Daren begitu tergila-gila dan rela melakukan apa saja demi wanita yang di cintainya, Tapi cintanya tak terbalas, Sarah yang di cintai Daren hanya mempunyai secuil perasaan padanya, Di malam itu semua terjadi sampai Sarah harus menanggung akibat dari cinta satu malam itu, di sisi lain keduanya mau tidak mau harus menikah dan hidup dalam satu atap. Bagaimana kelanjutan kisah Mereka. akankah Daren bisa kembali menumbuhkan rasa cinta di hatinya untuk Sarah? Dan apakah Sarah bisa mengejar cinta Daren?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon II, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membahas Masa Lalu
"Darennnnn." Sarah berteriak tak terima.
Daren segera menutup mulut Sarah. "Diam." Seru Daren.
Sarah menghempaskan tangan Daren dengan wajah ketus. "Aku mau pulang, aku ga mau ke sini."
Daren tertawa kecil. "Kita Honeymoon dulu."
"Ini bukan Paris, aku maunya ke Paris bukan puncak Bogor." Sarah merengek, menggoyangkan tubuh Daren sekuat tenaga.
Daren yang terus tertawa tanpa ada rasa bersalah membiarkan Sarah melampiaskan kekesalannya.
Tak sadar di luar hujan tiba-tiba saja datang di iringi suara guntur.
Mendengar suara guntur yang cukup besar Sarah merapatkan diri ke Daren. Kedua pandangan mereka bertemu. Pak supir memilih berbalik kembali menatap Depan kaca mobil.
Daren tak berkedip pun Sarah. Keduanya saling tatap dengan debaran jantung yang mana mampu membuat tubuh keduanya lemas.
"Ada kilat." Ucap Sarah, Menunjuk luar jendela mobil.
"Itu guntur. " Sahut Daren, karena tidak ingin detak jantungnya yang berdebar kencang di rasakan Sarah, kedua tangan Daren mendorong pelan Sarah untuknya menjauh.
Keduanya menjadi salah tingkah. Saling membuang pandangan, rintikan hujan di luar jendela mobil di pandang keduanya.
Jantung ku, Selama ini rasa ini tidak pernah muncul lagi selain kepada Daniel, Tapi.
Sarah melirik Daren sesaat.
Daren kemelut seorang diri. Mengontrol hatinya yang lemah di hadapan Sarah. Rasa yang selama ini hilang kenapa tiba-tiba saja datang kembali. Apa ini tidak terlalu singkat?
Selemah ini hati ku, aku tidak ingin Kinan hanya menjadi pelampiasan cintaku.
Daren membatin, terus menghadirkan wajah Kinan yang dirinya sadari mulai menjauh, tanpa Daren sadari dirinya membiarkan wajah Sarah kembali menghiasi hatinya.
"Den Daren bagaimana?" Pak Supir bersuara, menanyakan perihal penginapan mana yang mau di tuju. Tadi terpotong karena Sarah merengek.
"Villa MN7 saja pak," Sarah menjawab alih-alih Daren.
Daren menoleh kearah Sarah. "Jaraknya hampir 30 menit dari sini." Sepertinya Daren mulai kelelahan, Daren memijat bahunya.
Melihat itu Sarah menjadi luluh. "Ya udah malam ini nginep di villa lain, tapi besok ke Villa MN7."
"Cari villa yang Deket sini aja Pak," Daren mengalihkan pandangan ke pak Supir. Tapi sebelum itu dirinya mengangguk mengiyakan permintaan Sarah.
Pak supir mengangguk patuh lalu mobil kembali berjalan mungkin beberapa menit perjalanan villa yang mudah di jangkau di datangi, Tidak terlalu mewah bagi keduanya tapi ini tempat satu-satunya yang harus di singgahi di luar hujan semakin lebat. Bahkan jalanan tertutup kabut tebal, tidak ingin mengambil resiko pak supir membawa Daren dan Sarah ke villa Cempaka.
Staf Villa berlarian menghampiri Daren dan Sarah. Karena area parkir terguyur hujan jadi mereka menyambut sembari membawa payung.
"Selamat datang di Villa Cempaka." Ucap salah satu staf, Memayungi Daren.
Daren samar tersenyum, dirinya segera mengambil payung dari tangan si staf. "Biarkan saya bersama istri saya."
Staf wanita cukup muda itu mengangguk lalu membiarkan Daren mengambil payungnya.
"Bapak duluan aja." Pinta Daren kepada pak supir yang senantiasa menunggunya di samping.
Pak supir mengangguk sebagai jawaban. Ia lari ke dalam villa bersama para staf.
Sarah yang masih menunggu di dalam mobil tersenyum ketika Daren datang membukakan pintu serta membawa payung.
Daren membuka pintu mobil. tanpa kata menunggu Sarah turun.
Sarah menatap sang suami penuh rasa bahagia, laki-laki yang pernah di cintainya sekaligus di sakitinya itu kini begitu lain. Kenapa bisa hatinya tetep sama, Sarah merenung di setiap langkahnya. Diam-diam melirik Daren yang senantiasa membawa payung.
"Terimakasih," Kenapa yang keluar kata itu. Sarah segera membuang pandangan malu karena sudah asal bicara.
Daren menoleh dengan wajah datar. "Aku tidak ingin berdebat."
"Siapa yang mengajakmu berdebat, aku juga tadi ga sengaja bilang Terimakasih." Sarah yang kesal berlari meninggalkan Daren.
"Hei." Daren yang terkejut mengejar Sarah Sampai gerbang villa.
"Kalau kamu sakit, itu akan merepotkan." ucap Daren sembari memayungi Sarah.
Sarah mengendus kesal. Tidak bisakah sehari saja Daren tidak mengajaknya beradu argumen. Selalu saja ada celah untuk bertengkar.
Haacihh....
Daren bersin. Beberapa kali lebih tepatnya. Sarah yang masih marah kembali iba. Dirinya menarik payung, gantian memayungi Daren sampai tiba di villa.
"Mbak, minta teh hangat ya." Pinta Sarah sembari meletakkan payung.
Daren hanya menatap datar Sarah yang sibuk berbincang dengan staf Villa.
Sarah yang sudah selesai berbicara dengan staf. Menghampiri Daren. "Yuk ke kamar, kamu harus istirahat, hidung kamu merah," Sarah mengangkat tangan meletakkannya ke kening Daren. Tapi Daren segera menepis.
"Aku ga papa." Katanya.
Sarah terdiam. Dirinya tadi merasakan suhu tubuh Daren hangat.
Dia demam.
Setelah selesai berdebat kecil, Keduanya di antar ke kamar. Pak Supir sendiri berada di kamar yang letaknya di lantai bawah. Kamar Daren dan Sarah berada di lantai atas. Tidak ada yang salah. Semua kamar di villa cempaka sama rata. Sarah yang meminta di kamar atas karena pemandangan dari balkon cukup indah. Pasalnya villa cempaka berada di tengah perkebunan sayur.
"Kalau butuh apa-apa boleh tekan bel di ujung pintu." Tangan staf Villa menunjuk bel di samping pintu.
Sarah mengangguk, sedangkan Daren memilih masuk duluan, dirinya menjelajahi kamar sesaat, sampai menjatuhkan diri ke kasur yang empuk..
Daren mendesah, menarik napas dalam-dalam. "Akhirnya, aku bisa istirahat."
Sarah menutup pintu kamar. berjalan menghampiri Daren, berdiri di ujung ranjang sembari membawa baki berisi dua cangkir teh hangat pesanannya.
"Minum teh hangat dulu, siapa tau bisa bikin kamu rileks." Sarah menyodorkan gelas milik Daren.
Daren segera bangkit, menatap Sarah datar. "Aku ingin kopi luwak."
Sarah menghela napas. "Di sini hanya ada kopi biasa."
"Bagaimana dengan Black Ivory Coffee."
Sarah yang tidak sabaran menaruh gelas ke atas nampan dengan keras sampai teh hangat itu muncrat ke udara. "kopi luwak aja g ada apa lagi Black Ivory Coffee."
Daren tertawa garing melihat ekspresi Sarah. Tanpa rasa bersalah Daren menyambar gelas yang kini sedikit basah. Meminumnya sembari menatap wajah cantik Sarah..
Sarah patah arang di buatnya. Ia yang tidak bisa lagi berkata-kata memilih duduk di sofa sambil menikmati teh hangatnya.
Daren bersin kembali, beberapa kali batuk sampai Sarah menoleh. Menatap Daren dengan wajah khawatir, walaupun Daren sudah membuat harinya kacau tapi melihat Daren berusaha kuat mengetuk hati Sarah.
Daren merasakan tubuhnya kedinginan. Di luar memang hujan lebat. Tapi ini lain rasanya, sepertinya benar Daren tumbang, untuk itu Daren memilih berbaring tak lupa menarik selimut.
Sarah dengan lapang dada mendekati Daren, mengesampingkan prihal dirinya akan di usir atau di maki-maki. Hatinya berkata untuk mendekat. Ini juga bentuk rasa perduli bagaimana pun Daren dia adalah suaminya. Mungkin dengan memberi perhatian Daren akan luluh dan bisa mencintainya lagi, Sarah tidak tau Daren sudah mulai membuka hati, hanya saja Daren berusaha membuang perasaan itu.
"Kamu ga papa?" Tanya Sarah, memberanikan diri untuk duduk di ujung ranjang, ragu-ragu Sarah meletakkan tangan di kening Daren.
Daren yang sibuk menggigil membiarkan Sarah, bahkan diam-diam Daren melirik Sarah yang tengah mengecek suhu tubuhnya..
"Aku demam?" Daren bertanya di sisa rasa sakit.
Sarah mengangguk. "Aku bawa Paracetamol, tapi sebelum itu kamu makan dulu,"
Sarah segera berlari keluar kamar. Bukan menekan bel seperti yang di pesan staf Villa dirinya turun untuk menemui staf, di sana Sarah meminta bubur ayam, memang rezeki Daren, tukang masak di villa Cempaka memasak bubur ayam, tadi ada tamu yang minta di buatkan bubur ayam. Alhasil Sarah bisa tersenyum bahagia.
Bubur ayam yang masih hangat di bawa Sarah ke kamar. Kembali duduk di ujung ranjang. Tapi sebelum itu Sarah membuka koper untuk mengambil kotak obat yang selalu ia bawa. Mendiang Bu Sekar selalu membawakan P3K hal itu menjadi kebiasaan Sarah.
"Daren? Makan bubur dulu." Sarah mengguncang tubuh Daren, karena Sarah pergi ke luar Daren tertidur sebentar.
Daren mengangguk, Sarah membantu Daren untuk duduk. "Aku suapin mau?"
Daren diam pada awalnya, dirinya memang tengah sakit tapi dirinya tidak selemah itu. Untuk itu Daren menggelengkan kepala.
"Aku akan makan sendiri." Daren mulai menarik mangkuk dari tangan Sarah tapi karena tubuhnya lemas Daren gagal.
"Sok-sok an mau makan sendiri, udah aku aja yang suapin." Sarah mulai mengangkat sendok berisi bubur. "Aaa,, buka mulutnya."
Daren diam tapi tidak mungkin juga tetap membiarkan tubuhnya lemas. Dengan di isi makanan pasti kembali bertenaga. malu-malu Daren membuka mulut.
"Bismillah." Sarah bersuara, memasukkan bubur kedalam mulut Daren.
Sekali lagi Daren menjadi salah tingkah, Hatinya luluh, pikirannya jatuh se-jatuh jatuhnya. Begitu hebat Sarah mengambil hati Daren. Melihat Sarah yang perhatian padanya jelas sudah merubuhkan tembok kokoh yang membentengi hatinya selama ini, bahkan kalau bisa ingin rasanya Daren mengecup bibir Sarah yang mana tengah meniup buburnya. Daren berusaha menahan, kewarasannya meminta untuk tetap tenang dan acuh. jangan lagi jatuh ke lubang yang sama.
"Lain kali jangan menipu orang lagi, ini akibatnya." Celoteh Sarah sembari memberi bubur.
Daren tak menggubris dirinya memilih membiarkan Sarah mengoceh, karena memang tubuhnya benar-benar tidak bertenaga.
Bubur di mangkuk kosong, Sarah meletakan mangkuk dan beralih ke kotak p3k, Yang Sarah ambil pengukur suhu dan Paracetamol.
"Angkat bajunya." Pinta Sarah, Daren patuh dan membiarkan Sarah melakukan tugasnya.
"Apa perlu ke rumah sakit?" Tanya Sarah, pasalnya Daren terlihat memburuk. Apalagi suhunya semakin naik.
Daren yang terpejam menggelengkan kepala. Sarah mengangguk saja. Dirinya menunggu termometer berdentang.
"39,3 Kamu demam." Ucap Sarah, segera memberikan Paracetamol.
Daren membuka mulut, sebenarnya dirinya tidak suka obat. Tapi di depan Sarah tidak mungkin merengek seperti anak kecil.
"Pahit." Daren mengeluh. Menyambar air dari tangan Sarah.
"Namanya juga obat," Sarah tersenyum melihat Daren yang gelagapan, ingin rasanya memberi ledakan karena dirinya mengetahui kalau Daren tidak menyukai obat-obatan tapi tidak ada waktu untuk kembali berselisih.
Setelah meminum obat, Daren berbaring kembali, Sarah menyingkirkan selimut yang mana Daren tarik untuk menutupi tubuhnya..
"Kamu lagi demam, jangan pake selimut."
"Aku meriang juga." Daren protes pada akhirnya. Membuat Sarah mengalah. Membiarkan Daren berkubang dalam tebalnya selimut.
Melihat Daren memejamkan mata, Sarah membawa baki untuk di simpan di meja luar kamar. Baru juga berdiri Daren menarik tangan Sarah. "Mau ke mana? Aku lagi sakit,"
Sarah menoleh menatap tangan Daren yang melingkar di jarinya. "Simpan ini di luar, nanti aku balik lagi."
Daren mengangguk membiarkan Sarah pergi, melihat Sarah kembali Daren memejamkan matanya.
Pukul 7 malam, Sarah dan Daren di minta staf villa turun untuk makan malam, Sarah mengatakan Daren tengah kurang enak badan meminta makan malam di antar ke kamar. Dan lagi meminta di bawakan baskom berisi air hangat dan handuk kecil untuk mengompres.
Di ujung ranjang Sarah duduk, begitu cemas karena suhu tubuh Daren belum juga turun, Staf villa mengatakan akan memanggil dokter untuk memeriksa Daren, Sarah setuju akan hal itu.
"Nanti bakal ada dokter ke sini." Ucap Sarah, melirik Daren yang menggigil.
"Maafin aku ya," Sambung Sarah, dirinya menunduk menahan derai air mata.
Daren yang mendengar suara isakan Sarah membuka mata, menoleh menatap sang istri.
"Minta maaf buat apa, kamu ga salah." Sahut Daren dengan suara pelan..
Sarah menggelengkan kepalanya. "Maaf karena selama ini kamu sudah mau menunggu aku, maaf karena kamu selalu sakit hati, maaf karena aku ga ngeliat cinta kamu,"
Keduanya bertukar pandangan, Daren menjadi emosional mendengar ucapan Sarah yang sangat tulus itu. "Kenapa baru sekarang? Kenapa ga dari dulu."
Tiba-tiba saja keduanya membahas masa lalu yang mana berhasil membuka rasa sakit di hati Daren kembali menganga.
"Maafin aku," Sarah menangis di samping Daren yang diam mematung.
Daren menghela napas berat, pengakuan Sarah membuat tubuhnya yang menggigil hebat itu perlahan menghilang. Ada rasa tenang di dalam hatinya sampai tubuhnya merespon.
"Dari awal aku hanya pemeran pendukung, Daniel adalah pemeran utamanya, Sulit bagi kamu untuk melihat ku, Ketika Daniel berpindah hati kamu mencari ku dan mengklaim aku adalah orang yang pantas kamu pertahankan, Dunia memang ga adil."
Sarah menatap Daren, kepalanya menggeleng cepat. "Ketika pemeran pendukung gigih dan mau berusaha dia akan menjadi pemeran utama." Sarah menarik tangan Daren untuknya genggam. "Cintai aku lagi Daren, Bisakah?"
Tok....tok....
"Non Sarah, ada dokter."