WANTED DILARANG JIPLAK !!! LIHAT TANGGAL TERBIT !!!
Karena ketidaksengajaan yang membuat Shania Cleoza Maheswari (siswi SMA) dan Arkala Mahesa (guru kimia) mengikat janji sehidup semati di hadapan Tuhan.
Shania adalah gadis dengan segudang kenakalan remaja terpaksa menikah muda dengan gurunya Arka, yang terkenal dingin, angkuh dan galak.
Tapi perjuangan cinta Shania tak sia sia, Arka dapat membuka hatinya untuk Shania, bahkan Arka sangat mencintai Shania, hanya saja perlakuan dingin Arka di awal pernikahan mereka membuat lubang menganga dalam hati Shania, bukan hanya itu saja cobaan rumah tangga yang mereka hadapi, Shania memiliki segudang cita cita dan asa di hidupnya, salah satunya menjadi atlit basket nasional, akankah Arka merelakan Shania, mengorbankan kehidupan rumah tangga impiannya ?
Bagaimana cara Arka menyikapi sifat kekanakan Shania.Dan bagaimana pula Arka membimbing Shania menjadi partner hidup untuk saling berbagi? ikuti yu asam manis kehidupan mereka disini..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjanjian pra nikah
Ancaman ayah Shania tak main main, pelaporan atas tindakan p3l3c3h4n.
Shania sudah memohon mohon pada ayahnya, ia memang menyukai Arka, mengagumi lebih tepatnya, tapi tidak begini endingnya, well this is terrible.
Ayah Shania memang tipe manusia batu, Shania sampai di kurung di dalam kamarnya tak boleh keluar lagi. Kejadian tadi di sekolah hanya segelintir orang saja yang tau, mereka yang ada disana diminta tidak membocorkan kejadian yang barusan terjadi.
Arka memijit pelipisnya, kepalanya terasa berdenyut. Sangat mustahil ia menikahi Shania, muridnya sendiri, baru membayangkan saja ia sudah menelan salivanya susah, bagaimana nasibnya nanti, apa yang akan ia katakan pada ibunya, Alya, jika tiba tiba ia menikah dengan Shania muridnya sendiri, si bocah berisik dengan perangai yang selalu membuat orang gagal survive dari penyakit darah tinggi.
Tapi ancaman itu, permintaan kepala sekolah yang meminta Arka mengikuti keinginan ayah Shania, agar nama sekolah tak tercoreng astaga...kepalanya rasanya ingin meledak.
"Kenapa bro ?" tanya Dimas, mengambil duduk di depan Arka, bahkan lemon tea dingin di depannya saja, sudah tak sedingin 20 menit yang lalu.
"Gue lagi ada masalah, " jawab Arka, tanpa mau menjawabnya lebih, ia tau temannya ini tipe orang kemal, kepo maksimal. Sebelum ia tau sampai ke akar akarnya sudah dipastikan Dimas akan terus bertanya.
"Tumben amat, biasanya juga segede gedenya masalah loe, loe ga sampai kaya gini, loe anteng anteng aja !" ucap Dimas.
"Gue dituntut suruh nikahin anak orang Dim, "
"Hah ?!!" tenggorokannya tercekat air ludahnya sendiri.
"Yang bener ? emangnya loe abis apain tuh anak orang ?!" Dimas benar benar sudah dilanda kekepoan.
Arka menceritakan kejadian tadi di sekolah pada Dimas.
"Apa yang harus gue bilang sama ibu ? sama Alya?" tanya Arka.
"Ada baiknya loe jujur sama ibu Ka, loe cerita terus terang bagaimana baiknya, kalo masalah Alya..." Dimas kembali berfikir.
"Loe tinggal pilih bro, semua memang ada konsekuensinya...loe milih Alya maka loe harus berhadapan sama hukum, sama keluarga anak murid loe itu."
Ucapan Dimas malah semakin membuat Arka dilanda kebimbangan. Arka menyenderkan kepalanya di kursi cafe menarik dan membuang nafasnya beberapa kali, tapi percuma ia tetap tak menemukan solusinya.
Arka belum mau memutuskan apapun, jujur ia sangat keberatan dengan tuduhan dan tuntutan ayah Shania, sampai beberapa hari setelahnya. Sayangnya, ia pun tak memiliki cukup bukti, bahkan bukti dan saksi justru mengarahkan padanya sebagai pihak bersalah, sungguh sial hidupnya kali ini. Seakan semesta tak sedang berpihak padanya.
"Tok...tok...tok....!"
Arka yang baru saja selesai lari pagi dikejutkan dengan kedatangan petugas pos berseragam oren.
"Arkala Mahesa ?!" tanya nya, Arka mengangguk, seraya mengusap peluh yang mulai terjun bebas di pelipis menuju tulang pipi memakai punggung lengan.
"Betul, " petugas kantor pos itu menyodorkan amplop berwarna coklat pada Arka.
"Makasih pak, " jawab Arka masih mengernyitkan dahinya jadi beberapa lipatan, matanya menatap tajam saat membaca surat pemanggilan yang dilayangkan dari sebuah lembaga bantuan hukum, dengan mencantumkan nama lawyer.
Rupanya ayah Shania tak main main, Arka menyugar rambutnya. Tak ia pungkiri sore itu ia memang melihat tubuh Shania yang hanya terbalut br4 saja, tapi come on, yang benar saja ! hanya gara gara itu ia harus sampai menikahi anak piyik berisik itu.
Arka masuk ke dalam rumahnya, tangannya terulur mengambil gelas dan air minum dari teko, meneguknya hingga tandas.
"Siapa nak ?!" tanya ibunya.
"Eh, bu !"
"Itu tadi petugas pos, " jawab Arka.
"Ada apa ? siapa yang mengirim sesuatu?" tanya wanita paruh baya berjilbab itu pada anaknya.
"Surat bu, " jawab Arka dengan sedikit menunduk.
"Surat ?" ibunya menautkan alisnya hingga menyatu.
"Surat apa ?!" tanya ibunya selepas Arka mengangguk.
Kenapa susah sekali, rasanya ia tak kuasa mengatakan semuanya pada ibu.
"Bu," Arka mengajak ibunya duduk di sofa, mencari tempat yang nyaman untuk mengobrol.
"Kenapa ?" tanya ibu.
"Jika Arka menikah..apa ibu merestui ?" tanya Arka hati hati.
Senyum mengembang, dan matanya yang menyipit menandakan jika perempuan yang memiliki surganya di telapak kakinya itu tersenyum senang, maklum saja, usia Arka sudah menginjak 33 tahun, sudah usia ideal untuk menikah bahkan memiliki anak, Dimas saja sudah menikah dan memiliki anak, meskipun bahtera pernikahannya kandas di tengah jalan.
"Tentu ibu merestui nak, bilang saja, kapan kita ke rumah Alya, " jawab ibunya.
"Bu, " ada kegelisahan di wajah Arka.
"Kenapa nak? ada yang salah ?" tanya ibunya.
"Kalau seandainya wanita itu bukan Alya ?" tanya Arka lagi menatap ibunya yang membalas menatapnya penuh makna, raut wajah yang tadinya mengembamg kini sedikit mengerut.
"Lalu siapa? apa hubunganmu dengan Alya sudah kandas nak?" tanya ibu memegang tangan lebar putra satu satunya. Arka memang sudah tak memiliki ayah, ia juga tak memiliki saudara, karena ia anak tunggal.
Arka menghirup nafas rakus kemudian membuangnya panjang, ia menceritakan semuanya pada ibunya, raut yang tadinya masih tersisa senyuman, kini berubah menjadi khawatir.
"Ya Allah nak, meskipun kamu tidak melakukannya, kamu sudah melihat yang bukan hakmu. Apa keputusanmu, sekarang? ibu pasti mendukung dan merestui. Jika memang kamu memilih Shania, maka akhirilah hubunganmu dengan Alya," lirih sang ibu.
"Arka masih bingung bu, Arka tidak mencintai Shania, tapi Arka pun tak bisa menolak tuntutan ayah Shania."
******************
Arka memutuskan mengajak Shania bertemu, ia sudah melakukan shalat istikharah nya beberapa malam belakangan ini, tapi tetap bayangan Shania yang muncul, gadis itu memang seperti iklan selembaran kredit motor, ada dimana mana. Bahkan di mimpinya pun selalu ada.
Shania yang sebenarnya tidak diijinkan keluar oleh ayahnya, terpaksa harus keluar lewat jendela.
"Srrooott...srupuuuttt !"
Gadis ini menyedot jus alpukat hingga tandas dari gelasnya, sementara Arka sudah beberapa kali menggelengkan kepalanya dan berdecih, tak disangka ia akan lebih memilih anak bau kencur ini ketimbang Alya yang jelas jelas calon wanita idaman. Lihatlah gaya cueknya, membuat Arka ingin membungkus Shania dengan daun dan mengukusnya.
"Apa kamu tak punya dress panjang atau baju tertutup yang lebih layak?" tanya Arka.
"Ini darurat pak, saya keluar juga kaya maling jemuran. Ga ada yang tau...boro boro mikirin pake baju. Lagian ini udah tertutup juga, ga pake hot pens, masih pake celana panjang !" sungut Shania mencibir Arka yang kuno. Apa yang ia harapkan Shania memakai gamis seperti Alya ? oh tidak, Shania tidak sekolot itu.
"Tapi celana kamu sobek sobek ?! aurat !"
"Udah deh, bapak mau ngomongin apa sama saya? buruan !" jawab Shania.
"Saya akan menikahi kamu, " jawab Arka dengan berat hati dan nada bicara yang pasrah, seakan hari esok sudah tak ada lagi untuknya.
Shania mengangkat kedua alisnya antara percaya dan tidak. Sebenarnya ia pun masih fifty fifty, di satu sisi ia merasa beruntung, pak Arka juga orang yang ia kagumi, tapi di sisi lain ia pun tak mau menikah muda apalagi hanya karena alasan konyol seperti ini, teman temannya saja yang sampai tidur bersama dan melakukan hal yang biasanya pasangan suami istri lakukan, anteng anteng saja bebas.
"Bapak yakin?!" tanya Shania.
"Ya...yakin tak yakin, tapi saya akan mengajukan persyaratan. Jujur saya tidak mencintai kamu, jangankan cinta rasa respect saja tidak ada. Saya ingin kamu menanda tangani surat perjanjian pra nikah, " jawab Arka.
Shania mengerutkan keningnya dengan setengah mencibir.
"Syarat apa ? jangan yang susah susah !" gerutunya.
Arka menyerahkan selembar kertas pada Shania, dan memintanya membubuhkan tanda tangannya di atas materai.
Perjanjian pra nikah
1. Tinggal di rumah Arka
2. Tidak saling mengganggu urusan pribadi masing masing
3. Uang saku dan jajan diberi Arka.
4. Tidak boleh menuntut apapun dari Arka.
5. Semua keputusan ditentukan oleh Arka.
6. Tidak ada yang tau status pernikahan selain memang orang orang yang sudah tau sebelumnya.
7. Jika melanggar maka salah satu pihak berhak mengajukan cerai, dan tak berhak mengajukan harta gono gini.
Dengan ini kedua belah pihak menyetujuinya.
pihak satu pihak kedua
ARKA SHANIA
"Apa apaan ini ?!" tanya Shania menohok.
"Silahkan tanda tangan, " ucap Arka dingin. Shania menghela nafas lelah,
"Berapa uang jajan sehari ?" tanya Shania penuh perhitungan, jangan sampai kurang dari yang ayahnya biasa berikan.
"Berapa uang jajanmu sehari ?" tanya Arka melipat kedua tangannya di dada.
"Seratus lima puluh ribu, " jawab Shania.
"Oke deal, " Shania melongo tak percaya, jika ternyata semudah itu meminta uang saku pada calon suaminya ini, ia tadi akan meminta lebih.
.
.
.