Tuan Alaxander Almahendra adalah seorang CEO dan tuan tanah. Selain memiliki wajah yang tampan ia juga pintar dan cerdas dan nyaris sempurna. Namun, siapa sangka di balik kesempurnaan fisik dan kecerdasannya tuan Alex terkadang sangat kejam terkesan tidak berprikemanusiaan. Ia seperti tenggelam dalam lorong hitam yang menggerogoti jiwanya.
Nayla De Rain gadis canti dengan paras sempurna. Setelah mengalami kegagalan dengan Fandy ia memutuskan untuk menikah dengan Zainy lelaki yang tida di cintainya. Namun, sebuah peristiwa membuatnya tertangkap oleh anggota tuan Alex dan di bawa ke menara dengan seribu tangga memutar.
Nasib baik atau buruk yang menimpa gadis bernama Nayla iti malah mempertemukannya dengan tuan Alex. Entah tuan Alex dan anggotanya akan akan menyiksa Nayla seeprti yang lainnya atau malah menjadikannya tahanan abadi. Novel 'REMBULAN YANG TENGGELAM' adalah kisah cinta dan balas dendam. Para tokoh mempunyai karakter unik yang membuat mu jatuh cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dongoran Umridá, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Ulang Tahun
Gumam Nayla dengan geram. Seketika ia menyobek potret itu tanpa ampun. Hari ini semua membuatnya kesal.
"Oh Salmaan Khan, kamu tidak salah, tapi aku terlalu kesal hari ini."
Bisiknya seolah merasa bersalah karna telah merobek posternya. Setelah selesai mandi Nayla segera keluar. Saat ia keluar semua sudah ngumpul di meja makan siap untuk sarapan. Nayla melirik satu persatu mulai dari ayahnya, kemudian ibunya lalu adiknya Andhika dan berlanjut pada Zaini. Ke empat orang itu sudah duduk di meja makan.
"Sana cepat siap-siap, ayah mau cepat berangkat kerja."
Gumam ayah saat ia melihat putrinya keluar dengan malu-malu. Nayla tersenyum malu.
"Duluan aja yah, Nayla lama siap-siapnya."
Nayla langsung berlari ke kamarnya ketika ia melihat Zaini menatapnya dengan senyum. Ada misteri apa di balik senyum itu sehingga bisa membuat wajah gadis itu bak kepiting rebus.
Sampai di kamar Nayla menutup pintu dengan kuat. Seolah ada yang mengejarnya. Ia memegangi dadanya menahan jantungnya yang berdegup kencang. Nayla mengunci pintu kamar lalu berlari ke depan cermin besar di kamarnya.
"Wajahku memerah? Sejak kapan aku malu pada Zaini, jantungku berdetak lebih cepat? Padahal aku berkali-kali menolaknya aku baik-baik saja, ini aneh."
Gumamnya pada diri sendiri. Ia merasa ada yang aneh pada dirinya, lelaki itu adalah orang yang mati-matian mencintainya meski selalu di tolaknya. Nayla menampar-nampar pipinya dengan kedua telapak tangannya.
"Aduuuh... malu banget."
Gumamnya lagi menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Lalu pelan-pelan ia mengintip wajahnya di cermin dari celah jari-jarinya. Di cermin ia melihat wajahnya malu-malu pada dirinya sendirii.
"Aish kenapa aku bertindak bodoh? Kenapa aku malu? Kan aku di sini sendirian."
Gumamnya pada diri sendiri.
"Apa aku jatuh cinta pada Zaini? Aish... tidak mungkin aku sudah menolaknya lebih dari tujuh kali." Gumamnya lagi memonyongkan bibirnya. Kemudian ia mengeringkan rambutnya, mengoleskan bodylation keseluruh tubuhnya. Kemudian ia berdiri lagi di depan cermin, memperhatikan dirinya, ia begitu cantik, rambutnya lurus dan hitam panjang hampir sampai ke pinggang, kulitnya putih bersih. Nayla mengikat rambutnya lalu memakai baju tunik dengan celana panjang dengan kerudung pashmina membalut wajah cantiknya.
Seperti biasa Nayla selalu terlihat cantik, anggun penuh pesona. Nayla meraih laptopnya dan memasukkannya ke dalam tas tidak lupa memasukkan buku dan perlengkapan lainnya. Gadis itu menyemprotkan parfum ke tubuhnya, terasa harumnya segar dan besahaja. Kemudiaan membuka pintu kamar, pelan-pelan di intipnya keadaan. Sepertinya tidak ada yang tau kalau dia sudah keluar dari kamar. Ia berjalan pelan-pelan seperti pencuri yang takut ketahuan.
"Jangan sampai aku bertemu dengan Zaini lagi, uku sudah cukup malu,"
Gumamnya dalam hati sambil membuka pintu dengan hati-hati. Sementara matanya tertuju pada pintu ruang tengah menuju dapur. Ia harap-harap cemas jangan-jangan ada yang sudah selesai sarapan dan melihatnya keluar diam-diam.
"Al hamdulillah selamat..."
Gumam Nayla dalam hati. Ia menghela nafas lega dan mengelus-elus dadanya ketika ia berhasil keluar. Pelan-pelan pula ia menutup pintu agar tidak menimbulkan suara. Lalu menghela nafas lega menghadap pintu yang baru saja berhasil ditutupnya dengan pelan-pelan. Seolah ia berhasil lolos dari bahaya yang sedang mengintai. Nayla tidak menyadari seseorang sedang tersenyum geleng-geleng kepala melihat tingkah konyolnya. Orang itu mendekati Nayla.
"Kamu sudah siap berangkat?"
"Aauuuu...."
Pertanyaan itu membuat Nayla menjerit kaget. Jantungnya hampir copot ketika ia menoleh dan hampir saja menabrak orang itu.
"Z Z Zaini..."
Gumamnya dengan gugup, wajahnya kini memerah bak kepiting rebus. Zaini tersenyum, bagaimana pun ekspresi gadis ini ia selalu menyukainya.
"Om memintaku mengantarmu, karna hari ini om agak sibuk, Nayla gak keberatan kan?"
Tanya Zaini masih tersenyum. Jaraknya begitu dekat dengan Nayla.
"Ja ja jangan mendekati ku." Teriak Nayla gugup.
Zaini tersenyum melihat tingkah dan ekspresi gadis cantik yang telah menolaknya berkali-kali ini.
"Apa aku yang mendekatimu? Aku tau diri kok kamu sudah berkali-kali menolakku." Gumam Zaini. Kali ini ia menjauh dan melangkah keluar. Nayla masih memandanginya dengan bingung. Ia masih berdiri dan terdiam, tidak bisa di bohongi kali ini jantungnya berdetak tidak seperti biasanya. Lelaki yang berkali-kali di tolaknya ini sangat baik. Lelaki itu tidak pernah marah pada Nayla dan tidak pula benci. Lelaki ini masih saja baik padanya padahal ia lelaki yang tampan dan sudah mapan.
"Kok masih bingung? Ayok cepat kalo kamu gak mau terlambat." Teriak Zaini dari luar. Lelaki itu sudah menghidupkan mobilnya. Nayla tersadar dan cepat-cepat keluar.
"Zaini gak usah repot, aku bisa naik angkot kok."
"Naik ajalah Nayla, jangan merasa gak enak, kamu berkali-ai menolakku aku masih baik saja, ayok cepat naik."
"bu... bukan gitu Zaini, aku lebih suka naik angkot kok."
"Alah... Nayla gak usah jual mahal deh, tadi ayah yang minta kok, kakak takut ya bang Fandy cemburu." Ledak Andika tiba-tiba keluar dari rumah. Nayla menoleh ke arah adik nakalnya ini. Adiknya tersenyum menggodanya. Nayla memelototinya dengan geram. Ingin sekali menonjok lesung pipi milik adiknya.
"Bucin.. bucin.. ku doakan hari ini bang Fandy mutusin kakak, sebagai hadiah ulang tahun spesial buat kakak, hari inikan kakak ulang tahun." Gumam Andika meledak Nayla sambil tertawa lepas.
"Andika mana boleh doin Nayla dan Fandy yang jelek-jelek, apalagi mereka kan sudah tunangan gimana kalo putus, kan malu keluarga jadinya." Gumam Zaini menegur Andika.
"Awas kamu ya adik kurang ajar." Nayla berjalan cepat ke arah Andika hendak memukul adiknya yang suka mengganggunya ini.
"Sudah Nayla, Andika bercanda tuh, gak usah di ladenin nanti kita telat." Zaini menahan Nayla dengan memegang tangan gadis itu. Nayla mendorong Zaini yang menahannya dengan memegang tangannya.
"Maaf saya tidak bermaksud apapun, tapi sebaiknya tidak usah di ladenin tuh anak." Gumam Zaini lagi melepaskan tangan Nayla.
"Ha ha ha ha ha ha ha,marah benaran dianya." Ledak Andika lagi masih tertawa senang bisa membuat kakaknya marah. Sebenarnya niatnya hanya ingin membuat kakaknya marah di hari ulang tahun kakaknya ini. Pagi ini ia hanya ingin mengerjain Nayla. Nanti sore baru ia berniat minta maaf dan menyiapkan kado pada kakak yang sebenarnya sangat di sayangi olehnya. Begitulah cara ia memberikan kejutan pada kakaknya. Dia juga tidak mau kalau kakaknya yang sudah tunangan dengan lelaki bernama Fandy malah putus. Sungguh ia tiadak mau kakaknya putus dengan Fandy. Dia tidak mau kakaknya gagal dan patah hati. Ia ingin kakaknya bahagia.
"Harusnya bang Fandy mutusin kakak hari ini, biar bang Zaini dapat kesempatan lagi, ia kan bang Zaini." Tambahnya lagi dengan senyum nakalnya itu.
"Andika... diam kamu!" Teriak Nayla.