Firman selama ini berhasil membuat Kalila, istrinya seperti orang bodoh yang mau saja dijadikan babu dan tunduk akan apapun yang diperintahkan olehnya.
Hingga suatu hari, pengkhianatan Firman terungkap dan membuat Kalila menjadi sosok yang benar-benar tak bisa Firman kenali.
Perempuan itu tak hanya mengejutkan Firman. Kalila juga membuat Firman beserta selingkuhan dan keluarganya benar-benar hancur tak bersisa.
Saat istri tak lagi menjadi bodoh, akankah Firman akhirnya sadar akan kesalahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kelakuan si miskin
"Kalila, sudah! Tolong jangan bar-bar seperti ini!" peringat Firman. Ia menghampiri Kalila kemudian merebut sebuah cermin kecil yang hampir dilemparkan juga oleh istri tuanya itu.
"Kenapa barang-barang gundik kamu bisa ada didalam kamarku, Mas?" tanya Kalila pada sang suami.
"Itu... Anu..."
"Anu apa, hah?"
"Lia mau tidur di kamar ini. Jadi, tolong kamu mengalah, ya! Kamu tidur di kamar sebelah saja!"
Kalila menatap geram ke arah Firman dan Lia. Kini, Kalila benar-benar mantap untuk membuat Firman dan Lia jadi menderita.
Belum cukup sekadar berselingkuh, kini kedua manusia laknat itu juga berniat merebut kamar milik Kalila. Tempat yang selama ini Kalila jadikan sebagai tempat ternyaman untuk melepaskan beban walau hanya sejenak.
"Atas dasar apa aku harus mengalah?" tanya Kalila yang sedang menahan geram.
"Barang Lia terlalu banyak,Kalila. Kalau dia harus tinggal di kamar sebelah, takutnya nggak akan muat dan terlalu sesak. Jadi, Mas memutuskan untuk membiarkan Lia tidur di sini dan kamu pindah ke kamar sebelah. Toh, barang-barang kamu kan cuma sedikit."
"Jelas sedikit, Mas. Kamu kan nggak pernah beliin aku baju baru," timpal Kalila.
Jleb!
Hati Firman mencelos. Ucapan Kalila sukses menancap tepat di ulu hatinya.
"Nggak usah banyak omong! Mending, kamu cepat pindah deh dari sini! Pergi! Kamar ini sudah bukan kamar kamu lagi. Kamar ini sudah sah jadi milik aku," celetuk Lia mengusir Kalila.
"Oke, nggak masalah. Silakan ambil kamar bekas aku! Bukannya, Kamu memang suka ya, sama barang-barang bekas aku?"
Kalila tersenyum sinis menatap Lia. Ia pun bergegas mengemasi barang-barangnya kemudian segera pindah ke kamar sebelah.
"Siapa juga yang sudi tinggal di kamar yang sudah terpapar najis besar seperti kamar ini?" gumam Kalila dalam hati.
"Hei, urusan kita belum selesai!" kata Lia yang buru-buru menyusul Kalila ke kamar sebelah.
"Apa lagi?" tanya Kalila.
"Ganti rugi semua make-up dan parfum aku yang sudah kamu pecahkan!" pinta Lia.
"Minta sama suami kamu!" jawab Kalila sambil tersenyum mengejek.
prang!
Dibantingnya pintu dengan keras hingga Lia dibuat kaget olehnya.
"Mas... aku nggak mau tahu! Perempuan burik itu harus ganti rugi semua skincare aku!!" rengek Lia.
"Iya, Sayang! Nanti, Mas minta Kalila buat ganti rugi. Oke?"
Lia tersenyum puas. Selama Firman berada di pihaknya, maka tidak ada hal yang perlu ia khawatirkan.
Kini, Lia hanya perlu menyusun rencana untuk membuat Kalila menderita kemudian ditendang keluar dari rumah mewah milik sang suami.
Ya, Lia tak mau menjadi salah satunya. Ia hanya ingin menjadi satu-satunya. Dan, selama ada Kalila maka Lia tak akan pernah merasa puas meski cinta dan perhatian Firman jauh lebih condong ke arah dirinya.
*
"Mas, kenapa kamu nggak cerai aja sih, sama perempuan burik itu?" tanya Lia kepada sang suami.
Saat ini, dia, Firman dan juga keluarga Firman sedang makan bersama.
"Nggak bisa, Sayang," geleng Firman. "Ibu yang ngelarang," lanjutnya.
"Bu..." Lia beralih menatap sang Ibu mertua.
Seketika, Bu Midah menghela napas panjang. Ia meletakkan sendoknya diatas piring sebelum menjawab, "Kalila banyak fungsinya di rumah ini. Selain bersih-bersih, masak dan nyuci baju, dia juga yang ngurusin soal obatnya Ibu.Jadi, kalau mau menyingkirkan dia rasanya tidak mungkin. Ibu tidak mau mengeluarkan uang lebih untuk sekadar membayar pembantu apalagi perawat."
"Uang Mas Firman kan banyak, Bu."
"Memang banyak. Tapi, kalau ada tenaga gratisan yang bisa dipakai, kenapa harus bayar? Kan, sayang uangnya. Daripada buat bayar pembantu, mending duitnya dipake buat shopping-shopping, kan?" timpal Bu Midah.
Jika dipikir-pikir, omongan sang Ibu mertua ada benarnya juga. Lia pun tanpa sadar mengangguk setuju.
"Tapi... Lia akan tetap jadi menantu nomor satu kan, dirumah ini?" tanya Lia.
"Tentu saja," angguk Bu Midah. "Kamu satu-satunya menantu kesayangan Ibu. Sementara si miskin itu, dia hanya budak di mata Ibu. Nggak ada harganya sama sekali."
Kedua wanita beda generasi itu tertawa bersama. Keakraban keduanya terbangun sangat mudah karena memang sudah saling mengenal sejak lama.
"Fika udah kenyang, Bu. Mau pulang," kata Fika sambil membanting sendoknya dengan kasar ke atas piring.
"Kenapa buru-buru sekali, Fik? Biasanya, kamu suka nonton tivi dulu baru pulang."
"Fika males di sini. Ada ulat bulu!" jawab Fika sambil menatap sengit ke arah Lia.
Yang ditatap berpura-pura tidak peka. Padahal, Lia tahu betul jika Fika sengaja menyindir dirinya.
"Sana buruan pergi!! Dasar nenek sihir!" gumam Lia dalam hati saat melihat kakak iparnya itu mengajak anak dan suaminya untuk pergi.
*
"Lia, mau kemana, Sayang?"
Firman menahan pergelangan tangan Lia saat wanita itu hendak meninggalkan meja makan begitu saja.
"Mau ke kamar, Mas. Kenapa?"
"Mejanya belum dibersihkan, Sayang. Tolong kamu bersihkan dulu, ya!" pinta Firman dengan lembut.
Wajah Lia langsung merengut.
"Aku bukan babu, Mas," ucapnya dengan nada kesal. "Kenapa nggak suruh si perempuan burik itu aja, sih?"
Firman menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia mana berani meminta Kalila untuk membersihkan meja makan dalam situasi yang masih memanas ini.
"Kamu kan tahu sendiri kalau Kalila lagi marah besar."
"Aku nggak peduli, Mas! Yang jelas, aku nggak mau dijadikan babu. Titik!" tegas Lia dengan penuh penekanan.
"Sudahlah, Man! Kamu panggil Kalila aja, gih! Kenapa mesti takut, sih? Dia kan hanya perempuan lemah. Kamu ancam cerai, pasti dia langsung nurut lagi sama kamu," tutur Bu Midah menengahi.
"Tapi, Bu..."
"Udah, cepetan kamu panggil si Kalila. Nggak usah kebanyakan tapi," potong Bu Midah cepat.
Tampak, Firman menghela napas panjang. Sejujurnya, dia merasa ragu untuk menyuruh Kalila di saat-saat yang masih krusial seperti ini.
Bagaimana jika Kalila bertambah marah? Apa yang harus Firman lakukan?
Namun, pada akhirnya Firman tetap melakukan hal tersebut. Ia kalah oleh desakan Ibu dan juga istri keduanya.
Tok! Tok! Tok!
Firman mengetuk pintu kamar Kalila. Tak berselang lama, yang dicari pun akhirnya muncul dengan wajah datar tak bersahabat.
"Kenapa, Mas?" tanya Kalila.
"Meja makan dibawah kotor sekali. Tolong, kamu bersihkan dulu, ya!" pinta Firman selembut mungkin.
"Yang habis makan, siapa?" tanya Kalila dengan santainya.
"Mas sama yang lain," jawab Firman.
"Aku ikut makan juga, nggak?" tanya Kalila lagi.
Pertanyaan itu membuat Firman kehilangan kesabaran. Ia benar-benar sudah tak tahan lagi dengan sikap keras Kalila yang Firman anggap sebagai bentuk pemberontakan.
"Sudahlah, Kalila! Kamu memang nggak ikut makan. Tapi, wajar kalau kamu yang bersihkan. Itu kan memang sudah jadi tugas kamu sebagai ibu rumah tangga."
"Gundik kamu juga sekarang Ibu rumah tangga, Mas! Kenapa nggak suruh dia aja?"
"Lia itu berbeda," jawab Firman dengan nada keras. "Lia itu perempuan yang terbiasa dimanja oleh orangtuanya. Jadi, dia mana tahu soal urusan pekerjaan rumah."
"Kamu bisa ajari dan didik dia, Mas!"
"Berhenti jadi istri pembangkang, Kalila!" teriak Firman. Nyaris, gendang telinga Kalila jadi pecah karenanya.
"Sekarang juga, Mas minta kamu untuk segera ke dapur dan membereskan semuanya! Ini perintah!!"
"Oke. Aku akan bersihkan sampah-sampah kalian! Puas?"
Kalila segera turun ke bawah dengan langkah cepat. Sampai di meja makan, ia tersenyum melihat peralatan makan yang benar-benar sangat berantakan.
"Kamu minta aku bersihkan semua ini kan, Mas? Oke, akan ku lakukan!"
Prang! Prang! Prang!
Sambil tersenyum licik, Kalila melemparkan semua piring-piring kotor itu ke lantai hingga pecah berserakan.
"Apa yang kamu lakukan perempuan miskin??? Beraninya kamu menghancurkan perabotan di rumah ini!?" pekik Bu Midah histeris saat melihat kelakuan menantu pertamanya yang semakin diluar nalar.
Syukurlah yang akan membeli Kalila sendiri. pethiasan yang untuk modal usaha Firman ditagih sekalian,
Dia penjaja tubuh, dan modal rayuan harus bisa Firman, kamu ngerasa kan tak ada campur tangan Kalila kamu tidak bisa apa- apa, dan buka siapa- siapa. Nikmati saja toh itu pilihanmu, dulu miskin kembali miskin, pas kan. Itu tepat bagimu yg tak bisa bersyukur dan lupa kau jadi kaya darimana