Di masa putih abu-abu, Juwita dan Calvin Cloud menikah karena kesalahpahaman. Calvin meminta Juwita untuk menyembunyikan status pernikahan mereka.
Setelah lulus sekolah, Calvin pergi ke luar negeri untuk menempuh pendidikan. Sedangkan Juwita memilih berkuliah di Indonesia. Mereka pun saling menjauh, tak memberi kabar seperti kebanyakan pasangan lainnya.
Lima tahun kemudian, Juwita dan Calvin dipertemukan kembali. Calvin baru saja diangkat menjadi presdir baru di perusahaan Lara Crop. Juwita juga diterima menjadi karyawan di perusahaan tersebut.
Akan tetapi, setelah bertemu, sikap Calvin tetap sama. Juwita pun menahan diri untuk tidak memberitahu Calvin jika beberapa tahun silam mengandung anaknya.
Bagaimanakah kelanjutan hubungan Juwita dan Calvin? Apakah Juwita akan tetap merahasiakan buah hatinya, yang selama ini tidak pernah diketahui Calvin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ocean Na Vinli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Pertemuan di Mall • Revisi
Secepat kilat Juwita berjalan masuk ke salah satu butik, bermaksud bersembunyi dari Chester mau pun Marisa. Tak lupa dia pun mengambil ponsel di dalam tas lalu menghubungi Tina, yang saat ini tengah kebingungan karena Chester katanya melihat Juwita barusan. Sementara Marisa reflek juga menoleh ke belakang lalu menoleh lagi ke depan, masih mencari keberadaan Juwita.
Saat mendengar bunyi ponsel, Tina buru-buru mengangkat panggilan.
"Tina, aku sebentar lagi sampai di mall, bisakah kamu mengajak Chester makan dulu setelah itu aku akan bermain bersamanya, ini sudah siang, aku yakin Chester sudah lapar," kata Juwita langsung.
"Oke, oke, aku pikir kamu sudah di mall Juwi, soalnya tadi katanya Chester melihatmu di sekitar sini," balas Tina seraya melirik Chester yang saat ini menatap ke arahnya dengan mata berkedip-kedip di balik topeng itu.
Juwita tersenyum hambar. "Sepertinya Chester salah lihat orang, aku ada di taksi sekarang, sebentar lagi akan sampai, aku minta maaf karena telah merepotkanmu Tina," katanya, tak enak hati pada sahabatnya itu karena terlalu sering berbohong.
"Oke, kalau begitu aku akan mengajak Chester makan dulu, nanti aku akan mengirimkan tempat di mana kami akan makan," ujar Tina.
"Iya, terima kasih Tina." Setelah itu, Juwita memutus sambungan dan menaruh kembali ponsel di dalam tasnya.
Di luar, Tina pun mengajak Chester ke tempat makan sesuai dengan permintaan Juwita tadi. Sedangkan Marisa masih terus menelusuri keberadaan Juwita. Matanya berbinar-binar saat melihat sosok yang dia cari tiba-tiba keluar dari butik.
"Kena kamu!" geram Marisa sambil mempercepat langkah kaki, hendak mengejar Juwita.
"Juwita!" panggil Marisa kemudian berlari kencang.
Juwita mengabaikan Marisa dan berjalan cepat, menerobos kumpulan manusia. Namun, hal tak terduga tiba-tiba terjadi. Marisa berhasil menjeratnya dengan mencengkram pergelangan tangan kanannya saat ini.
"Apa kamu tuli?! Aku dari tadi memanggilmu," ucap Marisa dengan mata melotot tajam.
"Maaf Ma, aku tidak mendengar karena orang-orang di mall ramai." Juwita mengulas senyum kaku, bersikap seolah-olah tidak mendengar padahal dia menghindari Marisa.
Perasaan tak nyaman mulai menyebar ke hati Juwita. Dia yakin pertemuannya dengan Marisa bukan tanpa disengaja. Meskipun begitu, dia senang karena Marisa tidak bertemu Chester tadi.
"Alasan, ayo ikut, ada yang mau aku bicarakan!" Tanpa mendengar balasan Juwita, Marisa menyeret paksa Juwita ke suatu tempat.
Juwita berusaha memberontak tapi tenaganya kalah dengan mama mertuanya itu.
Sesampainya di cafetaria, Marisa menghempas kuat tangan Juwita.
"Kamu ini susah sekali diatur, bagaimana aku mau menerimamu sebagai menantuku jika kamu bersikap seperti ini, aku tidak akan menyakitimu Juwi, aku ingin berbicara sebentar, dan memberikan penawaran menarik untukmu," kata Marisa lalu duduk di kursi.
Juwita enggan menyahut, malah menatap Marisa dengan tatapan sendu.
"Ayo cepat lah duduk! Aku tidak akan lama kok," perintah Marisa kemudian melirik ke arah waiters.
Mau tak mau Juwita pun duduk di kursi yang berseberangan dengan Marisa, dan secara bersamaan pula waiters pun datang, meletakkan buku menu di atas meja.
"Pesanlah, aku akan membayar makananmu hari ini, hitung-hitung aku bersedekah dengan orang miskin." Marisa menggeser buku menu kepada Juwita sambil tersenyum sinis.
Perkataan Marisa menusuk jantung Juwita. Sakit rasanya dipermalukan di depan orang. Namun, Juwita hanya mampu menahan diri dengan tidak melirik buku menu, melainkan menatap serius ke depan.
"Tidak usah Ma, aku sudah kenyang, apa yang ingin Mama bicarakan?" tanya Juwita langsung.
Marisa mengeluarkan decakan pelan lalu menunjuk minuman di daftar menu. Waiters mencatat pesanan, kemudian berlalu pergi.
"Punya nyali juga kamu, pantas saja Putri sampai menangis kemarin." Marisa tiba-tiba mengambil sesuatu di dalam tasnya.
Juwita mengerutkan dahi dengan perkataan Marisa. Dia pun menunggu apa yang ingin disampaikan mertuanya itu.
"Ini ambil lah!" Marisa meletakkan amplop berwarna cokelat di atas meja. "Nominalnya lumayan untuk kamu bertahan hidup di luar Jakarta, maksudku untuk kamu bertahan hidup di kampung, tempat asalmu itu!" serunya sambil tersenyum sinis.
Juwita menyakini bila di dalam isi amplop terdapat sejumlah uang. "Apa maksud Mama?"
Marisa menatap sengit Juwita. "Kamu masih bertanya, tentu saja aku menyuruhmu untuk pergi dari Jakarta, tinggalkan Calvin, biarkan dia hidup dengan damai bersama Putri."
Namun, balasan Juwita di luar prediksi Marisa. "Tidak, aku tidak akan pergi Ma," jawab Juwita dengan tegas.
Juwita mempunyai prinsip bila bukan dari mulut Calvin sendiri yang menyuruhnya untuk pergi, Juwita tidak akan pergi. Meskipun dia tahu cintanya kepada Calvin, tidak terbalaskan selama ini.
Marisa mulai tersulut emosi. "Apa uang ini kurang hah?!" serunya sambil beranjak dari kursi.
Juwita bangkit berdiri. "Bukan masalah kurang Ma, aku mempunyai prinsip yang tidak bisa kulanggar, lagi pula Calvin juga belum menceraikan aku, aku akan pergi jika Calvin menceraikan aku."
Kemarahan Marisa semakin bertambah. Mukanya kini terlihat merah padam. Suasana pun semakin tegang dan mencekam.
"Alasan kamu saja! Dasar wanita tidak tahu diri! Bilang saja kamu tidak ingin kehilangan suami kaya raya, aku tahu sekali orang sepertimu ini sangat lah licik! Berpura-pura polos tapi nyatanya tidak! Padahal aku bermaksud baik menyuruhmu pulang ke kampungmu agar kamu bisa menemani orang tuamu yang sudah masuk liang kubur agar tidak kesepian!" seru Marisa berapi-api, membuat para pengunjung yang berada di cafe memusatkan perhatian ke arah mereka.
"Cukup Ma!" Juwita tersentak, sontak perkataan Marisa membuat jantungnya terasa perih, terlebih orang tuanya yang sudah lama berpulang diikut sertakan dalam permasalahan pelik ini.
"Jangan sangkut pautkan orang tuaku Ma! Mereka sudah beristirahat dengan tenang di sana, Mama tenang saja, aku tidak akan mengusik hubungan Calvin dan Putri!" bentak Juwita, sudah tak mampu lagi menahan sabar.
Hal itu membuat kemarahan Marisa semakin menumpuk.
"Dasar wanita tidak tahu diri!" Dalam hitungan detik Marisa melayangkan tamparan dengan sangat kuat di pipi Juwita.
Plak!
Juwita terkejut, cepat-cepat memegang pipi kanannya yang terasa pedas. Tidak hanya itu pula kini Marisa menyiram mukanya dengan air minuman yang baru saja diantar oleh seorang waiters.
Waiters dan para pengunjung cafe pun terperangah dengan kejadian di depan mata mereka sekarang.
"Apa salahku Ma? Kenapa Mama sangat membenciku ...," lirih Juwita, menatap ke arah Marisa dengan mata berkaca-kaca. Kini pakaian atasnya terlihat basah.
"Tanpa kamu berbuat salah pun aku sangat membencimu, kamu adalah sumber masalah di dalam kehidupanku, aku yakin sekali pasti orang tuamu sangat menyesal melahirkanmu ke dunia," kata Marisa kemudian mengambil amplop di atas meja dan melangkah keluar dari cafe.
Meninggalkan Juwita tertunduk dalam dan tanpa permisi air mata pun perlahan mengalir dari pelupuk matanya.
Di luar Juwita terlihat tegar, tapi di dalam hatinya tampak rapuh. Berkali-kali Marisa membuat Juwita terluka dengan selalu membawa-bawa kedua orang tuanya. Apa benar yang dikatakan Marisa? Bahwa orang tuanya menyesal melahirkan dirinya ke dunia.
Juwita mulai bertanya-tanya, berharap pikiran anehnya itu dapat segera menghilang. Cukup lama dia berdiri meratapi kehidupannya saat ini, yang sangat mengenaskan menurutnya.Tidak dicintai suaminya sendiri dan tidak diakui sebagai menantu.
Juwita berusaha menghentikan air matanya agar tak tumpah, tapi bukannya berhenti, air matanya semakin mengalir dengan sangat deras sekarang.
Sementara itu di luar sana, dengan tergesa-gesa Marisa melangkah ke luar dari mall. Namun, tiba-tiba dari arah depan seorang bocah tanpa sengaja menabrak kakinya.
"Chester!" pekik Tina seketika, tatkala melihat Chester terpental ke lantai.
"Hei, apa matamu tidak dipakai hah?!" bentak Marisa, dengan bola mata menyala-nyala.
atau sebaliknya gustav tdr dengan juwita.. aku gk mau baca lg thor/Scream//Joyful/