**Prolog**
Di bawah langit yang kelabu, sebuah kerajaan berdiri megah dengan istana yang menjulang di tengahnya. Kilian, pangeran kedua yang lahir dengan kutukan di wajahnya, adalah sosok yang menjadi bisik-bisik di balik tirai-tirai istana. Wajahnya yang tertutup oleh topeng tidak hanya menyembunyikan luka fisik, tetapi juga perasaan yang terkunci di dalam hatinya—sebuah hati yang rapuh, terbungkus oleh dinginnya dinding kebencian dan kesepian.
Di sisi lain, ada Rosalin, seorang wanita yang tidak berasal dari dunia ini. Takdir membawanya ke kehidupan istana, menggantikan sosok Rosalin yang asli. Ia menikah dengan Kilian, seorang pria yang wajahnya mengingatkannya pada masa lalunya yang penuh luka dan pengkhianatan. Namun, di balik ketakutannya, Rosalin menemukan dirinya perlahan-lahan tertarik pada pangeran yang memikul beban dunia di pundaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon d06, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 19
Setelah beberapa hari bekerja di ladang bersama warga, Rosalin dan Kilian memutuskan untuk mengumpulkan seluruh penduduk desa untuk membicarakan langkah berikutnya. Namun, suasana pertemuan di balai desa terasa tegang. Warga mulai mengeluhkan keadaan yang mereka alami selama ini.
Seorang pria tua berdiri, wajahnya penuh amarah. “Apa gunanya semua ini? Kami sudah bertahun-tahun menderita, tanah kami tandus, makanan sulit didapat. Kami selalu diberi janji, tapi apa yang berubah? Tidak ada! Bahkan, sekarang kami hanya mendapat bantuan ketika semuanya hampir hancur.”
Beberapa warga lain mengangguk setuju, bisik-bisik penuh kekecewaan mulai terdengar.
“Dan Pangeran Kilian,” lanjut pria itu, menunjuk ke arah Kilian, “kau pemimpin desa ini, tapi kau jarang datang! Apakah kau peduli pada nasib kami, atau hanya datang untuk menunjukkan belas kasihan sementara?”
Rosalin, yang berdiri di samping Kilian, mengepalkan tangannya mendengar tuduhan itu. Ia melihat Kilian diam, wajahnya tetap tenang, meskipun ada sorot rasa bersalah di matanya.
Rosalin melangkah maju, suaranya tegas dan jelas. “Cukup!”
Seluruh warga terdiam, mata mereka tertuju pada wanita muda itu.
“Kalian tidak tahu apa yang kalian bicarakan,” lanjut Rosalin, menatap mereka satu per satu. “Kalian menyalahkan Kilian tanpa memahami apa yang telah ia lakukan untuk desa ini. Tahukah kalian bagaimana desa ini sebelum dia datang?”
Seorang wanita menyela, “Tapi kami masih menderita! Apa yang berubah?”
Rosalin mengangguk. “Benar, kalian masih menderita. Tetapi sebelum Kilian menjadi pemimpin desa ini, desa ini bahkan tidak dianggap oleh kerajaan! Tidak ada bantuan, tidak ada perhatian. Ladang kalian ditinggalkan, jalan-jalan penuh dengan perampok. Kalian ingat itu, bukan?”
Beberapa warga mulai mengangguk pelan, mengingat masa-masa sulit itu.
“Kilian yang meminta untuk memimpin desa ini,” lanjut Rosalin, suaranya semakin penuh emosi. “Bukan karena ia mendapat perintah, tetapi karena ia peduli. Ia tahu desa ini membutuhkan pemimpin. Ia menggunakan kekuatannya untuk mengusir perampok, memastikan kalian aman. Ia mengirim makanan dari istana, meskipun itu berarti ia harus menghadapi kritik dari bangsawan lainnya. Dan kalian tahu apa? Ia bahkan membantu dengan tangannya sendiri!”
Warga mulai berbisik, suasana berubah dari kemarahan menjadi rasa malu.
Pria tua itu menundukkan kepalanya. “Tapi... kami hanya ingin hidup yang lebih baik. Kami lelah berjuang sendiri.”
Rosalin melembutkan suaranya. “Kami semua ingin hidup yang lebih baik. Kilian juga. Tapi perubahan tidak terjadi dalam semalam. Dia di sini sekarang, bersama kalian. Dia bekerja bersama kalian, meskipun tubuhnya terluka dan kelelahan. Kalian melihatnya di ladang, bukan? Dia bukan hanya seorang pemimpin, dia adalah orang yang benar-benar peduli pada desa ini.”
Kilian, yang sejak tadi diam, akhirnya berbicara. "saya tidak pernah mengatakan jika saya sempurna. saya tahu jika saya belum melakukan cukup banyak untuk kalian, dan untuk itu, saya meminta maaf. Tapi Jika kalian mau bekerja bersama, saya dan istri saya akan memastikan desa ini kembali hidup.”
Rosalin menoleh sedikit terkejut mendengar perkataan Kilian, dia tidak menyangka jika dirinya akan di sebut.
Hening sejenak memenuhi ruangan. Lalu seorang wanita muda berdiri, menatap Rosalin dan Kilian dengan mata penuh harapan. “Kalau begitu... apa yang harus kami lakukan sekarang?”
Rosalin tersenyum tipis, lega melihat perubahan suasana. “Kita sudah memulai langkah pertama dengan memperbaiki tanah. Selanjutnya, kita akan menanam lebih banyak, dan aku akan mengajari kalian cara membuat pupuk alami agar tanah ini tetap subur. Kita bekerja bersama-sama. Kalian tidak sendiri.”
Pria tua yang tadi marah akhirnya mengangguk pelan. “Baiklah. Jika Pangeran Kilian dan Nona Rosalin bersedia membantu, maka kami juga akan berusaha. Tapi tolong... jangan biarkan kami kehilangan harapan lagi.”
Kilian menatap pria itu dengan mata penuh tekad. “kami berjanji tidak akan membiarkan kalian sendirian lagi.”
...***...
Maaf jika cerita ini terkesan membosankan🙏
tapi saya berharap kalian tetap membaca cerita ini dan mendukung saya
JANGAN LUPA LIKE, VOTE DAN KOMEN❤️
Ferry kamsaeyo haturnuhun hatur tengkyu
semoga ceritanya sering update