"ABANG HATI-HATI!!!" teriak seorang anak kecil menarik tangan Arrazi yang berdiri diatas pagar jembatan. Hingga keduanya terjatuh di alas jembatan yang berbahan beton.
"Aduh!" rintih gadis kecil yang badannya tertindih oleh Arrazi yang ukuran badannya lebih besar dan berat dari badan kecilnya. Laki-laki itu langsung bangun dan membantu si gadis kecil untuk bangun.
Setelah keduanya berdiri, si gadis kecil malah mengomel.
"Jangan berdiri di sana Bang, bahaya! Abang emang mau jatuh ke sungai, terus di makan buaya? Kalo Abang mati gimana? Kasian Mami Papinya Abang, nanti mereka sedih." omel gadis kecil itu dengan khawatir.
Menghiraukan omelan gadis kecil di depannya, Arrazi menjatuhkan pantatnya di atas jembatan, lalu menangis dengan menekukan kedua kaki dan tangannya menutupi wajah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 19 : APARTEMEN
Daniah baru saja keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang lengkap dengan handuk yang membungkus rambut. Netra Daniah yang tidak mendapat sosok laki-laki yang sudah jadi suaminya itu di kamar hotel.
Meskipun beberapa kali ia cari sekitar kamar. Tetap Arrazi tidak ada. Yang ada hanya sarapan yang sudah terhidang di meja dekat sofa. Satu piring masih utuh berisi nasi goreng dan toppingnya, sedangkan piring satu lagi sudah kosong hanya ada sisa bumbu dan minyak yang terlihat di piring itu.
Sepertinya Arrazi sudah terlebih dahulu sarapan. Dan entah kemana laki-laki itu sekarang. Daniah mengambil posisi duduk di sofa, lalu menikmati sarapan yang sudah terasa dingin juga segelas susu putih.
Sambil menyantap nasi goreng, Daniah memainkan HP untuk membalas chat yang belum sempat ia balas tadi. Indera pendengaran Daniah mendengar suara yang berasal dari pintu, ia segera beranjak menuju pintu. Baru saja Daniah hendak membuka, namun pintu itu keburu terbuka oleh Arrazi dari luar.
"Eh, M.....mas." ucap Daniah, melihat Arrazi di depan pintu. Metra mereka bertemu dan saling tatap beberapa detik.
Daniah bukan tanpa sebab memanggil Arrazi dengan sebutan 'MAS'. Tadi saat Daniah sarapan sambil main HP, ada chat masuk dari Maminya yang memanggil Arrazi dengan panggilan 'MAS'.
Dari situlah Daniah berpikir akan menggunakan panggilan ke Arrazi dengan 'MAS'. Selain itu, karena Arrazi pun protes ketika dirinya di panggil Om oleh Daniah. Ya semoga dengan panggilan 'MAS ini, Arrazi tidak protes.
Ada sebuah rasa yang tidak biasa di dalam hati Arrazi saat mendengar Daniah memanggilnya 'MAS. Namun Arrazi gengsi mengakui jika ia amat menyukai panggilan Mas dari mulut kecil Daniah. Entah, apakah Arrazi sudah mulai jatuh cinta kepada perempuan yang baru kemarin ia nikahi?
"Dari mana, Mas?" tanya Daniah sambil memerhatikan Arrazi, ia memakai celana jeans selutut, baju kaos berwarna navy dan menggenggam goodybag kecil berwarna merah di tangan kananya.
Arrazi memberikan goodybag itu kepada Daniah. Yang sebelumnya ia ambil sebatang coklat dari dalamnya.
"Ini buat kamu." ujarnya, lalu berjalan melewati Daniah, masuk ke dalam kamar membawa coklat itu.
Setelah melihat isi dari goodybag dari Arrazi yang berisi es krim dan coklat untuknya, Daniah tersenyum lebar mendapati dua makanan yang ia sukai. Ternyata Arrazi tadi pergi ke minimarket untuk membeli coklat dan es krim.
Daniah menutup pintu, lalu mengikuti langkah suaminya menuju ranjang.
Arrazi mengambil posisi duduk di sisi depan ranjang dengan melipat kaki. Kaki kanan berada di atas paha kirinya. Tangan kananya memainkan remote TV, lalu memilih film fantasi jadul berjudul Charlie and the Chocolate Factory dari platform channel berbayar untuk di tontonnya. Berkisah tentang seorang pemuda yang bernama Willy Winka yang memiliki pabrik coklat dengan menyuguhkan banyak fantasi di dalamnya.
Daniah sempat mengucek mata melihat judul yang di pilih suaminya itu. Takut salah lihat. Ternyata benar, laki-laki dewasa yang begitu dingin, galak, judes itu memilih film fantasi untuk di tontonya.
Unik emang! Saat opening film, Arrazi membuka coklat yang di belinya. Lalu menikmatinya. Daniah ikut duduk namun di sisi kanan ranjang agak berjarak dengan Arrazi sambil menikmati es krim yang di berikan Arrazi.
"Mas suka film itu?" tanya Daniah. Heran sebenarnya dengan pilihan film yang Arrazi tonton.
Namun Arrazi tidak menjawab, ia masih asik menikmati coklat sambil menonton. Sementara itu Daniah sambil menikmati es krim sedang berpikir keras untuk memulai pembicaraan dengan Arrazi yang menurutnya penting. Mau mulai dari mana ya?
"M......mas check out jam berapa?" tanya Daniah masih kaku untuk memanggil Mas. Namun ia harus terbiasa dengan panggilannya ke Arrazi.
"Tiga." jawab Arrazi dengan singkat padat dan jelas.
Daniah melirik jam bentuk kotak yang menempel di dinding. Ada waktu 4 jam lagi.
"Habis dari sini ke rumah orang tua saya kan, Mas?" tanya Daniah lebih memastikan, karena mereka belum ada obrolan akan tinggal di mana setelah nikah.
"Apartemen."
"Apartemen? Apartemen siapa?"
"Saya."
"Mas tinggal di apartemen? Bukannya Mas tinggal di rumah ya? Terus kita bakal tinggal di apartemen Mas, gitu?" lagi Daniah bertanya untuk memastikan.
Karena tadi Maminya bilang kalau barang-barang termasuk kado weddingnya sudah di pindah ke rumah Arrazi itu, apartemen? Tempat yang akan di tinggalinya.
"Mas?"
"Apa sih? Kamu itu bisa nggak ish diam. Jangan banyak tanya! Berisik!" ujar Arrazi dengan sewot, kepalanya menoleh ke arah Daniah dengan menatap tajam.
GLEK!
Daniah menelan salivanya yang terasa coklat, karena ia sedang makan es krim coklat. Perempuan itu tidak menyangka suaminya akan se-sewot itu saat dirinya bertanya tentang tempat yang akan di tinggalinya.
Apakah Daniah salah bertanya seperti itu? Daniah sudah tidak mood lagi dengan es krim yang masih ada setengahnya lagi, karena sikap menyebalkan dari Arrazi itu. Ia beranjak dari tempatnya, lalu membuang es krim yang masih tersisa sedikit itu ke tempat sampah.
Andaikan mood Daniah bagus, ia akan menghabiskan es krim itu sampai menjilati batang es krimnya. Daniah kembali ke ranjang untuk main HP dengan perasaan gondok terhadap suaminya itu. Sampai akhirnya ia ketiduran.
***
Daniah dan Arrazi sudah sampai di apartemen yang Arrazi tempati selama ini. Di ruang tengah itu sudah menumpuk beberapa kado wedding yang ddi bawakan oleh Dhafir. Arrazi terlebih dahulu masuk kamar, kemudian melanjutkan tidur tanpa mengucapkan sepatah katapun saat dirinya dan Daniah masuk ke apartemen. Rasanya badan Arrazi masih pegal-pegal juga matanya berat karena ngantuk.
Sementara itu Daniah langsung house tour di tempat barunya. Ia mengelilingi apartemen yang akan menjadi tempat tinggalnya. Gadis itu memperhatikan, mencoba mengenal dan berusaha untuk mulai beradaptasi dengan tempat tinggal barunya.
Apartemen itu memiliki ruang tamu, lalu ruang tengah yang terhubung dengan ruang tamu yang viewnya bangunan seberang apartemen, ada jendela juga di ruang itu cukup besar. Juga ada 2 kamar. Satunya kamar tidur dan kamar satu lagi tidak ada kasur.
Yang ada meja, bangku, sofa dan lemari yang berisi banyak buku yang tersusun rapi, juga dua nakas yang berjejer rapi. Daniah tebak ini ruangan kerjanya Arrazi. Tempat selanjutnya yang Daniah datangi di apartemen suaminya adalah dapur.
Dapurnya terlihat rapi dan aesthetic, perpaduan warna coklat dan cream dengan gaya dapur modern yang tidak terlalu luas, tapi cukup menyenangkan untuk masak. Bagian sisi kanan dapur ada pantry yang juga bisa di jadikan tempat makan dan di dekat sana ada pintu keluar.
Daniah menggeser selot pintu. Saat pintunya terbuka. Daniah mendapati kalau tempat itu adalah tempat cuci dan jemur baju yang berada di sebelah kiri, karena ada mesin cuci, jemuran juga hanger di sana.
Aparteman Arrazi memang tidak mewah, terkesan sederhana, namun terasa nyaman. Setelah house tour, Daniah merebahkan tubuhnya di sofa panjang yang di depan seberangnya ada TV yang berdiri di atas nakas.
Melirik sebentar ke arah kamar yang tadi di masuki Arrazi membuat Daniah menelan salivanya. Tidak ada kamar lagi di sini. Apakah Daniah akan tinggal satu kamar bersama Arrazi di apartemen ini?
Ahh, membayangkan saja Daniah sampai sakit kepala. Tapi kalau memang iya, apa bisa di kata? Daniah memilih untuk memejamkan mata. Ia ingin tidur sebentar untuk menghilangkan kantuknya yang tiba-tiba datang.
Ia pun masih merasakan pegal-pegal di badannya, akibat berdiri seharian menjadi pengantin kemarin. Kenapa Daniah tidak masuk kamar saja? So pasti jawaban karena Daniah masih sangat canggung untuk masuk kamar Arrazi.
Meskipun laki-laki itu sudah sah menjadi suaminya. Lagi pula sikap Arrazi yang sedari tadi diam dan dingin, membuat Daniah malas untuk berbicara atau sekedar bertanya kepada laki-laki itu.
Makanya Daniah memilih untuk tidur di sofa, tidak mau ke kamr. Toh yang punya kamar pun tidak menawarinya untuk masuk, padahal Daniah adalah istrinya.
***
Arrazi terbangun dari tidurnya, ia mengangkat tangan kanan untuk melihat jam yang melingkar di lengannya. Jam menunjukkan pukul 5 sore. Arrazi menghela nafas berat, ia teringat belum sholat asar.
Arrazi langsung beranjak dari kasur menuju kamar mandi yang berada di luar kamarnya. Dan kamar mandi itu terletak di samping kamarnya. Saat Arrazi hendak masuk kamar mandi, ekor matanya melihat suatu pemandangan asing yang ada di sofanya, matanya yang tadi menyipit, langsung membulat.
Ia kaget melihat seorang perempuan berambut panjang sedang berbaring di sana. Beberapa detik kemudian Arrazi terkekeh pelan dengan kebodohannya. Tentu ia mengenal sosok perempuan itu. Dialah Daniah, perempuan yang baru di nikahinya kemarin.
Ahh, bagaimaa bisa Arrazi sampai lupa kalau dirinya sudah menikah. Arrazi melangkah pelan menuju sofa, dia perhatikan baik-baik wajah Daniah. Arrazi akui kalau Daniah memiliki wajah yang cantik dan imut.
Dengan alis yang rapi, bulu mata yang indah, hidung mancung dan bibir tipisnya yang terlihat pink ranum. Ahh, gadis itu kenapa kalau sedang tidur terlihat begitu menggemaskan. Tapi kalau sedang tidak tidur, ia begitu cerewet.
"Daniah bangun." panggil Arrazi sambil menoel-noel hidung Daniah.
"Aaaa Papi diem deh, jail banget sih!" gerutu Daniah dengan mata yang masih terpejam dan tangan yang menggesek pangkal hidungnya.
Arrazi terkekeh mendengar gerutuan Daniah. Dia kira Arrazi dalah Papinya.
"Heii bangun. Udah sore." bisik Arrazi, kali ini ia dekatkan wajahnya ke wajah Daniah.
PLAK!
Satu tamparan melayang di pipi kiri Arrazi. Arrazi langsung menjauhkan dirinya dari Daniah. Mata Daniah teruka sempurna melihat orang yang ada di depannya dan baru saja mendapat tamparan mentah darinya.
"Mas Arrazi!" kaget Daniah, ia segera bangun dari sofa.
Sementara itu Arrazi hanya terdiam menatap Daniah dengan tajam dengan tangan mengepal dan rahang mengeras. Lumayan perih juga tamparannya. Tapi Arrazi gengsi untuk menunjukkan kalau pipinya terasa perih akibat tamparan Daniah.
Makanya Arrazi tidak mengelus pipinya yang sudah terlihat memerah.
"Maaf Mas. Maaf. Saya nggak sengaja. Habisnya saya kaget tiba-tiba Mas ada di depan saya. Pake bisik-bisik segala lagi. Saya kira tadi.......setan..." lirih Daniah di akhir kalimatnya.
Arrazi mengabaikannya, ia memilih untuk meninggalkan Daniah dan menuju kamar mandi sesuai tujuan utamanya. Namun langkahnya terhenti saat tangannya di tahan oleh Daniah.
"Mas, pasti pipinya sakit ya....maafin saya M.....Mas.." ujar Daniah yang kini berdiri di hadapannya sambil memperhatikan pipi Arrazi yang merah.
"Lepas."
"Hah?"
"Lepas tangan saya!" ujar Arrazi dengan ketus, matanya melirik ke arah tangan Daniah yang saat ini sedang menggenggam tangannya. Daniah segera melepaskan tangannya.
"Maaf......"
Lagi-lagi Arrazi mengabaikannya. Lalu ia masuk ke dalam kamar mandi dan membanting pintu. Daniah menjengit kaget dengan mata yang membulat melihat ke arah pintu kamar mandi.
"Gila! Sentimen banget tuh laki!" ketus Daniah sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tidak mau ambil pusing dengan kelakuan sentimen Arrazi, Daniah kembali ke sofa. Ia duduk menyandar di punggung sofa yang empuk itu. Daniah memijit hidungnya.
"Dia yang noel-noel hidung gue nggak sih?" gumam Daniah mengingat-ingat, karena saat ia tidur, Daniah merasakan hidungnya geli kayak ada yang noel.
"Ahh, nggak mungkin dia sih! Tadi gue pegang tangannya aja dia kek jijik gitu sama gue. Mustahil kan kalo dia mau noel-noel hidung gue yang mancung ini."
"Pipinya pasti pasti sakit tuh, gue kasih tamparan. Ahh, tapi gue juga nggak sengaja. Lagian dia ngapain coba dekat-dekat gue, pake bisik-bisik segala lagi. Kan bikin sawan!"
"Aaarrrggghhh. Mukanya itu loh, kenapa nggak ada ramah-ramahnya benget sih. Makin sangar aja dia. Ck! Gue operasi juga tuh muka biar ilang sangarnya!"
Daniah terus menggerutu mengenai Arrazi. Gerutuannya itu berhenti saat ia melihat clutch bag berwarna coklat di atas tumpukan kado wedding yang belum di buka. Ia tahu apa isi clutch bag berwarna coklat itu.
Karena sebelumnya, Maminya sudah memberitahu. Mulutnya yang sedari tadi di gunakan untuk menggerutu, kini berganti menjadi senyuman manis. Daniah beranjak dari duduknya, lalu mengambil clutch bag itu, kemudian kembali ke sofa.
Mata Daniah berbinar saat membuka resleting clutch bag yang saat ini ada di pangkuannya.
"Auto kaya mendadak gue!" seru Daniah sambil mengeluarkan amplop pemberian tamu undangan yang lumayan banyak dari clutch bag itu. Daniah membuka satu persatu amplopnya dan memisahkan antara uang dan amplop yang sudah terbuka.
Meskipun uang dengan jumlah yang banyak sering ia jumpai, namun Daniah sepertinya lebih senang jika saat ini ia memegang sendiri uang hasil pemberian tamu undangan yang tentunya akan masuk ke kantong Daniah sendiri.
Ingat, Arrazi pernah menantang ingin tahu seberapa matrenya Daniah. Maka akan Daniah buktikan untuk permulaan. Saat ini ia akan mengambil semua uang itu. Daniah di tantang!
ha..ha...ha