat ini posisinya memunggungi Aurora. Dia duduk disamping Bintang yang masih tiduran di atas ranjang. Mendengar keluhan Aurora, Steven tersenyum sinis.
"Biar tahu kalau mereka ini anakku. Lagi pula apa salahnya kalau mereka mirip denganku, " gerutu Steven yang sayangnya tidak bisa di dengar oleh Aurora.
Tiba-tiba Aurora teringat masakannya di dapur. Pasti saat ini kayunya sudah mati. Untung bukan di kompor. Kalau di kompor pasti masakannya sudah gosong. Itulah salah satu keuntungan masak menggunakan kayu bakar.
Setelah Bulan selesai giliran Bintang. Diantara Bulan dan Bintang, Bintang lah yang kuat menyusu.
Tok tok tok
"Ra.... sudah bangun belum, " teriak Rania dari luar.
"Sudah.Tunggu sebentar, Bintang lagi nenen. "
"Ok! "
Setelah Bintang selesai, Aurora segera membuka pintu. Terlihat Rania sedang menggoda Leony yang masih tidur.
"Awas dicakar. Baru tau rasa Kamu, " tegur Aurora.
"Aku kan cuma mengelus bulunya doang. Tidak akan marah kan? "
"Waspada itu jauh lebih baik. Kecuali Kamu sudah akrab dengannya."
"Iya deh. Kamu sudah masak belum? "
"Sudah sih tapi belum matang. Tolong kamu jagain si kembar sebentar. Takutnya nanti mereka nangis."
"Oke! "
Rania langsung masuk kedalam kamar, sedangkan Aurora ke dapur. Betapa terkejutnya Aurora saat melihat Bintang melayang.
"Hantu!!!! " teriak Rania histeris. Si kembar sampai menangis mendengar teriakannya. Aurora langsung berlari ke kamar.
Saat Aurora tiba, Bintang sudah berada di atas ranjang. Sedangkan Rania tergeletak di atas tanah. Karena lantainya memang masih berupa tanah
Aurora tidak memperdulikan keadaan Rania sama sekali. Yang ada di pikirannya sekarang hanya si kembar.
"Maafin mama ya sayang. Pasti kalian terkejut mendengar teriakan tante Rania. Cup... cup cup."
Cukup sulit sebenarnya menenangkan dua bayi yang sedang nangis bersamaan. Untungnya ada Steven yang turut menghibur mereka.
"Ada apa sih kok teriak-teriak? " tanya Wanda yang baru saja datang.
"Entah. Tadi Aku ada di dapur. Kemudian tu orang teriak sampai si kembar nangis. Saya datang malah dianya pingsan. Bantuin dong mbak, kasian tuh anak."
Tidak hanya Wanda saja yang datang. Ada Sania, Raka, Edo, Dandi dan Nyonya Wijaya.
Dandi sebagai kekasih segera membawa Rania ke atas ranjang Aurora. Tidak mungkin membawanya naik ke rumah pohon. Bisa-bisa keduanya jatuh,
Tak lama kemudian Rania membuka kedua matanya. Ia bingung kenapa tiduran di atas ranjang Aurora. Bukankah Ia ingin masak.
"Sudah bangun? " suara Aurora menyadarkan lamunannya.
"Kenapa Aku bisa tidur disini? "
"Seharusnya pertanyaan itu Aku tujukan padamu. Kenapa tadi kamu teriak? Kamu itu pingsan, bukan tidur
"Oh... tadi Aku melihat Bulan melayang seperti ada yang menggendongnya. Sekarang dimana mereka? " tanya Rania dengan panik. Dia bergegas untuk bangun dari posisinya.
"Tidak perlu panik seperti itu. Bulan sama Bintang aman kok. Tapi... kamu tidak salah lihat kan? Jangan-jangan Kamu masih ngantuk."
"Aku tidak salah lihat! "
"Terserah deh yang penting Bintang sama Bulan baik-baik saja. Kamu bagaimana? apa ada yang sakit atau tidak nyaman? " Rania menggelengkan kepalanya.
"Syukurlah kalau begitu. Kamu masih mau istirahat di disini atau bagaimana. Aku akan mengambil makanan supaya perutmu segera diisi. Mungkin saja perutmu sedang lapar, jadi pingsan. "
"Kalian sudah makan? "
"Sudah. Sekarang mereka ada di depan. "
"Makan disini saja. "
"Baiklah tunggu sebentar. "