" Mau gimanapun kamu istriku Jea," ucap Leandra
Seorang gadis berusia 22 tahun itu hanya bisa memberengut. Ucapan yang terdengar asal dan mengandung rasa kesal itu memang sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri.
Jeanica Anisffa Reswoyo, saat ini dirinya sudah berstatus sebagai istri. Dan suaminya adalah dosen dimana tempatnya berkuliah.
Meksipun begitu, tidak ada satu orang pun yang tahu dengan status mereka.
Jadi bagaimana Jea bisa menjadi istri rahasia dari sang dosen?
Lalu bagaimana lika-liku pernikahan rahasia yang dijalani Jea dan dosennya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Istri Rahasia 07
Selepas adzan subuh, ruangan Reswoyo sedikit riuh. Beberapa dokter tampak masuk ke sana. Jea, Desi dan juga Akbar terlihat menangis di pojok ruangan. Sedangkan Lean, dia hanya berdiri terpaku sambil terus melantunkan doa.
Diketahui Reswoyo mengalami serangan jantung. Memang benar bukan karena luka kecelakaan yang membuat kondisinya kritis melainkan sakit jantung yang saat ini dideritanya.
" Bapakmu nggak pernah lho ngeluh sakit Bar, Je?" ucap Desi dengan isakan tangis. Wanita paruh baya yang berprofesi sebagai guru itu sungguh tidak mampu lagi berdiri. Dia hampir saja terjatuh ke lantai. Beruntung kedua anaknya terus berada di sampingnya dan menahan Desi agar tidak jatuh.
" Bu, doain biar Bapak nggak kenapa-napa," ucap Jea. Dia berusaha untuk lebih tegar. Bagaimanapun dia adalah anak sulung, dia harus menjadi sandaran bagi ibu dan adiknya. Namun meskipun begitu dalam hatinya penuh dengan rasa takut, ia takut jika benar-benar ayahnya itu meninggalkan mereka.
Tuuuuuut
Suara monitor terdengar nyaring, tanpa diberitahu pun mereka sudah tahu bahwa hal itu merupakan kabar buruk. Sebuah kabar yang mereka harus terima dengan ikhlas dan lapang dada. Dan pada akhirnya tangis mereka bertiga pecah juga. Terlebih saat dokter memberitahukan keadaan Reswoyo.
" Innalillahi wa Inna ilaihi raji'un," ucap ketiganya bersamaan.
Hari itu juga Lean langsung mengurus semuanya. Ini masih pagi jadi pada hari itu juga Reswoyo dapat dimakamkan. Semua yang mengurus Lean, dari mulai memberi tahu warga hingga menyiapkan pemakaman.
Beberapa tetangga yang merasa bingung tidak sempat bertanya tentang siapa pemuda yang terlihat sibuk wira-wiri itu. Saat ini fokus mereka hanyalah segera memakamkan jenazah Reswoyo.
Siang hari semuanya sudah selesai, bahkan Lean pun ikut turun ke liang lahat untuk mengantarkan ayah mertuanya yang baru ia kenal dalam semalam itu. " Selamat jalan Pak, saya berjanji akan menjaga Jea, Akbar dan Ibu sampai masa hidup saya." Sepert itulah ucapan Lean ketika dia meletakkan tubuh Reswoyo ke peristirahatan terakhir.
Suasana rumah duka masih ramai, satu persatu tamu silih berganti datang dan pergi untuk mengucapkan bela sungkawa.
" Pak Dosen, terimakasih ya sudah mengurus semuanya."
" Bukan apa-apa Bu, saya juga bagian dari keluarga ini, sudah jadi tugas dan kewajiban saya untuk melakukannya."
Desi terharu. Dia tidak menyangka bahwa Lean benar-benar pemuda yang baik dan bertanggung jawab. Dia pikir pernikahan dadakan yang lebih tepatnya paksaan itu akan membuat Lean acuh. Tapi ternyata tidak, Lean menunjukkan bahwa dirinya benar-benar seorang menantu yang baik.
Lean lalu pamit undur diri untuk menyapa tamu lainnya. Dia sekarang menjadi ganti Reswoyo di tempat itu, yakni kepala keluarga yang bukan hanya ada istri disana melainkan ibu dan adik juga. Sungguh tanggung jawab besar yang tidak pernah ia duga.
Pertanyaan orang-orang akan dirinya dijawab dengan lembut. Mereka juga tidak ada yang bergunjing, setidaknya untuk saat ini.
Ketika pelayat mulai menipis, Lean meminta Desi dan Akbar untuk beristirahat. Apalagi Akbar yang masih duduk di bangku SMP sudah terlihat sangat kelelahan.
" Bang Lean, terus nanti gimana?"
" Gimana apanya, ya nggak gimana-gimana. Abang ada kok, kalau Akbar butuh apa-apa bilang ke Abang. Sekarang Abang gantinya Bapak, Akbar nggak perlu sungkan sama Abang. Sekarang Akbar istirahat, doain Bapak biar perjalanannya mudah."
Akbar mengangguk, bocah itu langsung masuk ke kamarnya. Terlihat sekali wajah sedih dan kehilangan dari anak itu.
" Jeanica, bisa kita bicara sebentar. Jea, aku sungguh minta maaf, aku harus kembali dulu ke Jakarta. Nanti kamu aku jemput setelah 7 hari. Aku harus menyiapkan tempat tinggal dan yang lainnya dulu."
" Tapi Pak, janji jangan bilang ke siapapun dulu tentang pernikahan kita ini ya?"
Lean terdiam, dia sungguh tidak ingin menyembunyikan pernikahan mereka ini. Tapi saat ini Lean harus mengikuti terlebih dulu keinginan Jeanica. Paling tidak agar Jea memiliki kepercayaan terhadap dirinya terlebih dulu.
" Pak?"
" Ya, aku janji nggak bakalan bilang. Setelah ini aku akan berangkat. Ibu udah tidur kan, nggak usah dibangunin. Tolong pamitin ke Ibu, bilang ke Ibu aku akan datang lagi setelah mengurus cutiku dari kampus."
Jea hanya menganggukkan kepalanya, dia tahu bahwa Lean adalah pria yang sibuk. Dia bisa melihatnya ketika di kampus. Pria itu tidak pernah terlihat duduk santai barang sebentar pun. Dan dari pembicaraan para mahasiswa juga bisa diketahui bahwa Lean memang dosen yang memiliki pekerjaan yang sangat banyak.
Misalnya saat ini saja, mereka bisa berada dalam situasi seperti sekarang karena Lean tengah berada di kota lain untuk melakukan pekerjaan. Entah Jea harus bersyukur atau bagaimana, yang pasti saat ini dirinya hanya bisa menerima status mereka yang telah menikah meskipun belum sah secara negara.
" Baiklah aku pergi dulu ya?"
" Ya Pak, hati-hati di jalan."
Jea bingung harus melakukan apa, ia ingin meraih tangan Lean dan menciumnya. Tapi itu sangat canggung. Sehingga hanya kata itu yang akhirnya berhasil ia katakan.
Berbeda dengan Lean, pria itu mengusap kepala Jea dengan lembut lalu menepuk pundak Jea. Lean tahu pasti rasanya berat kehilangan orang yang begitu dicintai. Kata sabar dan ikhlas sudah banyak disampaikan oleh para pelayat, jadi Lean tidak akan mengatakan hal itu sekarang ini.
" Tungguin aku, aku akan datang buat jemput kamu. Dan mulai sekarang bersandar lah padaku. Aku suamimu, mesti ini masih sangat canggung tapi jangan ngerasa sungkan untuk bicara tentang apapun."
Mata Jea terasa basah, ia hampir saja menitikkan air matanya. Namun Jea berusaha menahan itu semua. Padahal ucapan Lean begitu sederhana tapi benar-benar mampu menggetarkan hatinya untuk sekarang ini. Kata-kata itu seperti memiliki kekuatan bagi Jea untuk terus menjadi kuat untuk menghadapi cobaan terbesar dalam hidupnya.
Bruummm
Mobil milik Lean yang sedikit penyok dibagian depan tidak membuat Lean kesusahan untuk tetap dikendarai. Tapi jelas saja ia tidak mungkin membawa mobil itu pulang ke rumah, karena pasti akan menimbulkan banyak pertanyaan.
Sedangkan Jea, dia kembali masuk ke dalam rumah. Kali ini air matanya langung tumpah ruah. Dia meluapkan rasa sedih dan kehilangannya atas kepergian sang ayah. Dan sedikit menyalahkan dirinya. Tapi Jea segera menghapus air matanya, dia harus tegar karena masih ada adik dan ibunya yang membutuhkannya.
Dan untuk Lean, Jea tidak banyak yang ia pikirkan. Jea merasa bahwa apa yang akan dialaminya ini tidak akan lama. Dia berpikir bahwa Lean tidak sepenuhnya serius dengan ucapannya. Ya, Jea masih meragukan kesungguhan Lean terhadap pernikahan mereka.
" Aku beneran ndak bisa ngerti kenapa dia kukuh bilang hanya menikah sekali. Apa dia ndak ada wanita yang disukai. Sekelas Leandra Ranza Dwilaga, pria sesempurna itu seharusnya punya pendamping yang sepadan juga, nggak kayak aku gini. Haaah, mbuh lah. Aku malah bingung. Seandainya pun dia nggak balik lagi ke sini, aku juga nggak masalah."
TBC