Menjadi Istri Muda Bosku

Menjadi Istri Muda Bosku

Satu

Alarm itu berdering dengan keras, namun kamar Karin yang gelap dan sunyi seperti enggan merespons. Lampu redup kamar hanya memperlihatkan siluet tempat tidur yang berantakan, dengan selimut tergeletak sembarangan di lantai. Baru pada dering alarm yang kesepuluh, Karin akhirnya tersadar.

Matanya masih berat, namun begitu melihat layar ponselnya, matanya langsung terbelalak. Ponselnya menunjukkan waktu yang sudah melewati batas masuk kerja.

"Sial, aku terlambat lagi hari ini!" serunya seraya melempar ponsel ke tempat tidur. Dengan tergesa-gesa, ia melompat turun dan berlari menuju kamar mandi. Dia bahkan tidak repot-repot untuk merapikan rambut hitam panjangnya yang kini tampak kusut, jatuh berantakan di bahunya.

Karin hanya mencuci muka, menyiramkan air dingin yang menampar lembut kulit pucatnya, berharap itu bisa membangunkannya sepenuhnya. Wajahnya terlihat segar tapi lelah, dengan mata besar yang sedikit bengkak karena kurang tidur.

Dengan tergesa-gesa, ia membuka lemari pakaian, mengeluarkan seragam kerjanya yang masih tergantung rapi di antara beberapa pakaian lainnya. Seragam itu berupa blus putih sederhana dengan logo Perusahaan di bagian dada kiri, dan rok hitam sepanjang lutut. Ia mengenakannya dengan cepat, lalu mengambil tas kecilnya sebelum bergegas keluar kamar, meninggalkan tempat tidurnya yang tetap berantakan.

Ketika keluar dari apartemennya yang sempit, udara pagi yang sejuk langsung menyambut. Karin berlari ke arah jalan, menghentikan taksi dengan panik. Sepanjang perjalanan, pikirannya dipenuhi kecemasan.

'Pasti akan kena masalah lagi,' gumamnya dalam hati, menggigit bibir bawahnya.

Begitu taksi berhenti di depan sebuah gedung pencakar langit yang mewah dengan jendela-jendela besar berkilauan memantulkan sinar matahari, Karin segera turun. Napasnya tersengal saat ia berlari menuju pintu masuk. Perusahaan itu terlihat megah, dengan marmer mengkilap dan dekorasi yang indah. Namun, Karin tidak sempat menikmati keindahan itu.

Setelah tiba di lobi Perusahaan, ia segera mengisi daftar hadir, tangannya gemetar. Saat sedang menulis, Karin merasakan kehadiran seseorang di belakangnya. Suara berat bergema di telinganya, menghentikan gerakannya seketika.

"Hmmm." Manajer Han, seorang pria dengan wajah keras dan rambut yang selalu disisir rapi ke belakang, berdiri di sana. Wajahnya tampak tidak senang, bibirnya menyempit tajam.

"Beraninya kau datang jam segini! Kau pikir ini rumah keluargamu, jadi bisa datang sesuka hati?" teriaknya sambil melipat tangan di dada.

Karin menelan ludah, rasa takut langsung menjalar di dadanya. "Maaf, Tuan," jawabnya cepat, membungkuk dalam-dalam, berusaha menghindari tatapan tajam pria itu.

Di dalam hatinya, Karin ingin membalas dengan sinis. 'Kalau kau tahu aku istri Raka, masih beranikah kau memarahiku?' Tapi dia menahan dirinya, mengingat statusnya yang sebenarnya hanyalah istri tak diinginkan.

Langkah kaki yang berat terdengar dari belakang, membuat suasana makin menegang. Raka, pemilik Perusahaan, muncul dari sudut koridor. Pria itu tampak elegan dalam setelan abu-abu, dengan rambut hitamnya yang disisir rapi ke samping. Dia memiliki aura yang dingin namun menawan, wajahnya selalu tampak tenang dan tak tergoyahkan.

"Apa yang terjadi?" tanyanya, suaranya terdengar datar namun tegas.

"Maaf, Tuan. Gadis ini selalu terlambat," ujar Manajer Han sambil menunjuk Karin dengan dagunya.

Raka menghela napas panjang, mengusap dahinya sejenak. "Sudahlah, biarkan saja. Suruh dia menemuiku nanti."

Perintah itu seperti palu yang menghantam. Karin hanya bisa mengangguk, meski dadanya semakin sesak mendengar ancaman halus itu.

Setelah keduanya pergi, Karin berusaha bernapas lebih dalam. Ia segera menuju dapur kecil di belakang Perusahaan, di mana para pekerja biasa menyimpan barang-barang pribadi mereka. Suasana dapur terasa lebih tenang, dengan bau kopi yang samar tercium. Di sana, Karin menuang segelas air, meneguknya cepat. Perutnya terasa kosong dan sakit. Ia tidak sempat sarapan pagi ini, bahkan tidak sempat mandi, hanya menyemprotkan parfum agar tidak terlalu mencolok.

"Kamu telat lagi?" Suara lembut menyambutnya. Jean, seorang gadis dengan rambut pirang pendek dan mata biru, duduk di dekat pintu. Senyum simpul terukir di bibirnya, meski ada kekhawatiran di baliknya.

Karin hanya mengangguk pelan, meletakkan gelasnya kembali ke atas meja. "Aku harus pergi ke rumah sakit tadi malam untuk menjenguk ayahku," katanya, suaranya lemah. Pikiran tentang ayahnya yang sakit membuat wajahnya semakin muram.

Jean menghela napas, menggeleng pelan. "Apa ada kabar terbaru?"

Karin menunduk, memutar-mutar cincin di jarinya yang terasa dingin. "Tidak ada. Ayah masih sama. Aku benci ibu tiriku," gumamnya, nadanya terdengar getir. Bayangan ibu tirinya yang telah merusak keluarganya selalu membakar amarah di hatinya.

Jean menepuk bahu Karin dengan lembut. "Baiklah, ayo kita mulai bekerja. Jangan sampai Manajer Han melihat kita lagi."

Karin mengangguk, tetapi rasa berat di dadanya belum hilang. Dengan langkah pelan, ia meninggalkan dapur, bersiap menghadapi hari yang panjang.

******

Setelah beberapa saat, Karin mendapati dirinya berdiri di depan pintu kamar Raka. Jantungnya berdebar kencang. Pintu besar dengan pegangan emas itu tampak dingin, seperti cerminan hubungan mereka. Karin mengangkat tangannya untuk mengetuk, tetapi keraguan menghentikannya. Ia merasa enggan untuk bertemu pria itu, pria yang menikahinya tanpa cinta.

Akhirnya, setelah menarik napas panjang, ia mengetuk pintu dengan pelan. "Masuk," terdengar suara dari dalam.

Karin membuka pintu, memasuki ruang kerja Raka. Suasana di dalam ruangan itu terasa megah namun dingin, dengan jendela besar yang memperlihatkan pemandangan kota di kejauhan. Raka duduk di belakang meja, memperhatikan Karin dengan tatapan datar.

"Kenapa kau memanggilku?" Karin bertanya dengan nada dingin, berusaha terlihat tenang meski hatinya terasa berat.

Raka mengulurkan selembar kertas kepadanya tanpa berkata apa-apa. Karin mengambilnya, melihat cek yang tertera di atasnya. Hatinya tersentak, tapi wajahnya tetap tak berubah, seolah cek itu hanyalah selembar kertas biasa.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!