Fifiyan adalah anak dari ketua mafia kegelapan yang dikenal kuat dan kejam, banyak mafia yang tunduk dengan mafia kegelapan ini. Tetapi disaat umurnya yang masih belia pada perang mafia musim dingin, keluarga besarnya dibunuh oleh mafia musuh yang misterius dimana membuatnnyabmenjadi anak sebatangkara.
Disaat dia berlari dan mencoba kabur dari kejaran musuh, Fifiyan tidak sengaja bertemu dengan seorang pria kecil yang bersembunyi di dalam gua, karena mereka berdua berada di ambang kematian dan pasukan mafia musuh yang berada diluar gua membuat pria kecil itu mencium Fifiyan dan mengigit lehernya Fifiyan. Setelah kejadiaj itu, Fifiyan dan pria kecil itu berpisah dan bekas gigitannya berubah menjadi tanda merah di leher Fifiyan.
Apakah Fifiyan mampu membalaskan dendam atas kematian keluarganya? Apakah Fifiyan mendapatkan petunjuk tentang kehidupan Fifiyan nantinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bermanja Dengan Finley
Finley terus memelukku erat sambil sesekali menciumku lembut, disetiap aku mengantuk karena pertemuan membosankan ini.
"Apa kamu tidak lelah menciumku?" Ucapku pelan, Finley menatapku dan kembali menciumku.
"Tidak."
"Haish..." desahku pelan. Finley memelukku erat dan kembali menciumku lembut.
"Jadi keputusan pelaksanaan survive di hutan hujan tropis akan dilaksanakan bersama dengan seluruh petinggi tertinggi wilayah bagian!" Ucap pria tua didepanku serius.
"Haaah? Emang aku juga?" Tanyaku menatap Han serius.
"Ya, kemarin Wan mengikuti pertemuan dengan petinggi tertinggi lain saat kau asik berduaan dengan pria yang memelukmu itu bahkan sampai sekarang belum selesai."
"Belum selesai? Kalau begitu kita kesana kak Han dan mmmppphhh..."
"Nanti bersama denganku perginya. Keputusannya belum ada karena aku dan kamu belum memberikan keputusan..." gumam Finley kembali menciumku.
"Tapi kenapa diwilayahmu sudah ada keputusan?"
"Ya ini keputusan sektor internal, nanti mereka juga akan hadir menyuarakan pendapat mereka..." gumam Finley pelan.
"Oohh begitu ya..." desahku pelan, karena pertemuan yang sangat alot ini membuatku ketiduran dipelukan Finley.
Disaat aku tertidur, aku melihat seorang wanita yang mirip denganku terantai dengan rantai yang terlihat sangat kuat di tengah kegelapan. Aku mendekati wanita itu dan wanita itu mengangkat wajahnya.
"Siapa kamu?" Tanyaku pelan.
"Aku adalah kamu dan kamu adalah aku..."
"Apa maksudmu?" Tanyaku terkejut.
"Ya aku itu kamu dan kamu itu aku."
"Aku tidak mengerti, ngomong-ngomong kenapa kamu terantai seperti ini?" Tanyaku bingung.
"Aku terikat ikatan pria dari keluarga Viollet itu."
"Apa tidak bisa dilepaskan?"
"Tidak, lihatlah dimana letak kuncinya? Tidak ada!" Ucap wanita itu dingin, aku mencari letak kuncinya tapi benar-benar tidak ada.
"Apa aku bisa membebaskanmu?"
"Tidak, jadi selamanya kau berada di bawah kendali pria menyebalkan itu."
"Hmmm m-maafkan aku... aku..."
"Tidak masalah, asalkan kau bisa menjaga dirimu maka aku tidak masalah."
"Hmmm lalu namamu siapa?" Tanyaku pelan.
"Aku tidak punya nama."
"Bagaimana aku bisa memanggilmu kalau nama saja tidak ada!"
"Aku hidup di tubuhmu lalu bagaimana aku memiliki nama?"
"Apa semua orang juga sama?"
"Ya, hanya saja kau berbeda
Ikatanmu dan jimat yang kau pakai membuatmu bisa bertemu denganku."
"Oh begitu..." desahku pelan.
"Istriku mari bangun..." ucap seorang pria mendekapku dari belakang yang membuatku terkejut, wanita itu memberiku kode dan membuatku terbangun. Di depan mataku, aku melihat Finley memejamkan kedua matanya dan tidak lama kedua matanya terbuka, kami berada disebuah kamar yang mewah membuatku bingung.
"Ini dimana?"
"Markasku."
"Apa kamu datang ke mimpiku?" Tanyaku pelan.
"Ya, ternyata kau asik di alam bawah sadarmu ya."
"Apa wanita itu aku?"
"Benar."
"Kenapa dia seperti terkurung?" Tanyaku bingung.
"Karena ikatanku yang membuatnya terkurung."
"Apa bisa dilepas?"
"Bisa tapi harus melepaskan ikatanku jadi aku... tidak mau!"
"Untuk wanita itu saja dan..."
"Tidak mau!" Ucap Finley dingin.
"Haish pelit kali!" Finley menekan pipiku kuat.
"Kau milikku jadi aku tidak akan melepaskan ikatanku walaupun kamu memohon!" Ucap Finley dingin.
"Kenapa kau harus mengikatku segala sih?" Gerutuku kesal Finley menciumku dan menggigit bibirku sampai berdarah.
"Sakit aku mmpphhh..." protesku melawan tapi Finley kembali menciumku. Saat dia menciumku, aku merasa jiwaku tersedot melalui mulutnya.
"Haahhh... haaahh..." desahku mengatur nafasku.
"Kini kau seutuhnya milikku."
"Apa yang lakukan baru saja?" Tanyaku dingin.
"Aku memakan sebagian jiwamu."
"Tunggu ! Apa kau gila?" Protesku kesal.
"Tidak-tidak, aku hanya bercanda..." gumam Finley membuka kerah pakaiannya yang membuat tanda yang kehitaman berubah menjadi ungu tua."
"Aku menyempurnakan ikatannya jadi kau milikku selamanya sampai inkarnasi kehidupan lainnya!"
"Apa kau tidak bosan bertemu denganku?" Tanyaku pelan.
"Tidak..." gumam Finley membuka kancing bajuku dan memainkan dadaku.
"Apa kau bercanda?"
"Tidak, aku serius."
"Tidak mungkin kau akan bertahan denganku Finley!"
"Baiklah aku akan membuktikannya padamu..." gumam Finley membuka pakaiannya dan kembali menciumku.
"Membuktikan apa? Dan mmmpphhh..." Tanyaku pelan dan aku merasa Finley membuka seluruh pakaianku sambil terus menciumku.
"Membuktikan kalau kau milikku!"
"Apa yang kau... aaakkhhh..." rintihku pelan saat Finley menghentakkan tubuhku kuat.
"T-tunggu dulu! J-jangan bilang... mmmppphhh..." Finley membungkam bibirku yang membuatku terkejut.
"Aku akan membuktikannya padamu istriku yang bandel!" Ucap Finley terus menghentakkan tubuhnya.
Rasa sakit berubah menjadi rasa nyaman, aku mengikuti pola hentakannya dan lama kelamaan aku merasa ada cairan hangat di dalam perutku.
"A-apa yang kau mmmpphh..." Finley menciumku yang membuatku tidak berdaya.
"Aku sudah membuktikannya bukan... aku sudah memberikanmu calon anak kita..." bisik Finley mengejutkanku.
"Ti-tidak! Jangan! Aku tidak uuugghh..." rintihku pelan.
"Aku tidak peduli, salah sendiri kau menantangku maka aku buktikanlah padamu..." gumam Finley dingin dan Finley benar-benar mempermainkanku.
"Finley kau jahat dan... mmpphhh..."
"Jahat ya? Tidak masalah, jahat dengan istri sendiri tidak melanggar aturan..." gumam Finley pelan yang membuatku benar-benar kelelahan. Finley berbaring di sebelahku sedangkan aku hanya terdiam mengatur nafasku.
"Terimakasih istriku..." gumam Finley menciumku lembut dan aku hanya terdiam membalas ciumannya.
"Kenapa kamu hanya diam?" Tanya Finley pelan.
"Kalau aku hamil bagaimana? Aku tidak siap untuk menjadi ibu dan..."
"Aku yang akan merawatnya, tapi selama dia masih bayi kita rawat bersama, bagaimana?" Tanya Finley pelan.
"Suka-suka kau saja!" Gerutuku kesal tapi Finley hanya tersenyum senang.
Tookkk... Tookkk....
Terdengar suara ketukan pintu diluar, Finley menyelimuti tubuhku sedangkan Finley memakai handuk yang tergantung disebelahnya dan membuka pintu kamar.
"Ada apa?" Tanya Finley dingin.
"Pertemuan akan dimulai nanti malam kak..." ucap Fanley pelan.
"Oh baiklah."
"Dimana... nona muda?" Ucap Fanley bingung.
"Ada... sedang bermanja denganku."
"Bermanja? Waah jangan-jangan..." ucap Fanley menyipitkan kedua matanya dan Finley langsung mengunci pintu kamar.
"Kenapa kau katakan itu?" Protesku kesal.
"Lalu? Memang kita sedang bermanja..." gumam Finley menciumku lembut.
"Hmmm terserah kamu saja."
"Kamu akan datang bersamaku atau tidak?" Tanya Finley pelan.
"Tidak, wilayah kita berbeda."
"Tapi kau sudah menunjukkan hubungan kita ke petinggi diwilayahku loh."
"Tidak masalah, kalau wanita itu tidak menggodamu pasti aku tidak melakukannya!" Ucapku pelan.
"Yayaya aku tahu, aku tahu kau cemburu kan?"
"Mana ada aku cemburu!" Protesku kesal, Finley menekan pipiku dan menatapku dingin
"Apa kamu mau melakukannya lagi jika tidak jujur?" Ucap Finley dingin.
"J-jangan! Sudah aku lelah!"
"Jadi... jujur atau aku akan..."
"B-baik-baik, aku... aku memang cemburu..." gumamku pelan tapi Finley tersenyum dingin padaku.
"Aku suka jawaban itu."
"Aku memang cemburu, entahlah aku tidak tahu kenapa..."
"Karena kau milikku... itu alasannya..." gumam Finley menciumku lembut.
"Nanti jika kamu hamil, kita akan menutupinya dari orang lain!" Ucap Finley pelan.
"Kenapa?"
"Banyak yang menyukaimu dan menyukaiku, aku takut anak kita menjadi korban agar kita berpisah. Jadi aku memutuskan agar menyembunyikannya sampai anak kita sudah bisa mandiri. Bagaimana?"
"Apa kamu tidak bisa menjaganya?"
"Aku bisa saja menjaganya tapi... aku berpikir kesempatanmu dan anak kita nanti, jadi aku memutuskan untuk menyembunyikannya untuk sementara."
"Hmmm baiklah, terserah padamu saja... aku lelah dan aku ingin istirahat..." gumamku pelan dan Finley memelukku erat.
"Tidurlah istriku..." bisik Finley mengusap rambutku lembut sampai aku benar-benar tertidur pulas di pelukan Finley.