"Untukmu Haikal Mahendra, lelaki hebat yang tertawa tanpa harus merasa bahagia." - Rumah Tanpa Jendela.
"Gue nggak boleh nyerah sebelum denger kata sayang dari mama papa." - Haikal Mahendra.
Instagram : @wp.definasyafa
@haikal.mhdr
TikTok : @wp.definasyafa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon definasyafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
⋆˚𝜗 Fragile girl 𝜚˚⋆
Motor besar berwarna hitam berhenti tepat di depan gerbang rumah berlantai dua, Haikal melepas helm yang menutupi wajah tampannya. Kaki dengan balutan celana jeans sobek-sobek itu turun dari atas motornya, lelaki itu melangkah ke arah bel rumah itu berada saat tangannya hendak menekan bel, matanya tak sengaja menatap motor Arkan yang terparkir di depan rumah sebrang rumah Ella. Gerbang utu terbuka lebar memudahkan Haikal untuk melihat dengan jelas motor itu benar-benar milik Arkan.
"Anjirlah jadi nih cewek tetangganya si bos, kurang ajar emang, kenapa tadi si bos diem aja?" gumam Haikal sambil berdecak pelan.
Jika Haikal tau gadis ini tetangga Arkan, dia tidak perlu repot-repot mengantar tas gadis ini kemari. Harusnya tadi dia titipkan saja tas ini pada Arkan dan dia bisa langsung berangkat bekerja tanpa harus mampir dulu ke rumah gadis ini segala.
Tak mau menyesali hal yang sudah terjadi lebih lama, tangan Haikal kembali terangkat namun belum sempat tangan itu menekan bel, seorang wanita paruh baya tiba-tiba menepuk pundaknya pelan.
"Aden lagi cari siapa?" wanita paruh baya dengan daster rumahannya itu berdiri di samping Haikal, entah sejak kapan dia berdiri disini.
Haikal menghembuskan nafas beratnya, tangan yang semula hendak memencet bell itu kini kembali dia turunkan mengelus dadanya yang sempat berdetak cepat sebab terkejut dengan kedatangan wanita paruh baya di sampingnya.
"Aduh, saya kaget bu kirain hantu tadi."
Wanita paruh baya itu terkekeh pelan, "ya nggak atuh den, masih sore gini masak ada hantu. Aden cari siapa, ya?"
"Oh saya lagi cari perempuan pemilik rumah ini bu." jawab Haikal sesopan mungkin, mana dia juga lupa lagi siapa nama gadis pemilik tas ini.
Dahi wanita paruh baya itu menyergit sebelum kepalan itu mengangguk pelan, "oh non Ella, kalau boleh tau ada apa ya den?"
Haikal menenteng tas punggung berwarna coksu milik gadis itu, "ini bu, mau anter tas dia yang ketinggalan."
"Oh yaudah mari den masuk."
Wanita paruh baya itu membuka gerbang menyuruh Haikal masuk dan mengikuti langkah Haikal dari belakang. Hingga tepat berada di depan pintu rumah yang tertutup rapat itu suara bentakan serta isak tangis yang begitu memilukan terdengar dengan sangat jelas.
Wanita paruh baya itu terlihat sangat khawatir, "maaf den, aden tunggu sini sebentar ya." tanpa menunggu jawaban dari Haikal, wanita itu sudah lebih dulu masuk ke dalam rumah dengan menutup pintu itu kembali.
"GADIS TIDAK TAU DIRI."
Plak!
Plak!
Plak!
Haikal meringis pelan saat mendengar suara tamparan yang terdengar cukup keras sebanyak tiga kali di sertai dengan bentakan-bentakan yang cukup keras.
"Ampun pa, ampun sakit."
Haikal merasa iba saat mendengar lirihan yang begitu menyakitkan, "ya Allah tuh cewek diapain sama bapaknya, sampe minta ampun gitu."
Haikal hendak melangkah ingin menolong gadis itu, tapi kakinya terurungkan sebab dia mengingat bahwa dia bukanlah siapa-siapa disini. Namun dia merasa kasihan dengan gadis itu yang merintih meminta ampun pada papanya. Haikal tetap berdiri di tempatnya, mendengar lirihan serta suara-suara pukulan dan bentakan yang terdengar menyakitkan. Hingga suara itu tiba-tiba sudah tidak terdengar, Haikal menghembuskan nafas lega sebab gadis itu sudah tidak lagi mendapat siksaan.
Beberapa detik kemudian gadis yang dia tunggu keluar dari dalam rumahnya. Kedua mata bulat itu terlihat sayu dan juga sembab, wajahnya yang pucat di sertai bintik-bintik kemerahan yang masih terlihat di wajahnya di tambah lagi bekas tamparan yang terlihat jelas di kedua pipinya. Dan sebentar, leher gadis itu yang memerah membentuk jejak tangan disana. Apa dia tadi di cekik dengan Papa-nya sendiri?
"Kakak cari Ella ya, ada apa kak?" gadis itu bertanya dengan suara lirihnya, dia berusaha terlihat baik-baik saja meski keadaannya sekarang sudah jelas menandakan bahwa gadis itu tidak baik-baik saja.
Haikal mengerjap menatap gadis itu lekat, "iya."
Haikal berbalik melangkahkan kakinya untuk duduk di anakan tangga di depan rumah itu.
Ella menatap semua gerak-gerik Haikal, dia berusaha mengatur deru nafasnya, tangannya terangkat memegang kepalanya yang terasa begitu berat. Ella melangkah gontai untuk duduk di samping Haikal yang tengah menyalakan rokoknya.
"Kenapa kakak cari Ella?"
Haikal memasukkan rokok itu ke dalam mulutnya menghisap zat nikotin itu dan menyebulkan asapnya ke udara. "tas lo ketinggalan."
Haikal meletakkan tas itu di atas paha Ella, dia menoleh menatap wajah gadis itu yang terlihat begitu pucat, Haikal baru menyadarinya jika ternyata sudut bibir gadis itu juga robek. Entah dapat dorongan dari mana tangan Haikal yang semula dia gunakan untuk meletakkan tas gadis itu kini terangkat menyentuh sudut bibir Ella yang sobek, mengelus luka sobekan itu pelan.
"Sakit?" tanya Haikal lembut, bahkan tatapannya terlihat begitu khawatir.
Ella tersentak saat dengan tiba-tiba Haikal memegang sudut bibirnya. Bahkan wajahnya lelaki itu sangat dekat dengan wajahnya sekarang. Dapat Ella lihat jika lelaki itu tengah menyusuri setiap luka yang ada di wajahnya hingga mata itu berhenti tepat di dahi sebelah kiri yang terlihat memar dan terdapat goresan sobekan yang begitu dalam.
Haikal menghembuskan nafasnya gusar, dia jelas tau memar dan sobekan itu ada sebab kepala gadis itu yang sengaja di benturkan oleh Papa-nya. Tangan itu Haikal lepaskan dari sudut bibir Ella, menatap gadis itu resah.
"Lo sering dapet perlakuan kayak gini?"
Ella mendongak menatap mata Haikal yang terlihat menenangkan, "anggep aja kakak nggak pernah tau apa-apa soal Ella, Ella masuk duluan ya kak, makasih udah anterin tas Ella."
Ella hendak berdiri dari duduknya untuk segera melangkahkan masuk memasuki rumahnya, namun Haikal dengan cepat mencekal pergelangan tanganya menariknya pelan hingga kembali duduk di tempat semula.
"Gue yakin lo nggak bakal kuat kalo mendem semua ini sendirian, lo bisa cerita rasa sakit lo ke gue atau kalo misalnya lo nggak mau cerita sama gue karena gue orang asing buat lo, lo bisa cerita ke temen-teman lo yang tadi. Jangan pendem semua sendiri, karena itu bakal nyakitin diri lo sendiri nanti. Hidup emang gitu, kadang nggak sesuai sama apa yang kita inginkan. Tapi lo harus tau, masih banyak orang di luaran sana yang jauh lebih nggak beruntung seperti lo. Jangan nyerah, lo harus kuat buat diri lo sendiri."
Setelah mengatakan itu Haikal berdiri dari duduknya melangkah keluar pekarangan rumah Ella dan melajukan motornya menuju cafe tempatnya bekerja.
Ella diam menatap kepergian Haikal dengan tatapan kosong, tanpa dia sadari tetesan bening itu lolos dari kedua mata sayu nya.
"Kakak itu baik, dia satu-satunya orang asing yang peduli sama Ella."