Muak seluruh semesta saling membunuh dalam pertikaian yang baru, aku kehilangan adikku dan menjadi raja iblis pertama kematian adikku menciptakan luka dalam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewa Leluhur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
The Controller of Fate
Tawa itu menggetarkan seluruh dimensi Adomte. Bukan suara yang keras, tapi mengandung resonansi yang membuat cermin-cermin takdir bergetar. Arata berbalik, Agroname terangkat dalam posisi siaga.
"Sungguh menghibur," suara itu datang dari segala arah sebelum akhirnya mengkristal menjadi sosok tinggi dalam jubah hitam pekat. "Melihat seorang pemburu dewa akhirnya memahami keterbatasannya sendiri."
Shiesgeld, sang Dewa Pengawas Takdir, melayang beberapa meter di atas platform kristal. Matanya yang keemasan berkilat dengan humor gelap, seolah menikmati setiap detik kebingungan Arata.
"Kau sudah melihatnya, bukan?" Shiesgeld melanjutkan, gesture tangannya yang elegan menunjuk ke cermin takdir. "Bagaimana kisahmu akan berakhir. Seluruh perburuan ini, pengumpulan essence divine... semuanya hanya menuntunmu pada kehancuran di tangan Noah."
Arata tidak menurunkan pedangnya. "Kau menikmati ini."
"Tentu saja!" Shiesgeld tertawa lagi. "Bagaimana tidak? Aku telah menyaksikan ribuan sepertimu — para pemburu realitas yang mengira bisa menantang tatanan divine. Semuanya berakhir sama... hancur oleh ambisi mereka sendiri."
"Kalau begitu katakan padaku," Arata menatap tajam sang dewa, "dalam cermin mana takdirmu tertulis? Apa kau juga sudah melihat bagaimana akhir hidupmu?"
Tawa Shiesgeld terhenti. Untuk sepersekian detik, kilat keemasan di matanya meredup.
"Kau pikir bisa mengintimidasi Dewa Pengawas Takdir?" nada suaranya berubah dingin. "Aku yang menulis takdir! Aku yang—"
"Pembohong," Arata memotong. "Kau tidak menulis takdir. Kau hanya pengawas — seperti penjaga perpustakaan yang tidak bisa mengubah isi buku-bukunya."
Shiesgeld turun ke platform, jubah hitam pekat berkibar tanpa angin. "Hati-hati dengan kata-katamu, pemburu. Kau berada di wilayahku sekarang."
"Kalau begitu tunjukkan," Arata mengambil satu langkah maju. "Tunjukkan cermin takdirmu. Atau kau takut melihat bahwa kedatangan aku, Arata akan mengakhiri hidupmu juga dengan pedang perusak jiwa Agroneme?"
Keheningan yang menyusul terasa begitu berat. Cermin-cermin di sekeliling mereka berpendar lebih terang, seolah merespon ketegangan yang mengental di udara.
"Kau..." Shiesgeld akhirnya berbicara, suaranya nyaris berbisik, "...berani sekali menantangku di sini."
"Aku hanya meminta kejujuran," Arata menjawab tenang. "Dari seseorang yang mengaku sebagai pengawas kebenaran takdir."
Shiesgeld mengangkat tangannya, dan udara di sekitar mereka berubah padat. Cermin-cermin takdir berpendar semakin terang hingga cahayanya menyilaukan.
"Kau ingin melihat takdirku?" suaranya kini mengandung amarah dingin. "Baiklah, akan kutunjukkan padamu kesombongan yang akan membawamu pada kehancuran."
Seluruh dimensi Adomte seakan berputar. Cermin-cermin takdir bergerak dalam spiral, menciptakan tornado cahaya yang memaksa Arata memejamkan mata. Ketika dia membukanya kembali, mereka berdiri di hadapan sebuah cermin raksasa yang permukaannya segelap obsidian.
"Lihatlah," Shiesgeld menggerakkan tangannya. "Takdir seorang Dewa Pengawas."
Permukaan cermin hitam itu beriak seperti air, kemudian menampilkan serangkaian bayangan yang bergerak cepat. Arata melihat Shiesgeld dalam berbagai wujud dan masa — mengawasi para dewa, menuliskan takdir mereka, menjaga keseimbangan realitas.
Tapi ada sesuatu yang janggal.
"Cermin ini..." Arata menggenggam Agroname lebih erat, "...tidak menunjukkan masa depanmu."
Shiesgeld tersenyum tipis. "Karena aku berada di luar takdir. Aku pengawasnya, ingat?"
"Atau karena kau takut melihatnya," Arata melangkah maju. Agroname mulai berpendar dengan essence divine yang terkumpul. "Kau bersembunyi di balik tugasmu sebagai pengawas, menertawakan takdir orang lain, tapi kau sendiri takut menghadapi kenyataan."
"DIAM!" Shiesgeld menghentakkan tangannya. Gelombang energi menyapu platform, tapi Arata tetap berdiri tegak. "Kau tidak tahu apa-apa tentang beban yang kupikul! Berabad-abad aku mengawasi, memastikan setiap entitas divine menjalankan takdirnya..."
"Dan itu membuatmu merasa berkuasa," Arata memotong. "Tapi kau salah, Shiesgeld. Kekuasaanmu hanya ilusi. Sama seperti cermin-cermin ini — mereka memantulkan takdir, tapi tidak bisa mengubahnya."
Shiesgeld melayang lebih tinggi, jubah hitamnya berkibar liar. "Kau ingin bukti kekuasaanku? Baik! Akan kutunjukkan padamu!"
Dimensi di sekitar mereka mulai retak. Cermin-cermin takdir bergetar hebat, beberapa pecah menjadi serpihan cahaya. Shiesgeld mengangkat kedua tangannya, dan dari kegelapan di antara cermin-cermin, muncul sosok-sosok familiar.
"Para pemburu sebelum dirimu," Shiesgeld tersenyum kejam. "Mereka yang berani menantang tatanan divine... dan berakhir menjadi bagian dari koleksiku."
Puluhan, mungkin ratusan arwah pemburu bermaterialisasi di sekeliling mereka. Mata mereka kosong, tubuh mereka transparan seperti kaca retak.
"Lihat akhir yang menunggumu, Arata," Shiesgeld mengumumkan dengan nada kemenangan. "Kau akan bergabung dengan mereka... setelah Noah menghancurkanmu."
Tapi Arata tidak gentar. Dia mengangkat Agroname, membiarkan essence divine dari para dewa yang telah dia kalahkan mengalir ke seluruh pedang.
"Ada satu hal yang kau lupakan, Shiesgeld," Arata menatap tajam sang Dewa Pengawas. "Mereka tidak memiliki apa yang kumiliki."
"Dan apa itu?" Shiesgeld mendesis.
"Keberanian untuk menentang takdir itu sendiri."
Agroname bersinar terang, memancarkan gelombang energi yang membuat arwah-arwah pemburu lenyap seperti asap tertiup angin. Cermin-cermin takdir bergetar lebih hebat, beberapa mulai retak dari ujung ke ujung.
Shiesgeld mundur selangkah — sebuah gerakan yang tidak luput dari pengamatan Arata.
"Kau..." sang Dewa Pengawas menggeram, "...tidak mungkin..."
"Sekarang kau melihatnya, bukan?" Arata mengambil posisi menyerang. "Takdirmu sendiri... yang selama ini kau sembunyikan."
Cermin-cermin takdir terus bergetar, kini mengeluarkan suara gesekan yang memekakkan telinga. Shiesgeld terlihat semakin gusar, wajahnya yang biasanya tenang kini dipenuhi amarah dan... ketakutan?
"Tidak..." dia berbisik, matanya terpaku pada satu cermin yang perlahan muncul dari kegelapan. Cermin ini berbeda — permukaannya seolah terbuat dari darah yang membeku, memancarkan cahaya merah gelap yang menyesakkan.
Arata melihatnya juga. Di dalam cermin itu, terpantul sosok Shiesgeld yang tergeletak dengan Agroname menembus dadanya, essence divine-nya mengalir keluar seperti kabut yang perlahan memudar.
"Jadi ini yang kau takutkan," Arata berkata pelan, pemahaman membanjiri pikirannya. "Kau tahu sejak awal, bahwa aku akan mengakhiri hidupmu."
"TIDAK!" Shiesgeld menjerit, gelombang kekuatan divine menyapu seluruh dimensi. "AKU TIDAK AKAN MEMBIARKAN INI TERJADI!"
Tapi sebelum sang Dewa Pengawas bisa melancarkan serangannya, Arata menghilang dari pandangan. Dalam sekejap mata, dia muncul di belakang Shiesgeld, Agroname terangkat tinggi.
"Kau salah tentang satu hal," Arata berbisik di telinga sang dewa. "Aku bukan pemburu biasa yang bisa kau remehkan, simpan namaku di otak kecilmu aku adalah Dewa Utama penciptaan Arzhanzou Arthur Fartha The Arata."
Tepat setelah Agroname menghujam, Arata merasakan perubahan di udara. Essence divine Shiesgeld berubah, mengembang dengan kekuatan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
"Dan kau juga salah tentang diriku," suara Shiesgeld berubah, lebih dalam dan lebih tua dari waktu itu sendiri. Jubah hitamnya terkoyak, menampakkan armor dengan simbol-simbol sabit bintang yang berpendar. Arata mengucapkan sihir kuno [Ancient Art]
"Apa yang kau lakukan?" dia berusaha melawan, tapi proses itu tidak bisa dihentikan.
"Mengubahmu," Arata menjawab tenang, mengangkat Agroname lebih tinggi. "Menjadi apa yang seharusnya — takhta untuk mengendalikan takdir itu sendiri."
Partikel-partikel Shiesgeld berputar semakin cepat, membentuk pola-pola rumit yang menyerupai konstelasi bintang. Essence divine-nya tidak lenyap, melainkan bertransformasi.
"Tidak... TIDAAAK!" jeritannya terdengar semakin jauh, seolah berasal dari dimensi lain.
Dalam ledakan cahaya yang membutakan, partikel-partikel itu akhirnya memadat. Di tempat Shiesgeld berdiri sebelumnya, kini muncul sebuah singgasana megah — Shigesties.
Takhta itu memancarkan aura divine yang bahkan membuat Arata terpana. Setiap detail ukirannya menceritakan kisah takdir yang pernah ada. Armrest-nya terbuat dari essence divine yang mengkristal, sandaran punggungnya dihiasi simbol-simbol sabit bintang yang berpendar dengan kekuatan Shiesgeld.
Arata melangkah maju, menyentuh permukaan Shigesties yang dingin namun berdetak dengan kehidupan. Dia bisa merasakan kesadaran Shiesgeld di dalamnya — tidak lagi sebagai entitas, tapi sebagai bagian dari singgasana takdir.
"Sekarang kau benar-benar menjadi pengawas," Arata berbisik. "Bagian dari takhta yang akan kugunakan untuk memimpin Adomte."
Cermin-cermin takdir di sekeliling mereka mulai mereorganisasi diri, menciptakan formasi baru dengan Shigesties sebagai pusatnya. Arata duduk di singgasana itu, merasakan kekuatan tak terbatas mengalir ke dalam dirinya.
Dari Shigesties, dia bisa melihat seluruh Adomte — masa lalu, sekarang, dan segala kemungkinan masa depan. Sebagai Dewa Utama yang kini menguasai takdir, dia akan membawa perubahan yang sudah terlalu lama ditunda.
"Adomte," dia mengumumkan, suaranya bergema di seluruh dimensi, "tidak lagi akan diatur oleh takdir yang kaku. Di bawah kekuasaanku, setiap jiwa akan menulis kisahnya sendiri."
Dan dari singgasana takdirnya, Arata tersenyum. Perburuannya telah mencapai puncak yang bahkan tidak pernah dia bayangkan.