NovelToon NovelToon
PENGANTIN MERAH : KUTUKAN BUNGA MAWAR

PENGANTIN MERAH : KUTUKAN BUNGA MAWAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor
Popularitas:370
Nilai: 5
Nama Author: Doni arda

Deskripsi:
Di sebuah ruang sunyi yang dihiasi mawar merah dan lilin-lilin berpendar redup, seorang pengantin dengan gaun merah darah duduk dalam keheningan yang mencekam. Wajahnya pucat, matanya mengeluarkan air mata darah, membawa kisah pilu yang tak terucap. Mawar-mawar di sekelilingnya adalah simbol cinta dan tragedi, setiap kelopaknya menandakan nyawa yang terenggut dalam ritual terlarang. Siapa dia? Dan mengapa ia terperangkap di antara cinta dan kutukan?

Ketika seorang pria pemberani tanpa sengaja memasuki dunia yang tak kasat mata ini, ia menyadari bahwa pengantin itu bukan hanya hantu yang mencari pembalasan, tetapi juga jiwa yang merindukan akhir dari penderitaannya. Namun, untuk membebaskannya, ia harus menghadapi kutukan yang telah berakar dalam selama berabad-abad.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 19: PINTU KE KETAKUTAN

Langit malam tidak menunjukkan satu bintang pun. Semua terasa kosong, bahkan angin pun seolah enggan berhembus, menambah kesan bahwa dunia ini sedang menunggu sesuatu yang sangat buruk. Di depan mereka terbentang sebuah lembah yang dalam, dikelilingi oleh tebing-tebing batu yang hitam. Udara di sana terasa lebih dingin, lebih pekat, dan sesuatu yang tak terlihat namun bisa dirasakan begitu berat mengisi ruang.

Vera menggenggam erat belatinya, menatap pria tua di depannya dengan tatapan yang penuh kecemasan. Raka berjalan di sebelahnya, tubuhnya masih dipenuhi luka, namun semangatnya untuk bertahan masih ada, meski semakin pudar. Kegelapan yang kini mereka masuki berbeda dengan apapun yang pernah mereka alami sebelumnya. Ini bukan hanya sekadar kekuatan jahat—ini adalah sesuatu yang lebih dalam, lebih primitif.

"Di sinilah kita akan menemukan jawabannya," kata pria tua itu, suaranya lebih rendah dari biasanya, seolah dia sendiri merasakan ketegangan yang semakin memuncak.

Vera menatapnya dengan ragu. "Ini tempat yang sangat... berbeda," katanya, suaranya bergetar. "Apa yang sebenarnya ada di sini?"

Pria tua itu berhenti sejenak, menatap mereka dengan mata yang tampak lebih dalam dari yang pernah mereka lihat sebelumnya. "Ini adalah tempat di mana batas antara dunia kita dan dunia lain hampir tidak ada lagi. Tempat ini disebut ‘Pintu Kegelapan’—tempat yang terlarang, di mana segala yang jahat dilahirkan dan dibesarkan."

"Jadi, Dimas dan semua makhluk itu berasal dari sini?" tanya Raka, mencoba memahami.

Pria tua itu mengangguk, wajahnya muram. "Tidak hanya Dimas. Semua makhluk yang kalian hadapi berasal dari tempat ini. Namun, mereka hanya perwujudan dari sesuatu yang jauh lebih besar. Kegelapan ini telah ada sejak awal waktu, dan kini ia kembali untuk menghancurkan dunia."

Vera merasa jantungnya semakin berdegup cepat. "Dan kita... kita harus masuk ke dalamnya?" tanyanya, meski suaranya hampir hilang dalam ketegangan yang mencekam.

Pria tua itu menatapnya tajam, seperti menimbang-nimbang jawabannya. "Ya," katanya akhirnya. "Namun, kalian tidak akan kembali seperti yang kalian tahu. Perjalanan ini akan mengubah kalian, atau mungkin menghancurkan kalian. Kegelapan di dalam sana... ia tidak akan membiarkan kalian pergi begitu saja."

Vera menggigit bibirnya, merasakan beratnya keputusan yang dihadapinya. Dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi apa yang akan mereka temui di dalam sana sangat sulit untuk dibayangkan. "Kita harus menghentikan ini... kita tidak punya pilihan," gumamnya.

Raka menoleh kepadanya, meskipun terlihat terluka, matanya penuh dengan tekad. "Kita sudah sampai sejauh ini, Vera. Tidak ada yang bisa menghentikan kita sekarang."

Dengan langkah yang hati-hati, mereka melanjutkan perjalanan, mendekati tebing yang curam di ujung lembah itu. Tanah di bawah kaki mereka terasa rapuh, seolah dunia ini sedang menunggu untuk runtuh. Ketika mereka sampai di ujung lembah, sebuah gerbang besar muncul di hadapan mereka. Gerbang itu terbuat dari batu hitam pekat, dengan ukiran yang tidak bisa mereka pahami. Itu tampak seperti simbol kuno, simbol yang lebih tua dari peradaban manusia.

"Pintu ini adalah gerbang menuju tempat yang paling gelap. Ketika kalian melangkah melewatinya, kalian akan memasuki dunia yang tidak bisa kalian kenali," kata pria tua itu dengan suara berat, wajahnya tampak penuh keprihatinan.

Vera menatap gerbang itu, menghirup udara dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. "Kita harus lakukan ini. Dunia kita tergantung pada ini."

Raka mengangguk, meskipun wajahnya menunjukkan ketakutan yang dalam. "Kita tidak tahu apa yang menunggu di dalam sana, tetapi kita harus bertahan."

Dengan langkah mantap, mereka melangkah maju, menembus kegelapan yang mengelilingi mereka. Ketika mereka melewati gerbang itu, dunia sekitar mereka tiba-tiba berubah.

---

Mereka kini berada di tempat yang sama sekali berbeda—sebuah dunia yang gelap, terbalut kabut tebal, dengan langit yang tampak seperti dihancurkan dan digantikan oleh bayangan gelap yang bergerak. Tanah di bawah mereka terasa bergetar, dan suara-suara aneh terdengar dari kejauhan.

Vera dan Raka merasakan perasaan yang tidak pernah mereka alami sebelumnya—seperti ada mata yang mengawasi mereka dari setiap sudut. Perasaan takut yang begitu dalam, begitu menakutkan, dan begitu nyata.

"Ini... ini bukan dunia kita," Vera berkata pelan, suaranya bergetar.

Pria tua itu menatap sekitar mereka dengan tatapan waspada. "Tidak. Ini adalah dunia yang terpisah, tempat di mana makhluk-makhluk itu tumbuh dan berkembang. Kalian akan merasakannya segera."

Tiba-tiba, suara aneh itu terdengar lebih dekat, semakin dekat, seperti suara langkah besar yang datang dari dalam kegelapan. Tanpa peringatan, sebuah bayangan besar melintas di hadapan mereka, membuat Vera dan Raka terkejut dan mundur beberapa langkah.

Di depan mereka, sosok tinggi dengan tubuh hitam legam muncul, wajahnya tak terlihat jelas, tetapi bisa merasakan matanya yang mengintip dari balik kegelapan. Suara berat mengalun di udara, membuat bumi seakan berguncang.

"Kalian tidak diizinkan untuk masuk lebih dalam."

Pria tua itu mengangkat tangan, menandakan agar mereka berhenti. "Itulah penjaga tempat ini. Mereka adalah makhluk yang diciptakan untuk menghalangi siapa pun yang mencoba menutup gerbang ini."

Makhluk itu bergerak lebih dekat, tubuhnya yang tinggi dan hitam menekan udara sekitar mereka. "Tidak ada yang bisa kembali dari sini," kata makhluk itu dengan suara yang dalam, menggetarkan jiwa mereka.

Vera merasa tercekik oleh ketakutan yang luar biasa. "Apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanyanya, suaranya hampir tak terdengar.

Pria tua itu menatap makhluk itu dengan tatapan tajam, seperti dia sudah menghadapi ancaman ini sebelumnya. "Kita harus melawan, atau kita akan terjebak di sini selamanya."

Makhluk itu mendekat dengan gerakan lambat, tetapi penuh ancaman. Tiba-tiba, ia mengangkat tangan yang panjang dan kasar, lalu menghantamkan ke arah mereka. Raka yang berada di depan Vera mencoba menangkis serangan itu dengan pedangnya, namun kekuatan serangan itu begitu besar sehingga membuat Raka terhuyung mundur.

"Raka!" Vera berteriak, namun dia sendiri merasa tubuhnya terhimpit oleh tekanan yang datang dari segala arah.

Dengan satu dorongan yang sangat kuat, makhluk itu menembus pertahanan mereka, dan mereka terlempar ke tanah.

"Kalian harus lebih kuat," pria tua itu berteriak, memaksa dirinya untuk bangkit. "Kegelapan ini tidak akan berhenti sampai kalian berani melawannya."

Dengan napas terengah-engah, Vera menggenggam erat belatinya, bertekad untuk melawan, meskipun seluruh tubuhnya terasa lelah dan penuh luka. "Kita tidak bisa menyerah sekarang," bisiknya.

Dan dengan satu seruan yang penuh amarah, mereka mulai maju—melawan kegelapan yang semakin mendekat, dengan segala yang mereka miliki.

Namun, di balik bayang-bayang yang mengancam, mereka tidak tahu apakah mereka akan berhasil bertahan, atau apakah mereka akan terkubur selamanya dalam kegelapan yang datang dari dunia ini.

"Perjalanan ini... baru saja dimulai," pikir Vera, tubuhnya terhimpit oleh ketegangan yang tak terhingga.

1
Airin Livia
bagus. semangat thor! 👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!