Dokter Heni Widyastuti, janda tanpa anak sudah bertekad menutup hati dari yang namanya cinta. Pergi ke tapal batas berniat menghabiskan sisa hidupnya untuk mengabdi pada Bumi Pertiwi. Namun takdir berkata lain.
Bertemu seorang komandan batalyon Mayor Seno Pradipta Pamungkas yang antipati pada wanita dan cinta. Luka masa lalu atas perselingkuhan mantan istri dengan komandannya sendiri, membuat hatinya beku laksana es di kutub. Ayah dari dua anak tersebut tak menyangka pertemuan keduanya dengan Dokter Heni justru membawa mereka menjadi sepasang suami istri.
Aku terluka kembali karena cinta. Aku berusaha mencintainya sederas hujan namun dia memilih berteduh untuk menghindar~Dokter Heni.
Bagiku pertemuan denganmu bukanlah sebuah kesalahan tapi anugerah. Awalnya aku tak berharap cinta dan kamu hadir dalam hidupku. Tapi sekarang, kamu adalah orang yang tidak ku harapkan pergi. Aku mohon, jangan tinggalkan aku dan anak-anak. Kami sangat membutuhkanmu~Mayor Seno.
Bagian dari Novel: Bening
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 - Riuh di Pagi Hari
"DIAM !!" bentak Gani.
Seketika Sinta hanya bisa terdiam ketakutan akibat bentakan Gani dan melihat wajah putra dari majikannya itu.
Tak ada penghuni lain di rumah sebesar itu selain mereka berdua saat ini. Gani menyeret Sinta secara kasar ke kamar pembantu yang ada di dekat dapur. Di sana ia merudapaksa Sinta hingga wanita ini tak sadarkan diri. Puas menikmati tubuh Sinta, ia pun ikut tertidur di sebelahnya.
Orang tua Gani pulang dan saat ke dapur untuk mengambil minum, sang ayah melihat pintu kamar Sinta tidak tertutup dengan sempurna. Lalu ia pun mengeceknya, khawatir pembantunya itu kenapa-kenapa atau sedang sakit.
Sontak orang tua Gani terkejut bukan main saat melihat putra semata wayangnya berada satu ranjang dengan Sinta dalam kondisi keduanya tak memakai busana. Kamar Sinta sangat berantakan. Baju keduanya berserakan tak karuan di lantai.
Ayah Gani sangat tahu bahwa putranya itu baru saja merudapaksa Sinta. Sebab, terlihat jelas kondisi terakhir yakni mulut Sinta dibekap saputangan dan kedua tangan wanita tak berdosa itu berada di atas kepala dalam kondisi terikat. Tentu saja Gani yang melakukan semua itu dengan tujuan agar Sinta tak berontak dan kabur dari cengkeramannya.
Mereka berdua akhirnya menikah secara resmi baik agama maupun negara. Bahkan orang tua Gani menggelar pesta yang cukup meriah untuk pernikahan putra tunggalnya itu bersama Sinta. Walaupun akibat kejadian itu Sinta tidak hamil. Namun orang tua Gani mendesak putranya untuk tetap bertanggung jawab atas perbuatannya yang sudah merudapaksa Sinta. Terlebih sang ayah mengancamnya akan mencabut semua fasilitas mewah yang dimiliknya selama ini jika tidak menikahi Sinta.
Orang tua Gani tahu bahwa Sinta adalah wanita baik-baik. Berharap Sinta bisa mengubah sifat arogan Gani agar menjadi manusia yang lebih baik. Kini orang tua Gani telah meninggal dunia karena faktor usia dan sakit.
Gani tidak menceraikan Sinta selepas orang tuanya meninggal dunia. Dikarenakan terdapat wasiat dari mendiang orang tuanya bahwa jika Gani menceraikan Sinta, maka semua harta akan disumbangkan ke yayasan yatim piatu. Gani tak akan mendapatkan sepeser pun harta warisan. Gani tak bisa berbuat banyak. Alhasil ia menjalani pernikahan dengan Sinta selama ini tanpa adanya cinta.
Manda terus mendesaknya untuk menceraikan Sinta tetapi ia berusaha menolaknya secara halus dengan berbagai alasan terutama anak dan respon keluarga besarnya. Manda tak tahu tentang wasiat orang tua Gani tersebut.
☘️☘️
Matahari akan terbit namun tumben sekali sepasang suami istri yang terbiasa bangun pagi, seakan enggan untuk membuka matanya. Keduanya masih terlelap karena memang waktu tidur yang terlalu larut malam bahkan nyaris pagi menjelang.
Rasa nyaman yang melingkupi mereka saat ini, membuat tidur keduanya nyenyak. Tak ada guling buatan pabrik yang biasa mereka dekap. Tanpa sadar berganti mendekap guling hidup, buatan Sang Pemilik Alam.
Aya yang terbangun lebih awal begitu terkejut karena tak melihat sang bunda di sampingnya. Ia pikir bundanya itu berada di kamar mandi atau dapur. Namun ternyata setelah ia cek, tak ada. Mbok Jum sedang pergi ke pasar.
"Bunda ke mana ya? Huhu..." tangis Aya perlahan mulai muncul di wajah bocah cantik ini yang rambutnya masih acak-acakan usai bangun pagi.
Masih dalam kondisi memakai piyama tidurnya warna kuning bergambar burung kenari, tokoh kartun favoritnya yakni Twitto, Aya berjalan sambil mengucek matanya. Ia melangkah perlahan menuju kamar Papanya. Ia berniat menemui Papanya untuk mencari Bundanya.
Krieet...
Pintu kamar Seno yang lupa dikunci, memudahkan Aya untuk membukanya. Secara perlahan bocah cantik ini mendorongnya karena masih mode mengantuk. Terlupa dengan aturan dan kebiasaan ketika masuk ke kamar papanya yakni wajib mengetuk pintu terlebih dahulu. Akibat didorong rasa kehilangan sosok bundanya yang sangat disayanginya saat ia membuka mata, otomatis membuat Aya terlupa akan aturan yang dibuat Seno di rumah.
Netra berbulu lentik dari bocah cantik yang pipinya sudah basah air mata dan wajah sembab bahkan ingusnya nyaris keluar, sontak mengerjapkan matanya beberapa kali. Tak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang, lantas ia mengucek matanya dengan jari-jemarinya.
"PAPA !!" pekik Aya dengan wajah yang awalnya sedih dan kalut, kini mendadak berubah garang. Seakan dirinya sedang melihat mainannya dicuri oleh temannya di sekolah.
Sontak suara nyaring Aya mengagetkan Mayor Seno dan Dokter Heni hingga keduanya terbangun.
"Astaghfirullah hal'adzim," ucap Dokter Heni saking terkejutnya karena saat membuka mata, ia melihat wajah Seno persis di depannya nyaris tanpa jarak. Bahkan bibir mereka nyaris bertemu. Yang membuatnya lebih tercengang, tangannya dalam posisi mendekap tubuh Seno bahkan kakinya berada di atas kaki suaminya. Sungguh bar-bar tidurnya.
Seno bersikap lebih tenang dan santai. Ia hanya sedikit terkejut dan merasa canggung karena kepergok putrinya. Semalam, dirinya yang memeluk tubuh Dokter Heni secara diam-diam setelah melempar guling yang didekap istrinya itu. Lama kelamaan justru berbalik, Dokter Heni tanpa sadar yang mendusel-dusel pada tubuh Seno yang ia kira guling. Hingga tangan dan kaki Dokter Heni berada di tempat-tempat yang krusial dan rawan sesuatu yang bangkit.
"Papa kenapa culik Bundaku? Papa itu sudah gede. Enggak perlu ditemenin bobo. Kalau butuh teman buat bobo, panggil Om Fatih!" pekik Aya seraya kedua tangannya bersedekap di depan dadanya dan menatap wajah Seno dengan sorot mata tajam seakan ingin mengulitinya hidup-hidup.
Pupil mata Seno seketika melebar setelah mendengar Aya mengatakan agar dirinya meminta ajudannya yakni Fatih untuk menemaninya tidur.
What ??
Apa kata dunia jika dirinya tidur satu kasur dengan Fatih ?
Dokter Heni awalnya merasa tak enak hati dan canggung, terlebih Aya memergokinya tidur bersama Seno. Walaupun hanya sebatas tidur dan tidak melakukan hal itu. You know what I mean.^^
Kini mendadak wajahnya berubah tersenyum geli. Ia berusaha menahan tawanya mendengar ucapan Aya barusan pada Seno. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain. Namun Seno mengetahui hal itu.
"Jangan ketawa!" ucap Seno lirih nyaris berbisik-bisik. Namun tetap terdengar penuh penekanan pada Dokter Heni.
"Salah sendiri enggak kunci pintu kamar," balas Dokter Heni tetap dengan mode suara yang lirih agar Aya tidak mendengarnya.
"Lupa," jawab Seno.
"Komandan bisa lupa juga toh," ledek Dokter Heni.
"Aku manusia jadi tentu saja bisa lupa dan khilaf," kilahnya.
"Guling sampai terlempar jauh begitu, apa karena khilaf juga atau tangan demit penunggu rumah ini?" Dokter Heni menunjuk posisi gulingnya dengan kode dari matanya.
Logikanya, andai gulingnya terjatuh di lantai karena ulahnya sendiri, seharusnya berada di sisi ranjang yang ada di dekatnya bukan jauh di seberang sana yang berada di belakang tubuh Seno.
Sekakmat !!
Seno tak mampu menjawabnya. Seketika ia merasa malu dan terpojok karena kepergok oleh istrinya. Pagi ini dirinya dua kali kepergok. Pertama oleh putrinya dan kini istrinya. Double sekakmat.
"Kenapa Papa malah bisik-bisik sama Bunda? Pasti Papa lagi omongin Aya ya. Huft !!"
"Eh, enggak Nak." Seno menyanggahnya dengan lembut.
"Sudah waktunya Aya berangkat sekolah. Mandikan Aya, Bun."
"Siap laksanakan, putri cantiknya Bunda."
Seno turun dari ranjang lalu berdiri dan hendak berjalan ke arah Dokter Heni dan Aya, namun dicegah oleh putrinya.
"Stop !"
Seketika langkah kaki Seno terhenti.
"Papa ngapain ikutin kami? Papa kan udah gede. Jadi, enggak perlu dimandikan sama Bunda. Kalau aku kan masih kecil jadi boleh dimandikan Bunda. Kamar mandi Papa kosong tuh, masuk saja. Aku mandi sama Bunda di kamarku kok. Wlekk..." Aya menjulurkan lidahnya sengaja mengejek Papanya dengan mimik wajah lucunya.
"Ayo, Bun." Aya langsung menarik tangan Dokter Heni untuk keluar dari kamar Seno.
"Papa mandinya jangan lama-lama. Kita tunggu di meja makan ya," goda Dokter Heni sengaja.
Ia terkikik geli setelah melihat wajah Seno yang masam akibat celotehan Aya yang membuat sang komandan paling tampan se-Kecamatan itu, semakin terpojok.
"Eh, Bu Komandan sudah berani meledek. Awas nanti aku balas," batin Seno.
Bersambung...
🍁🍁🍁
bukan sukarela seperti yg km bilang
beneran apa bener teteh author
🤭🤭🤭
lo itu cuma mantan
buanglah mantan pada tempatnya
dasar racun sianida
💕💕👍👍
tampan se-kecamatan
🤣🤣🤣
🤦🤦🤦🤦
🤭🤭🤭🤭