Di Sektor 5, kekuasaan, loyalitas, dan reputasi adalah segalanya. Setelah cedera menghentikan karier balapnya, Galang kembali ke kota asal hanya untuk mendapati jalanan dikuasai oleh 12 geng brutal, dipimpin oleh Blooded Scorpio yang kejam. Ketika sahabatnya, Tama, menjadi korban, Galang terpaksa kembali ke dunia balapan liar dan pertarungan tanpa ampun untuk mencari keadilan. Dengan keterampilan balap dan bela diri yang memukau, ia menantang setiap pemimpin geng, menjadi simbol harapan bagi banyak orang di tengah kekacauan. Namun, musuh terbesar, Draxa, pemimpin Blooded Scorpio, menunggu di puncak konflik yang dipenuhi pengkhianatan dan persatuan tak terduga, memaksa Galang menghadapi bukan hanya Draxa, tetapi juga dirinya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banu Sahaja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kabut Tipu Daya
Malam di Sektor 5 terasa berbeda. Tidak ada deru mesin motor yang biasanya mendominasi jalanan, hanya suara angin yang berbisik lembut di antara bangunan tua. Galang duduk di depan dojo, memeriksa Honda CBR 1000RR Fireblade-nya seperti biasa. Setelah pertarungan sengit melawan Reno dan Aquarius Wave, ia merasa bahwa sesuatu yang baru sedang mendekat—sesuatu yang tidak bisa ia lihat, tetapi bisa ia rasakan.
“Kamu tenang sekali,” ujar Tama sambil membawa secangkir teh, duduk di tangga dojo. “Tapi aku tahu di dalam kepala kamu, kamu sedang memikirkan apa yang akan datang.”
Galang tersenyum tipis. “Mungkin aku sudah terlalu terbiasa dengan ini.”
“Pisces Mist,” kata Tama tiba-tiba, nadanya berubah serius. “Mereka yang tersisa dari ‘lingkaran besar’ di Sektor 5. Aku dengar mereka tidak seperti geng lainnya.”
Galang mengangguk, tatapannya tajam. “Aku dengar mereka tidak bermain dengan cara yang biasa.”
Tama menghela napas. “Benar. Mereka ahli dalam manipulasi. Bukan hanya fisik, tapi juga mental. Mereka tidak hanya menyerang lawan mereka; mereka menghancurkan mereka dari dalam.”
Galang tidak menjawab. Ia tahu bahwa Pisces Mist berbeda. Selama ini, geng motor lain selalu mengandalkan kekuatan, kecepatan, atau strategi di lintasan. Tetapi Pisces Mist memiliki reputasi sebagai geng yang bermain dengan tipu daya dan permainan psikologis. Mereka tidak hanya ingin menang; mereka ingin membuat lawan mereka menyerah bahkan sebelum bertarung.
Keesokan harinya, sesuatu yang tidak biasa terjadi. Ketika Tama membuka bengkel di pagi hari, ia menemukan sebuah amplop hitam tergantung di pintu. Tidak ada nama pengirim, hanya lambang Pisces—dua ikan yang berputar membentuk lingkaran, dicetak dengan tinta perak mengkilap.
Tama bergegas membawa amplop itu ke dojo. “Galang, lihat ini!”
Galang mengambil amplop itu dan membukanya dengan hati-hati. Di dalamnya, ia menemukan sebuah pesan singkat yang ditulis dengan tinta merah:
“Kami tidak seperti mereka. Kami tidak membutuhkan lintasan atau kekuatan. Kami hanya butuh kepastian bahwa kau siap menghadapi yang tidak terlihat. Malam ini. Dermaga Selatan. Datang sendiri.”
Galang membaca pesan itu dengan tenang, lalu melipatnya kembali. “Ini mereka,” katanya pelan.
Tama langsung bereaksi. “Jangan pergi, Galang. Ini jebakan! Mereka ingin kau terjebak di permainan mereka.”
“Tama, mereka akan terus mendekati kita kalau aku tidak pergi. Ini bukan soal pilihan,” jawab Galang sambil berdiri. Ia menatap Tama dengan mata yang penuh keyakinan. “Aku harus menghadapi mereka.”
Tama menggeleng dengan frustrasi, tetapi ia tahu Galang benar. “Kalau begitu, hati-hati. Pisces Mist terkenal karena liciknya. Mereka tidak akan bermain adil.”
Malam itu, dermaga selatan terasa lebih gelap dari biasanya. Kabut tebal menyelimuti area, membuat lampu-lampu jalan terlihat redup dan bayangan menjadi lebih panjang. Suara ombak yang menghantam dermaga bercampur dengan desiran angin, menciptakan suasana yang mencekam.
Galang tiba dengan Honda CBR 1000RR Fireblade-nya, suaranya menggema di antara kontainer-kontainer besar yang berserakan di sekitar dermaga. Tidak ada siapa pun di sana, hanya kegelapan dan kabut yang tampak bergerak seperti makhluk hidup.
“Selamat datang, Galang.”
Suara itu datang dari arah kabut. Galang menoleh, mencoba menemukan sumbernya, tetapi tidak ada siapa pun di sana.
“Kau ingin tahu siapa kami?” Suara itu terdengar lagi, kali ini lebih dekat. “Kami adalah bayangan. Kami adalah kabut. Dan kami tidak bermain seperti mereka yang lain.”
Akhirnya, seseorang muncul dari balik kabut. Seorang pria dengan tubuh ramping dan langkah ringan berjalan mendekat. Ia mengenakan jaket hitam dengan lambang Pisces di punggungnya, dan matanya memancarkan kecerdasan yang tajam tetapi penuh tipu daya.
“Namaku Danu ‘Mist’ Wiryawan,” kata pria itu, suaranya lembut tetapi menusuk. “Aku pemimpin Pisces Mist.”
Galang tetap diam, mengamati pria itu dengan seksama.
“Kami telah mendengar banyak tentangmu,” lanjut Danu sambil melangkah lebih dekat. “Kau mengalahkan mereka semua. Scorpio, Aries, Leo, Cancer, Sagittarius, bahkan Aquarius. Tapi aku ingin tahu, apa yang akan kau lakukan ketika kau tidak bisa melihat lawanmu?”
“Langsung ke intinya,” kata Galang dingin. “Apa yang kau inginkan?”
Danu tersenyum tipis. “Lintasan kabut. Balapan di jalanan yang tidak terlihat. Kau dan aku. Kalau kau menang, kami akan mundur. Tapi kalau kau kalah... kau harus meninggalkan dojo dan motormu selamanya.”
Galang tidak terkejut. Ia tahu ini adalah permainan mereka—menciptakan tekanan mental yang membuat lawannya merasa terpojok. Tapi ia tidak terpengaruh. “Baik,” jawabnya singkat. “Aku terima.”
Danu mengangguk. “Bagus. Persiapkan dirimu. Balapan ini bukan tentang kecepatan atau kekuatan. Ini tentang siapa yang bisa bertahan di tengah ketidakpastian.”
Lintasan kabut yang dipilih Pisces Mist adalah jalanan yang melintasi kawasan dermaga, dengan jalur sempit yang dikelilingi oleh kontainer dan gedung-gedung tua. Kabut tebal membuat jarak pandang hanya beberapa meter, menciptakan ilusi bahwa jalan di depan bisa lenyap kapan saja. Ini bukan hanya soal kecepatan, tetapi juga soal keberanian dan kemampuan membaca lingkungan di tengah kegelapan.
Galang berdiri di garis start, bersiap dengan Honda CBR 1000RR Fireblade-nya. Di sebelahnya, Danu duduk di atas Kawasaki Ninja H2 SX, motor yang terkenal dengan akselerasi dan stabilitasnya, tetapi kali ini terasa seperti hantu yang menyatu dengan kabut di sekitarnya.
Seorang anggota Pisces Mist berdiri di tengah lintasan dengan bendera kecil di tangannya. “Satu putaran penuh. Mulai dari sini, melintasi kawasan dermaga, lalu kembali ke garis ini,” katanya dengan suara lantang.
Danu melirik Galang, senyumnya penuh arti. “Selamat datang di kabut, Galang. Semoga kau tidak tersesat.”
Ketika bendera diturunkan, kedua motor melesat bersamaan, menghilang ke dalam kabut tebal yang menunggu mereka.