Diputuskan begitu saja oleh orang yang sudah menjalin kedekatan dengannya selama hampir tujuh tahun, membuat Winda mengambil sebuah keputusan tanpa berpikir panjang.
Dia meminta dinikahi oleh orang asing yang baru saja ditemui di atas sebuah perjanjian.
Akankah pernikahannya dengan lelaki itu terus berlanjut dan Winda dapat menemukan kebahagiaannya?
Ataukah, pernikahan tersebut akan selesai begitu saja, seiring berakhirnya perjanjian yang telah mereka berdua sepakati?
Ikuti kisahnya hanya di lapak kesayangan Anda ini.
Jangan lupa kasih dukungan untuk author, ya. Makasih 🥰🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merpati_Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Winda Patah Hati
Tidak puas mendengar jawaban Bisma, malam harinya Winda pun mengorek informasi dari Arsen. Namun, Winda tak mendapatkan informasi apa-apa karena Arsen pun tak tahu menahu tentang pekerjaan Bisma.
"Setahu Arsen, sih, Ayah kerjanya cuma antar jemput Arsen saja, Bunda," kata Arsen.
"Memangnya kenapa, Bunda?"
Pertanyaan Arsen selanjutnya, mengurai lamunan Winda yang tengah sibuk menerka-nerka. "Em, tidak apa-apa, Sayang. Ya, udah. Arsen bobok, gih! Udah malam, Bunda juga udah ngantuk."
Winda lalu merebahkan diri di ranjang yang sama dengan Arsen. Tapi, anak itu tak kunjung menyusulnya berbaring dan malah memperhatikan Winda.
"Ada apa, Sayang?" tanya Winda dengan dahi berkerut dalam.
"Bunda tidak akan tidur di sini lagi, 'kan?"
"Kalau Bunda tidur di sini, kenapa? Apa Arsen keberatan?"
Arsen menggeleng. "Tidak, Bunda. Tapi, Ayah yang pastinya akan keberatan jika tiap malam Bunda tidur bersama Arsen."
"Kamu tenang saja, Nak. Ayahmu tidak akan keberatan," balas Winda seraya menepuk ruang kosong di sebelahnya agar Arsen segera menyusulnya tidur. Namun, bocah laki-laki itu kembali menggeleng.
"Tidak, Bunda. Bunda tidak boleh lagi tidur bersama Arsen. Arsen sudah besar, Bunda. Arsen harus tidur sendiri."
Penolakan Arsen sambil menarik tangan Winda agar beranjak dari posisi nyamannya saat ini, membuat Winda mengernyit. "Apa Mas Bisma yang mempengaruhi anak ini agar aku tidur di bersamanya?"
Di satu sisi, hati Winda bersorak senang karena mengira jika Bisma menginginkannya. Namun, di sisi yang lain Winda merasa berdebar karena ini adalah pengalaman pertamanya.
Winda yang kemudian dipaksa Arsen untuk masuk ke kamar Bisma, berjalan dengan ragu. Setibanya di dalam kamar yang luas itu, Winda mengedarkan pandangan ketika dia tak mendapati Bisma di sana.
"Kemana Mas Bisma? Lampu di luar udah padam semua," gumamnya bertanya pada diri sendiri.
"Bodo, ah. Lebih baik aku tidur duluan."
Wanita cantik itu lalu merebahkan diri di sofa. Winda sengaja merebahkan diri di sana karena jika di ranjang, dia khawatir akan dikira sengaja menggoda Bisma. Meski sebenarnya, Winda tak menolak jika malam ini akan terjadi sesuatu di antara mereka berdua.
Beberapa saat kemudian, terdengar suara pintu yang menuju balkon dibuka. Winda buru-buru memejamkan matanya setelah yakin bahwa yang masuk ke kamar adalah Bisma.
Winda menanti dengan hati berdebar, apa yang bakalan terjadi selanjutnya. Dan debaran di hati Winda semakin tak karuan, kala langkah kaki Bisma terdengar semakin mendekat ke arahnya.
"Ck. Bukannya tidur di ranjang, malah tidur di sofa."
Meskipun Bisma berkata menggumam, Winda yang pura-pura tidur masih dapat mendengar dengan jelas. Winda hendak membuka matanya, tapi segera dia urungkan kala tiba-tiba tubuhnya serasa melayang. Rupanya, Bisma mengangkat tubuhnya lalu memindahkan ke ranjang dengan sangat pelan.
Debaran di dada Winda semakin tak terkendali kala dia mencium aroma maskulin tubuh Bisma. Tapi, Winda berusaha untuk tetap tenang agar tidak ketahuan jika dia hanya berpura-pura tidur saja. Namun, Winda merasa gagal mengatur ritme jantungnya kala Bisma menyingkirkan dengan lembut anak rambut yang menutupi wajahnya.
"Duh, gimana ini ... kalau sampai dia tahu jika aku hanya pura-pura tidur. Apa yang harus kukatakan?"
Jantung Winda masih saja berdebar. Apalagi, saat ini dia dapat merasakan hangatnya embusan napas Bisma. Winda sangat yakin jika saat ini wajah suaminya itu sangat dekat dengan wajahnya. Winda jadi merasa malu karena mengira Bisma pasti tengah memperhatikan dirinya.
Kekhawatiran Winda semakin menjadi. Dia takut, warna pipinya yang pasti telah berubah memerah karena rasa malu, akan tertangkap oleh indra penglihatan Bisma. Namun, kekhawatirannya mereda seiring embusan napas panjangnya ketika perlahan Bisma menjauh, lalu masuk ke kamar mandi.
"Huh ... untung dia nggak tahu," gumam Winda. "Tapi sebaiknya, aku tetap pura-pura tidur."
Winda yang telah memejamkan mata, kembali dibuat berdebar ketika pintu kamar mandi terdengar dibuka. Winda masih menanti, apa yang akan dilakukan Bisma selanjutnya pada dirinya.
Setelah cukup lama menanti dalam debaran yang tak pasti, tapi Bisma tak kunjung mendekat kembali, Winda lalu membuka matanya. Dan betapa kecewa hati Winda ketika mendapati Bisma telah tertidur pulas di sofa. Hal itu diketahui Winda dari naik-turunnya dada Bisma yang teratur.
"Ck. Kirain, dia yang udah mempengaruhi Arsen agar melarangku tidur di kamar bocah itu," gumam Winda sedikit kesal. Namun, segera dia tepis rasa itu setelah Winda teringat jika pernikahan mereka memang hanya di atas kertas.
Winda kemudian mencoba memejamkan mata dan berharap bisa segera terlelap seperti Bisma.
Keesokan harinya, Winda yang sangat penasaran dengan pekerjaan Bisma, berencana membuntuti suaminya itu. Winda pun memesan taksi online tanpa sepengatahuan Bisma. Setelah Arsen dan Bisma—yang berpakaian biasa tanpa stelan jas resmi seperti sewaktu pulang kemarin—pamit padanya, Winda bergegas turun melalui lift yang lain.
"Sesuai alamat di aplikasi, ya, Mbak?" tanya sopir taksi begitu Winda duduk di bangku belakang.
"Iya, Pak. Ngebut dikit dan ikuti mobil yang barusan itu, ya, Pak," jawab dan pinta Winda sambil menunjuk mobil Bisma yang baru saja melintas.
Taksi itu pun segera melaju, mengikuti mobil Bisma dari jarak aman. Setelah berjibaku dengan keramaian lalu lintas di jalan raya, taksi yang ditumpangi Winda berhasil membuntuti mobil Bisma sampai tujuan, yaitu sekolah Arsen yang dia dapatkan alamatnya semalam dari bocah itu.
"Tunggu sebentar, ya, Pak," pinta Winda sambil mengamati mobil Bisma.
Dari tempatnya duduk, Winda dapat melihat betapa sayangnya Bisma pada Arsen. Laki-laki itu membukakan pintu untuk Arsen, lalu membimbing bocah itu menuju pintu gerbang.
Di depan pintu gerbang, Bisma berlutut dan berbicara dengan Arsen dengan tatapan penuh kasih. Setelah itu, Bisma mencium puncak kepala Arsen dan mengusapnya dengan lembut.
Selain pemandangan indah tersebut, Winda juga melihat ada seorang wanita cantik yang tebar pesona pada Bisma. Wanita dengan riasan cukup tebal itu bahkan merangkul Arsen sambil tersenyum manis pada Bisma setelah Bisma menyerahkan Arsen padanya. Entah siapa dia dan apa hubungannya dengan Bisma, tapi Winda sangat yakin jika wanita itu adalah salah satu guru di sekolah Arsen.
Setelah mobil Bisma menjauh, barulah Winda turun dari taksi. Winda lalu mendekat ke pintu gerbang yang masih terbuka itu. Tentunya setelah Arsen masuk ke area sekolah dan Winda pastikan jika bocah itu tak 'kan melihat kedatangannya.
"Selamat pagi, Mbak. Ada yang bisa kami bantu?" tanya satpam yang berjaga.
"Maaf, Pak. Saya cuma mau tanya. Apakah di sini ada lowongan pekerjaan?" tanya Winda dengan asal karena dia bingung harus beralasan apa datang ke sana.
"Maaf, Mbak. Kebetulan, lowongan untuk tenaga pendidik baru ditutup beberapa hari lalu."
"Oh." Winda pun harus berpura-pura kecewa.
"Ada lagi yang mau ditanyakan, Mbak?" tanya satpam tersebut karena Winda tak juga berlalu dari sana sedangkan pintu gerbang harus segera ditutup.
"Em, anu, Pak. Apakah di sini ada anak didik yang bernama Arsen Sanjaya?" tanya Winda lagi, tapi sejurus kemudian wanita berhijab itu menepuk pelan bibirnya sendiri.
Bisa-bisanya dia menanyakan Arsen. Kalau satpam itu bertanya lebih jauh mengenai hubungannya dengan Arsen bagaimana? Apa yang harus Winda katakan?
"Kenapa Anda menanyakan Arsen Sanjaya?"
Pertanyaan dari seorang wanita berseragam sama dengan wanita tadi yang tebar pesona pada Bisma, mengalihkan perhatian Winda, juga satpam tersebut.
"Eh, Miss Lea. Selamat pagi, Miss," sapa hormat pak satpam pada wanita seksi itu.
Wanita bernama Lea itu hanya mengangguk dengan senyuman tipis terulas di bibirnya yang bergincu merah. Selanjutnya, tatapan Miss Lea kembali tertuju pada Winda. Tatapan wanita berpenampilan modis itu seperti menguliti hingga membuat Winda bergidik ngeri.
"Ada apa Anda menanyakan Arsen Sanjaya? Apa Anda ingin mendekati Bisma Sanjaya?" tanya Miss Lea kembali karena Winda tak kunjung menjawab pertanyaannya tadi.
"Jangan pernah coba-coba mendekati gebetan saya karena wanita udik seperti Anda, sama sekali tidak level dengannya!" kata Miss Lea yang terdengar begitu arogan setelah memindai penampilan Winda dari atas ke bawah.
Kata-kata Miss Lea barusan, berhasil membuat Winda memundurkan langkah perlahan. Lalu, dia bergegas masuk ke dalam taksi yang masih setia menanti.
"Jalan, Pak," pinta Winda tak bersemangat layaknya orang yang sedang patah hati.
"Pantas saja dia mengabaikanku. Ternyata, dia bukan orang sembarangan dan yang menginginkan Mas Bisma adalah wanita-wanita dari kalangan atas." batin Winda setelah melihat dengan mata kepala sendiri, di mana Arsen bersekolah.
bersambung ...
Semangat terus Kak.... qt selalu nungguin Bisma-Winda Up lg...❤🌹