WARNING : CERITA INI ITU TIPE ADULT ROMANCE DENGAN VERSI ROMANCE SLOWBURN !!!
[ROMACE TIPIS-TIPIS YANG BIKIN JANTUNGAN DAN TAHAN NAPAS]
---
Lima tahun yang lalu, Damien dan Amara menandatangani perjanjian pernikahan demi menunjang keberlangsungan bisnis keluarga mereka. Tidak pernah ada cinta diantara mereka, mereka tinggal bersama tetapi selalu hidup dalam dunia masing-masing.
Semua berjalan dengan lancar hingga Amara yang tiba-tiba menyodorkan sebuah surat cerai kepadanya, disitulah dunia Damien mendadak runtuh. Amara yang selama ini Damien pikir adalah gadis lugu dan penurut, ternyata berbanding terbalik sejak hari itu.
---
“Ayo kita bercerai Damien,” ujar Amara dengan raut seriusnya.
Damien menaikkan alis kanannya sebelum berujar dengan suara beratnya, “Dengan satu syarat baby.”
“Syarat?” tanya Amara masih bersikeras.
Damien mengeluarkan senyum miringnya dan berujar, “Buat aku tergila kepadamu, lalu kita bercerai setelah itu.”
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon redwinee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 19
“Merasa sesak di pesta itu?”
Awalnya Amara berniat untuk mengabaikannya, tetapi pria itu tiba-tiba bersuara membuat Amara mau tak mau harus kembali menoleh ke arahnya untuk menanggapi pertanyannya.
“Iya,” jawab Amara singkat dan tersenyum sedikit menandakan etika sopannya.
Amara terus memperhatikan wajah pria itu, tetapi dia tidak ingat sama sekali wajahnya pernah muncul di media sosial atau berita mengenai perusahaan yang ia garap ataupun proyek bisnis yang ia ambil.
Wajah pria itu memancarkan ciri khas Asia yang halus dan putih bersih, dia memiliki kesan polos dan lugu berbanding terbalik dengan fakta bahwa pria itu merokok sendirian di rooftop seperti ini.
Amara yang merasa tidak nyaman karena menyadari kehadiran orang lain disana berniat untuk kembali ke pesta dan berharap Damien sudah datang. Sebab Amara tidak terlalu mengenal orang-orang didalam pesta dan tugasnya hanyalah menemani Damien dalam menyapa kolega bisnisnya.
Saat Amara berbalik dan hendak berjalan, tiba-tiba ujung hak tinggi Amara bertabrakan dengan lantai rooftop yang bebatuan membuatnya hampir hilang keseimbangan.
Pria tadi yang melihat Amara hampir jatuh langsung membuang rokoknya ke atas tanah menginjaknya kemudian segera menghampiri Amara hendak menolongnya.
Amara mengangkat tangan kanannya ke atas, seolah memberitahu dia baik-baik saja.
Pria itu memberikan uluran tangannya namun Amara hanya menatap uluran tangan itu tanpa berniat membalasnya. Entah kenapa terbesit perasaan tidak nyaman walaupun niat pria itu hanya ingin menolongnya.
“Aku tidak apa-apa, terima kasih,” ujar Amara dengan nada sopannya lagi.
Pria itu hanya tersenyum kecil kemudian menarik tangannya dan memasukkannya ke dalam saku celananya lagi.
Kemudian pandangan pria itu turun ke arah bawah, tepat pada kaki Amara yang sedikit luka akibat hak tinggi yang ia pakai.
Pagi tadi Damien memberikan gaun kepada Amara. Untuk ukuran gaun, Damien memesankannya gaun dengan ukuran yang pas sesuai tubuhnya. Tetapi untuk hak tinggi pemberiannya, ukurannya sedikit kecil dari ukuran hak tinggi yang biasa Amara pakai. Ditambah ia tadi hampir tergelincir, sekarang kaki Amara berdenyut sakit.
Tetapi Amara tetap memakainya demi menghargai pemberian dari pria itu.
“Kakimu terluka,” ujar pria itu lagi kemudian tiba-tiba berjongkok di depan Amara, berniat untuk menggapai kakinya.
Sontak Amara langsung melompat mundur saat tangan pria itu hendak menyentuh kakinya. Pria itu kemudian mengangkat kepalanya dan menengok ke arah Amara bingung.
Amara lagi-lagi hanya menampilkan senyum canggungnya, Amara mengusap leher belakangnya kaku dan berujar kembali, “Aku tidak apa-apa, silahkan nikmati waktu anda. Saya permisi dulu,” ujar Amara kemudian menunduk cepat saat pria itu bangkit berdiri.
Terlihat sangat kentara bahwa Amara tidak nyaman berinteraksi dengan pria itu dan ingin pergi dari sana saat itu juga. Sebab entah kenapa perasaannya tidak enak kala itu.
Pria itu kemudian menatap lurus manik hazel Amara, “Senang bertemu denganmu Mrs. Amara,” ujar pria itu terdengar tulus.
Amara menangguk pelan, “Senang bertemu denganmu juga…”
Amara menggantungkan kalimatnya sebab dirinya sendiri tidak tahu nama pria itu.
“Thompson,” ujar pria itu seolah bisa membaca isi pikiran Amara.
“Senang bertemu denganmu juga, Mr. Thompson,” ujar Amara kemudian membungkuk sedikit untuk pamit dan detik selanjutnya ia langsung beralri kecil menjauh dari hadapan Thomspon.
Bahkan dengan hak tinggi yang membungkus erat kaki mulusnya, wanita itu rela menahan rasa sakitnya untuk berlari kecil demi menghindari interaksi diantara mereka berdua berlangsung lebih lama lagi.
“Wanita yang menarik,” ujar pria itu kemudian tersenyum miring sebelum membuka topeng kulit yang membungkus kepalanya sedari tadi, menampilkan rambutnya yang berantakan dan sedikit lembap karena terlalu lama bersarang dibalik topeng wajah yang ia kenakan itu.
Berbeda dari wajah mulus dan polos yang ia miliki diawal, kini yang tersisa hanyalah wajah tegas dengan luka jahitan pada pipi kanannya yang terukir jelas.
Pria itu masih menatap punggung Amara hingga hilang dibalik belokan tembok, kemudian mengeluarkan rokok dari saku celananya, menyalakan korek dan mulai membakar ujung rokoknya hingga mengepulkan asap ke udara.
Saat Amara kembali ke dalam aula pesta, disana dia sudah menemukan Damien dengan setelan jas formalnya. Dibalut sebuah jas berwarna biru yang senada dengan milik Amara. Pria itu memilihkan warna yang sama untuk pakaian mereka.
Damien terlihat kebingungan mencari orang hingga manik mereka bertemu dan Amara daoat melihat Damien menarik napas lega sebelu berjalan cepat menghampirinya.
“Maaf jika aku lama,” ujar Damien kemudian dengan segera melingkarkan lengannya pada pinggang Amara.
“Terlalu lama,” protes Amara yang kesal dengan Damien yang telat datang malam ini.
Damien tersenyum kecil untuk menanggapi kemudian fokusnya jatuh pada penampilan Amara malam ini yang sangat memesona dan cantik dibalik balutan gaun yang Damien pilih sendiri.
“Kau sangat cantik malam ini,” ujar Damien kemudian tanpa bisa Amara prediksi, Damien mendekatkan wajahnya dan mengecup pipi Amara sekali.
Amara menahan napasnya, berusaha mengontrol dirinya agar tidak berdebar. Ia mengingatkan diri kalau mereka sedang berada di tempat umum, jadi mereka sekarang harus berakting sebagai sepasang suami istri yang menjalankan pernikahan yang bahagia.
“Terima kasih,” ujar Amara kemudian menempatkan tangannya pada punggung tangan Damien yang masih melingkar manis pada pinggang rampingnya kemudian mengusapnya pelan.
“Tidak ada pujian untukku?” tanya Damien, berniat Amara memuji penampilannya malam ini juga.
Namun yang Damien dapati sebagai balasan hanyalah Amara yang mengedikkan bahunya acuh.
Wanita itu benar-benar sok jual mahal. Dan entah kenapa Damien hanya tertawa kecil melihat sikap tidak sopan Amara terhadap dirinya.
Akhirnya Damien mulai menyapa kolega bisnisnya satu per satu, mereka saling berinteraksi dan Amara tidak terlalu memperhatikan. Kebanyakan dari mereka hanya saling memberi selamat untuk proyek bisnis mereka masing-masing, saling menanyakan kabar dan Amara selalu mendapat kalimat yang sama setiap kali mereka bertukar mengobrol dengan para tamu yang datang disana.
“Mrs. Amara, anda sangat cantik hari ini untuk Mr. Damien yang tampan.”
Amara hanya membalas dengan senyuman formalnya sebagai bentuk menghargai pujian mereka, nyatanya pujian itu hanya sebatas basa-basi. Baik ketika bersama dengan Damien ataupun fakta nantinya jika Amara bukan menjadi istri Damien lagi, wanita itu akan tetap cantik.
Amara tidak tampil cantik hanya untuk Damien, Amara cantik untuk dirinya sendiri.
Obrolan itu terus berlanjut, Amara yang sedikit bosan akhirnya mulai menjejalkan pandangannya lagi ke sekitar sebelum berhenti apda seorang wanita di ujung ruangan sana.
Amara sepertinya lupa akan fakta kalau pesta ini dihadiri oleh para kolega bisnis Damien jadi otomatis Florynn juga akan hadir disana.
Dan benar saja, sekarang Amara sedang menatap Florynn yang juga sedang menatap dirinya.