Istri mana yang tak bahagia bila suaminya naik jabatan. Semula hidup pas-pasan, tiba-tiba punya segalanya. Namun, itu semua tak berarti bagi Jihan. Kerja keras Fahmi, yang mengangkat derajat keluarga justru melenyapkan kebahagiaan Jihan. Suami setia akhirnya mendua, ibu mertua penyayang pun berubah kasar dan selalu mencacinya. Lelah dengan keadaan yang tiada henti menusuk hatinya dari berbagai arah, Jihan akhirnya memilih mundur dari pernikahan yang telah ia bangun selama lebih 6 tahun bersama Fahmi.
Menjadi janda beranak satu tak menyurutkan semangat Jihan menjalani hidup, apapun dia lakukan demi membahagiakan putra semata wayangnya. Kehadiran Aidan, seorang dokter anak, kembali menyinari ruang di hati Jihan yang telah lama redup. Namun, saat itu pula wanita masa lalu Aidan hadir bersamaan dengan mantan suami Jihan.
Lantas, apakah tujuan Fahmi hadir kembali dalam kehidupan Jihan? Dan siapakah wanita masa lalu Aidan? Akankah Jihan dapat meraih kembali kebahagiaannya yang hilang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19~ LADANG BISNIS
1 Bulan kemudian...
"Lagi masak apa, Bunda?" Tanya Dafa yang baru saja masuk ke dapur.
Jihan menoleh sekilas menatap putranya, "Bikin kue, Nak. Sesuai janji Bunda kalau sudah gajian mau bikinin kue kesukaan Dafa." Jawabnya.
"Wah, udah lama Dafa gak makan kue buatan Bunda. Terakhir waktu itu sama Ayah sebelum kita pindah ke rumah baru." Seru Dafa.
Jihan tersenyum tipis mendengar ucapan putranya, kue yang sedang ia buat itu bukan hanya kesukaan Dafa tapi juga kesukaan Fahmi mantan suaminya. Dulu, ia membuat kue itu hanya sebulan sekali setiap kali Fahmi gajian, sebab harus berhemat. Setelah Fahmi naik jabatan dan perekonomian mereka membaik, ia tak pernah lagi membuatnya karena Fahmi maupun ibu mertuanya sering makan diluar.
Setelah selesai membuat kue, Jihan mengajak putranya menuju ruang tamu yang tak seberapa luas. Mereka duduk di lantai yang hanya beralas karpet usang, menikmati kue yang masih hangat itu dengan khidmat.
"Bunda, boleh gak kue nya separuh disimpan buat Dafa kasih ke Om Dokter besok?"
Jihan tak langsung menjawab, ia melirik mainan yang tergeletak di sudut ruangan, ada lima buah mobil-mobilan dengan jenis berbeda-beda dan tiga buah robot transformer, yang semuanya dibelikan oleh dokter Aidan. Beberapa hari setelah ia bekerja di toko kue Nayra, pria itu tampak perhatian pada Dafa, bahkan sesekali mengajak putranya bermain.
"Boleh, nanti Bunda buat lagi sekalian untuk Tante Nayra dan Om Rian juga." Jawab Jihan akhirnya.
"Makasih, Bunda. Kue buatan Bunda enak, Om Dokter pasti suka." Ujar Dafa.
Jihan terdiam menatap putranya, sebenarnya ia merasa tidak enak atas semua perhatian dokter Aidan terhadap Dafa. Namun, ia juga tak kuasa untuk melarang putranya agar tidak terlalu dekat dengan pria itu. Terlebih, statusnya yang seorang janda, ia tidak mau sampai ada yang berpikiran yang tidak-tidak tentangnya.
Di sisi lain, usai makan malam Aidan memilih bersantai sejenak di balkon kamarnya. Duduk di kursi kayu sembari menatap hamparan langit malam yang penuh bintang.
Bibirnya menyunggingkan senyum tipis, kala tatapannya tertuju pada satu bintang yang bersinar paling terang di antara bintang lainnya, "Indah sekali," gumamnya.
"Astagfirullah, apa yang aku pikirkan." Ia mengusap wajah kala tersadar, bisa-bisanya ia mengibaratkan keindahan bintang itu dengan senyuman Jihan yang kala itu tak sengaja ia lihat, saat Jihan sedang mengobrol bersama Nayra.
Ia menghela nafas sembari menyadarkan punggungnya, "Tapi, aku penasaran, siapa laki-laki yang tega mencampakkan wanita seperti Jihan. Dia itu selain cantik, juga pekerja keras dan memiliki sifat yang lemah lembut dan ... satu hal yang jarang sekali aku dapati pada wanita-wanita lainnya, dia pandai menjaga marwahnya."
Tanpa sadar, Aidan kembali tersenyum ketika teringat beberapa kali bertemu dengan Jihan, wanita itu menatapnya hanya beberapa detik lalu menundukkan pandangannya. Tak seperti kebanyakan wanita yang dikenalnya, bahkan tak jarang ada yang menatapnya dengan maksud menggodanya.
"Duh, ada apa denganku?" Lagi-lagi ia mengusap wajah sembari beristighfar. Ia juga merasa heran pada dirinya, awalnya ia hanya kasihan pada Dafa, namun lama-lama kelamaan ia memiliki rasa penasaran terhadap Jihan yang akhirnya membuatnya terus terpikirkan.
"Sepertinya aku harus tidur," ia beranjak dari tempat duduknya dan segera kembali ke kamar. Merebahkan tubuhnya di ranjang lalu memejamkan mata. Meski sulit tertidur, ia tetap menutup matanya dengan rapat sampai akhirnya ia pun terbuai ke alam bawah sadarnya.
.
.
.
"Ini beneran kamu yang bikin?" Tanya Nayra setelah mencicipi kue yang dibawa Jihan.
"Iya, Mbak." Jawab Jihan.
"Ini enak loh, teksturnya juga lembut. Benar kan, Mas?" Ucap Nayra yang diangguki oleh suaminya.
"Terima kasih," Jihan tersenyum, senang atas respon bos-nya.
"Tuh kan, bener Dafa bilang. Tante sama Om pasti suka kue buatan Bunda." Timpal Dafa. "Om Rian, kuenya jangan dihabiskan, sisain buat Om dokter juga." Ucapnya ketika Rian mengambil sepotong kue lagi.
"Dafa, gak boleh ngomong gitu, Nak." Tegur Jihan.
Rian dan Nayra terkekeh, "Habisnya kue nya enak sih, yang ini buat Om aja. Nanti biar Bunda kamu bikin lagi untuk Om dokter." Ucap Rian.
"Wah, ada apa ini aku disebut-sebut?" Sahut Aidan yang kebetulan datang.
Rian dan Nayra saling melirik, "Akhir-akhir ini Om Dokter jadi sering mampir ya, padahal dulu jarang loh. Kadang cuma seminggu sekali." Ujar Rian.
Aidan menanggapinya dengan senyuman, ia bisa menangkap maksud dari ucapan kakak sepupunya itu. "Memangnya gak boleh kalau sekarang jadi sering mampir?" Ucapnya sembari melangkah menghampiri Dafa. Anak itulah penyebab utamanya sekarang ia jadi lebih sering singgah ke toko kue Nayra.
"Ya gak apa-apa sih, cuma agak heran ajam dan ... sedikit curiga." Ujar Rian, memelankan suaranya di akhir kalimat.
"Heran boleh, tapi curiga jangan." Aidan terkekeh. Tatapannya lalu tertuju pada kue di atas meja. "Wah, ada menu baru nih?" Ia langsung mengambil sepotong kue itu dan memakannya. Sama seperti Nayra dan Rian, ia pun memuji kelezatan kue itu.
"Enak gak Om kue nya?" Tanya Dafa.
Aidan menjawabnya hanya dengan anggukan kepala.
"Itu Bundanya Dafa loh yang bikin kue nya," ujar Nayra.
"Seriusan?" Aidan langsung melirik Jihan, seperti biasa wanita itu seperti enggan menatapnya. "Ini enak banget loh, pasti pelanggan Mbak Nayra semakin rame kalau semisal kue ini dijadikan menu baru di toko ini."
"Sependapat, aku juga dari tadi mikirnya gitu." Timpal Rian.
"Ide bagus itu," sahut Nayra. "Gimana, kalau besok kamu bikin untuk percobaan dulu?" Ucapnya menatap Jihan.
"Boleh, Mbak." Ucap Jihan.
"Oh ya, tiap akhir bulan kan Mas Vano juga selalu order kue di sini untuk para karyawannya di kantor. Gimana nanti kalau kita rekomendasi kue buatan Jihan juga?" Saran Aidan.
"Ide bagus, Ai. Kalau semisal banyak yang suka, bisa jadi ladang bisnis juga buat Jihan. Dan Mbak juga pasti dapat keuntungannya." Ujar Nayra sambil tersenyum menatap Jihan.
"Masya Allah, terima kasih banyak, Mbak." Jihan benar-benar merasa bersyukur. Sebab kue yang menurutnya biasa saja, justru mendapat respon yang luar biasa dari orang-orang yang belum lama dikenalnya.
Jihan yang tenang ya jangan gugup keluarga Aidan udah jinak semua kok paling Fio aja yang rada2🤭🤭🤭
makanya Jihan jangan meragu lagi ya Aidan baik dan bertanggung jawab kok g kayak sie onta
sampai rumah langsung ajak papa Denis ngelamar ya Ai biar g ditikung si onta lagi soalnya dia dah mulai nyicil karma itu