NovelToon NovelToon
LOVE ISN'T LIKE A JOKE

LOVE ISN'T LIKE A JOKE

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Office Romance / Slice of Life
Popularitas:840
Nilai: 5
Nama Author: Yhunie Arthi

Ayuni dan kedua temannya berhasil masuk ke sebuah perusahaan majalah besar dan bekerja di sana. Di perusahaan itu Ayuni bertemu dengan pria bernama Juna yang merupakan Manager di sana. Sayangnya atasannya tersebut begitu dingin dan tak ada belas kasihan kepada Ayuni sejak pertama kali gadis itu bekerja.

Namun siapa sangka Juna tiba-tiba berubah menjadi perhatian kepada Ayuni. Dan sejak perubahan itu juga Ayuni mulai mendapatkan teror yang makin hari makin parah.

Sampai ketika Ayuni jatuh hati pada Juna karena sikap baiknya, sebuah kebenaran akan sikap Juna dan juga teror tersebut akhirnya membawa Ayuni dalam masalah yang tak pernah ia sangka.

Kisah drama mengenai cinta, keluarga, teman, dan cara mengikhlaskan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yhunie Arthi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 24. DIPECAT

..."Terkadang kau seperti semilir angin...

...Terkadang kau juga seperti ombak ...

...Terburuknya kau bahkan bisa menjadi kobaran api...

...Demi awan yang mencintai hujan...

...Ada apa denganmu sebenarnya?"...

Kulihat semua orang datang dengan sikap seperti biasa, kecuali kedua temanku kurasa. Mereka mengawasi setiap gerak-gerikku dalam setiap kesempatan. Aku tahu kalau mereka pastilah khawatir kalau-kalau sesuatu terjadi kembali padaku setelah mendengar cerita yang terjadi. Yang kukhawatirkan bukanlah tatapan mereka, melainkan sikap khawatir mereka yang akhirnya akan membuat mereka memberitahu kakakku apa yang terjadi padaku. Dan aku tidak menginginkan itu.

Namun kurasa bukan hanya itu masalah yang kuhadapi di kantor saat ini.

Bos Juna selalu memarahiku.

Aku tidak tahu karena masalah apa, namun Bos Juna terus-menerus menyalahkan setiap hal yang kukerjakan. Ia meninggikan suaranya, marah besar akan hal kecil atau bahkan hal yang tidak salah. Tidak pernah ia bersikap seperti ini padaku sebelumnya. Tatapannya sarat emosi, dan yang mengejutkan ia tidak pernah ingin berkontak mata denganku seperti yang biasa ia lakukan. Dan kalaupun ia memandangku, hanya pandangan penuh kebencian dan amarah yang kudapatkan. Tidak ada kelembutan dan kehangatan yang biasa kulihat setiap kali ia memandangku dengan manik obsidian itu.

Padahal sebelumnya ia masih bisa bersikap baik padaku. Tapi entah kenapa lagi-lagi sikapnya berubah menjadi seperti itu, lebih buruk dibandingkan ketika hari pertamaku bekerja. Sungguh membuat tidak nyaman di saat suasana hatiku sedang begitu buruk. Pikiran kalau ia berkepribadian ganda menjadi asumsiku terhadapnya sekarang setelah melihat kelakuannya.

Tidak hanya diriku saja yang kena amukannya, setiap orang pun nyaris terkena amarahnya hanya karena hal kecil yang bisa dibicarakan baik-baik. Seperti ketika Tim Perlengkapan bagian busana para model memotret beberapa perlengkapan indah hingga busana serta aksesoris yang akan dipakai model sampul majalah berantakan, Bos Juna marah besar. Ia membuat para tim bergetar ketakutan mendengarnya bicara dengan keras, hanya karena tidak ingin sampai isi majalah bocor ke pasaran sebelum diedarkan.

Melihat perubahan sikapnya itu membuatku ingin berteriak dengan kencang. Tidak cukupkah masalah yang kudapati sejak aku berada di sini hingga kabar yang tidak ingin kudengar kemarin, dan sekarang Bos Juna memerlakukanku layaknya musuh. Aku sangat yakin kalau aku tidak melakukan apa-apa yang bisa membuat seseorang semarah itu. Kesalahan merevisi beberapa kata dalam artikel yang diajukan itu sudah biasa, dan hari ini itu justru seolah seseorang telah menampar dirinya dengan sandal berduri.

“Siapa yang mengirimkan dokumen ke Perusahaan Orlando?” suara Bos Juna menggelegar memenuhi ruangan. Raut wajahnya menakutkan, kali ini ia benar-benar marah.

Perusahaan Orlando? Bukankah itu perintah yang Bos Juna berikan padaku beberapa minggu lalu, saat ia tidak bicara padaku setelah aku bertanya mengenai foto yang kutemukan di mejanya.

Kuangkat tanganku ragu. “Saya, Pak.”

Ia menghela napas berat, kesal dan seakan mengatakan ‘kau lagi?’ ketika ia melihat ke arahku. Ia berjalan ke arahku, wajahnya sangar, begitu penuh dengan amarah yang meluap. Membuatku bertanya-tanya kesalahan apa lagi yang telah aku lakukan padanya.

Bos Juna berdiri beberapa langkah di depanku. Bisa kulihat semua orang yang ada di ruangan melihat ke arahku, melupakan pekerjaan yang menyibukkan mereka sebelumnya.

“Sebenarnya apa yang kamu lakukan?” tuntut Bos Juna, kekesalan terdengar jelas sekali dari setiap kata yang keluar dari mulutnya, “Apa kamu bermaksud menghancurkan perusahaan ini?! Kamu bekerja sama dengan Perusahaan Orlando untuk menjatuhkan Queen?!”

Aku tidak mengerti maksudnya. Aku tidak tahu kenapa ia bicara padaku dengan nada tinggi yang bahkan nyaris berteriak. Setiap orang juga merasakan hal yang sama, tidak mengerti dengan yang sedang terjadi sebenarnya.

Bos Juna mengibaskan beberapa kertas di hadapanku dan kembali berseru, “Kamu memberitahu rencana penerbitan majalah kita sampai dua bulan ke depan sama Perusahaan Orlando, kamu menjual data perusahaan ini ke mereka, hah?!”

Aku terkejut setengah mati saat mendengar alasan ia memarahiku seperti itu. “Saya nggak melakukan hal itu, Pak. Mana mungkin saya melakukan hal sekeji itu pada tempat kerja saya sendiri.”

“Kalau begitu beritahu saya kenapa tercatat nama kamu dalam pengiriman data rahasia perusahaan, data yang bahkan pegawai sini saja nggak boleh lihat?!” bentaknya tanpa ampun.

Mendengar nada tingginya padaku, membuatku terdiam. Tidak ada suara yang bisa keluar dari mulutku, pandangan marahnya tidak main-main.

“Kenapa selalu kamu? Kamu ini siapa memangnya?!” pandangannya berubah, matanya berkaca-kaca dan memelas walau sarat kemarahan tidak menghilang dari parasnya. “Kenapa kamu selalu buat saya marah?!”

“Maaf, Pak. Mungkin saya kurang hati-hati saat mengirim dokumen yang Anda suruh,” suaraku bergetar. Ada perasaan takut sekarang berhadapan dengannya.

“Pergi,” katanya yang mengagetkanku. “Berhenti ada di dekat saya dan buat saya gila. Pergilah. Jangan muncul lagi di depan saya dan mengacaukan semuanya. Kamu ... saya pecat.”

Seperti ditusuk ratusan belati, dadaku sakit luar biasa mendengar ucapannya barusan. Air mataku sudah menggenang, memandang Bos Juna tidak percaya akan ucapan yang ia lontarkan. Aku bertanya-tanya kemana sikap baik dan ramah yang selama ini ia tunjukan. Separah itukah aku berbuat kesalahan? Padahal aku yakin sekali kalau aku hanya mengikuti apa yang ia perintahkan, dokumen ketiga dalam USB yang ia berikan padaku.

Tidak ada yang bicara satu orang pun dalam ruangan ini. Semua orang hanyut dalam keterkejutan akan masalah yang terjadi.

Aku berbalik menghadap meja kerjaku, atau mungkin lebih tepatnya bekas meja kerjaku. Kulepaskan tanda pengenal yang melingkar di leher, benda paling kuhargai sejak aku diterima di Queen Megazine.

Rasanya benar-benar berat harus menanggalkan harta berhargaku ini, menaruhnya di atas meja dan memandanginya untuk yang terakhir kali. Kukemasi barang-barangku, membiarkan Bos Juna yang berdiri di belakangku menunggu aku menyelesaikan ritual menyedihkan ini.

Tak banyak barang yang kubawa, hanya tas ransel besar yang salah satunya berisi kameraku yang seharusnya kugunakan untuk mencari lokasi artikel bersama Andre.

Aku tidak sanggup mengucapkan salam perpisahan kepada semua orang yang menjadi rekan kerjaku selama di sini. Tidak ada keberanian untukku bicara walau sepatah kata, bahkan tersenyum pun aku tak lagi mampu. Semua kata seolah berkumpul di tenggorokan tanpa bisa keluar satu pun dari mulutku.

Kupandangi kedua temanku sebentar, berusaha tersenyum untuk mengatakan kalau ini bukan masalah besar. Aku baik-baik saja, harus baik-baik saja. Sayang aku tidak bisa melihat Andre untuk yang terakhir kali di ruangan ini, karena beberapa saat lalu ia sedang menyelesaikan pekerjaannya di luar dan akan kembali sekitar satu jam lagi. Mungkin aku akan pamit dengannya lewat pesan saja nanti.

“Saya permisi,” kataku pada Bos Juna yang masih terdiam di tempatnya semula, tak memandangku, tak juga bicara apa-apa lagi.

Dengan berat hati aku melangkah pergi meninggalkan ruangan, meninggalkan segala hal yang kudapatkan dengan perjuangan. Meninggalkan rekan yang senantiasa mengisi keseharianku. Hal ini membuatku teringat ucapan Mbak Dewi saat pertama kali aku menginjakkan kaki di ruangan itu, ‘Bos Juna adalah Manager yang punya kuasa penuh di sini. Jangan sampai buat dia marah.’

Sekarang aku tahu maksud ucapan beliau.

Ini menyakitkan. Sungguh.

1
aca
lanjut donk
Yhunie Arthi: update jam 8 malam ya kak 🥰
total 1 replies
aca
lanjut
Marwa Cell
lanjut tor semangatt 💪
Lindy Studíøs
Sudah berapa lama nih thor? Aku rindu sama ceritanya
Yhunie Arthi: Baru up dua hari ini kok, up tiap malam nanti ☺️
total 1 replies
vee
Sumpah keren banget, saya udah nungguin update tiap harinya!
zucarita salada 💖
Akhirnya nemu juga cerita indonesianya yang keren kayak gini! 🤘
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!