Aditya, seorang gamer top dalam Astaroth Online, mendadak terbangun sebagai Spectra—karakter prajurit bayangan yang ia mainkan selama ini. Terjebak dalam dunia game yang kini menjadi nyata, ia harus beradaptasi dengan kekuatan dan tantangan yang sebelumnya hanya ia kenal secara digital. Bersama pedang legendaris dan kemampuan magisnya, Aditya memulai petualangan berbahaya untuk mencari jawaban dan menemukan jalan pulang, sambil mengungkap misteri besar yang tersembunyi di balik dunia Astaroth Online.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LauraEll, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 19 : Pria bertudung?
Hari berganti, tetapi masih belum ada kabar dari Lyra dan Dale. Spectra berdiri di jendela kamar Vizcount Granbell, memandangi horizon dengan dahi berkerut. Keheningan pagi itu hanya memperburuk kegelisahannya. Arkane, yang memperhatikan dari dekat, akhirnya mendekati Spectra.
“Tuan Spectra,” kata Arkane dengan suara pelan namun serius. “Kita tidak bisa terus menunggu seperti ini. Bagaimana kalau kita menyusul Lyra ke Dark Forest? Dia pasti meninggalkan jejak yang bisa kita ikuti.”
Spectra menatap Arkane tajam. “Aku percaya pada Lyra. Dia tahu apa yang dia lakukan.”
“Tentu saja, tetapi ingatlah, Tuan,” jawab Arkane, “bahaya di Dark Forest bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan. Bahkan untuk lyra sekalipun kan?"
Kata-kata itu membuat Spectra diam. Meskipun ia ingin mempercayai kemampuan Lyra, kekhawatirannya semakin besar. Setelah beberapa menit merenung, Spectra akhirnya mengambil keputusan.
“Kita akan ke sana,” katanya. “Siapkan peralatanmu. Kita berangkat pagi ini.”
Arkane tersenyum tipis, puas Spectra akhirnya setuju. Sylvie dan Celeste, yang mendengar keputusan itu, juga segera bersiap.
Dark Forest terkenal sebagai wilayah yang mematikan. Pohon-pohon raksasa dengan dedaunan yang lebat membuat cahaya matahari hampir tidak mampu menembus, meninggalkan bayangan yang pekat. Di setiap sudut, terdengar suara gemerisik, seolah-olah makhluk tak terlihat mengintai.
Kelompok The Hunters masuk dengan hati-hati. Spectra memimpin di depan, matanya tajam mengawasi sekitar. Celeste merapal mantra pelindung ringan untuk berjaga-jaga.
Setelah beberapa jam berjalan tanpa tanda-tanda keberadaan Lyra, rasa frustasi mulai merayap. “Ke mana pergi nya sih perempuan itu!” gumam Spectra, mengamati tanah untuk mencari jejak.
Spectra sempat menyuruh mereka berpencar untuk mencari jejak keberadaan lyra namun tetap saja tidak ada petunjuk apapun yang ada hanya beberapa monster yang menyerang mereka.
Namun, kebingungan mereka terpecahkan oleh suara teriakan wanita yang melengking dari arah barat. Tanpa berpikir panjang, Spectra dan yang lain segera berlari ke arah suara tersebut.
Di tengah-tengah hutan, mereka melihat seorang gadis yang dikepung oleh puluhan Undead. Gadis itu tampak ketakutan, dengan tubuh gemetar dan luka kecil di lengannya.
“Bantu aku! Tolong!” teriaknya.
Spectra tidak membuang waktu. “Formasi menyerang! Habisi mereka!”
Arkane melompat maju dengan Fang of Julious, memotong jalannya melalui barisan Undead. Sylvie merapal mantra darah, menciptakan bola energi hitam yang menghancurkan beberapa musuh sekaligus. Celeste menjaga gadis itu tetap aman dengan penghalang sihir, sementara Spectra mengayunkan Kubikiri yang berlumuran api, memusnahkan Undead dalam satu tebasan besar.
Pertempuran berlangsung sengit, tetapi berkat kerja sama mereka, semua Undead berhasil dilumpuhkan. Gadis itu jatuh berlutut, menangis lega.
“Terima kasih… terima kasih…” katanya terbata-bata. “Aku… aku pikir aku akan mati.”
Spectra mengulurkan tangan, membantu gadis itu berdiri. “Apa yang kau lakukan sendirian di hutan ini?” tanyanya dengan nada curiga.
Gadis itu, yang memperkenalkan dirinya sebagai Elina, menjelaskan bahwa ia adalah bagian dari kelompok petualang. “Kami tersesat di hutan ini beberapa hari lalu,” katanya. “Kami diserang oleh seorang pria misterius yang mengenakan tudung hitam. Dia sangat kuat. Kami tidak bisa mengalahkannya.”
“Pria bertudung?” tanya Spectra, matanya menyipit.
Elina mengangguk. “Teman-temanku berkorban untuk memberiku waktu melarikan diri. Tetapi pria itu mengirim Undead untuk mengejar ku. Aku pikir… aku pikir aku tidak akan pernah keluar dari sini hidup-hidup.”
Mendengar cerita ini, Spectra merasa ada sesuatu yang tidak beres. “Tunjukkan padaku di mana kau terakhir melihat pria itu,” katanya.
Elina memimpin mereka ke sebuah lokasi yang tidak jauh dari situ. Namun, ketika mereka sampai, tempat itu kosong. Tidak ada tanda-tanda pertarungan atau pria bertudung.
“Tidak mungkin,” kata Elina, suaranya gemetar. “Dia sebelum nya ada di sini. Aku yakin.”
Tangisnya pecah, dan Celeste dengan lembut menenangkan gadis itu. Namun, Celeste tiba-tiba merasakan sesuatu. Ia memejamkan mata, berkonsentrasi.
“Aku merasakan aura gelap,” katanya pelan. “Sangat tipis, tetapi bergerak menjauh dari hutan ini.”
Spectra langsung mengambil keputusan. “Kita akan mengejar nya. Aku yakin pria itu ada hubungannya dengan hilangnya Lyra, kita harus segera menemukannya.”
Merasa ada harapan Elina bangkit dan ingin ikut mengejar pria misterius itu.
Dengan bantuan sihir pelacak Celeste, mereka mengikuti jejak aura gelap yang menuju keluar dari hutan. Jejak itu membawa mereka ke sebuah bangunan tua yang terlihat seperti rumah terbengkalai di pinggir hutan.
Rumah itu besar, dengan dinding batu yang ditumbuhi lumut dan jendela-jendela yang pecah. Atmosfernya suram, dan hawa gelap terasa semakin kuat saat mereka mendekat.
“Ini pasti markasnya,” bisik Sylvie.
Spectra memberi isyarat kepada yang lain untuk bersiap. “Kita masuk dengan hati-hati. Jangan abaikan apa pun.”
Dengan pedang di tangan nya, Spectra mendorong pintu depan yang berderit pelan. Di dalam, ruangan itu gelap dan dingin, dengan bau lembap yang menusuk hidung. Di dinding, tergantung lilin-lilin yang menyala, memancarkan cahaya redup.
Saat mereka melangkah lebih dalam, suara langkah kaki bergema di lorong. “Kalian merasa ini terlalu… tenang?” gumam Arkane, matanya berkeliling dengan curiga.
Tiba-tiba, suara tawa pelan terdengar, menggema di seluruh rumah. “Akhirnya… tamu yang kutunggu-tunggu,” kata sebuah suara dalam, penuh ejekan.
Muncullah sosok pria bertudung, matanya bersinar merah di bawah bayangan tudungnya. Dia melangkah keluar dari kegelapan dengan senyum sinis di wajahnya.
“Siapa kau? Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Spectra, pedangnya siap di tangan.
Pria itu tertawa. “Aku hanya seorang utusan" katanya. “Tetapi jika kau mencari temanmu yang hilang… mungkin kau harus melewati aku terlebih dahulu.”
Tanpa peringatan, pria itu mengangkat tangannya, dan dari lantai, Undead mulai bermunculan, jumlahnya jauh lebih banyak daripada sebelumnya. Mereka memenuhi ruangan, mengepung kelompok The Hunters.
“Bersiaplah!” teriak Spectra.
Pertempuran pun dimulai. Spectra melawan dengan tebasan-tebasan kuat dari Kubikiri, sementara Arkane berhadapan dengan Undead yang mencoba menyerang dari samping. Sylvie menggunakan tombak darahnya untuk menyerang musuh di kejauhan, dan Celeste menciptakan penghalang besar untuk melindungi kelompok mereka.
Namun, pria bertudung itu hanya berdiri, mengamati dengan senyum dingin. Aura gelapnya semakin kuat, mengindikasikan bahwa dia masih menyimpan banyak kekuatan.
“Ini baru permulaan,” katanya pelan, sambil mengangkat tangannya sekali lagi, memanggil sesuatu yang lebih besar dari kegelapan…