Caroline Blythe Berasal dari keluarga Broken Home dengan ibu yang harus masuk panti rehabilitasi alkohol. Hidup sebatang kara tidak punya kerjaan dan nyaris Homeless.
Suatu ketika mendapat surat wasiat dari pengacara kakeknya bahwa beliau meninggalkan warisan rumah dan tanah yg luas di pedesaan. Caroline pindah ke rumah itu dan mendapatkan bisikan bisikan misterius yang menyeramkan.
Pada akhirnya bisikan itu mengantarkan dirinya pada Rahasia kelam sang kakek semasa hidup yang mengakibatkan serentetan peristiwa menyeramkan yang dialaminya di sana. Mampukah Caroline bertahan hidup di Rumah tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leona Night, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Asmodeus
Caroline’s POV
Pagi buta, Harry menerima telepon dari seseorang, sepertinya dari adiknya Suzanne. Harry memberi tahu dimana Losmen Ny Jenkins dan sepertinya Suzanne meluncur ke tempat kami.
“Katakan pada Suzanne, aku ingin melakukan mediumisasi di rumah tua kakek,” ujarku pada Harry sambil setengah tertidur. Harry menyampaikan pesanku pada suzanne. Lalu tak lama dia pun tertidur lagi sambil memelukku.
Entah jam berapa, tiba tiba pintu kamar kami diketuk keras oleh seseorang dari luar. Harry sambil bertelanjang dada membuka pintu. Suzanne masuk ke dalam kamar kami tanpa permisi. Ketika dilihatnya aku tengah tidur nyenyak di tempat tidur, dia menutup mulutnya dan samar aku dengar dia berbicara pada Harry.
“Kau gila, kalian tidur bersama semalam? Kalian….”
“Suuust, sudahlah itu bukan urusanmu,”
“Oh My God Harry, jika ibu tahu kau bisa dibunuhnya,” ujar Suzanne.
“Lebih baik dia membunuhku, dari pada memisahkan aku dari Caroline,’ ujar Harry.
“Kau serius ingin menikahi Caroline?” tanya Suzanne
“Tidak ada yang lebih serius dari itu,”jawab Harry.
“Hmm Oke lah, aku tidak mau ikut campur urusan kalian. Tolong katakan pada Caroline, aku tunggu dia sejam lagi. Aku dan temanku sudah siap mediumisasi,”
Lalu Harry membangunkanku, dan berkata,” Darling, Suzanne sudah menunggumu,”
Aku bangun dan bergegas mandi serta merapikan diri, untuk menemui Suzanne dan temannya.
Sebelum aku beranjak ke Lobby losmen untuk bertemu Suzanne, Harry memegang tanganku dan berkata, “Kau yakin akan melakukan semua ini? Aku ingin membawamu pergi ke London Caroline dan melupakan segala sesuatu yang ada di sini ”
Sejujurnya kau bingung, di satu sisi aku menyadari kebenaran ucapan Harry, tapi di sisi lain aku juga ingin mengungkap rahasia rumah kakek dan jika mungkin membuatnya bersih dari pengaruh negatif. Aku ingin menebus kesalahan yang dilakukan kakek pada banyak orang.
“Aku sangat paham niat baikmu Harry, tapi selama kau belum membereskan urusanmu dan pertunangan itu, aku tidak bisa ke london. Aku tidak mau terjebak dan menjadi batu sandungan antara kau dan ibumu. Aku justru perlu membersihkan rumah tua itu. Aku tidak tahu, apakah kita benar berjodoh atau tidak. Setidaknya aku perlu punya tempat untuk tinggal bagiku dan ibu, jika nanti ibu keluar dari rumah rehab,”
“Aku berjanji akan menikahimu, aku tidak akan melepaskanmu Caroline, tapi aku paham, kau butuh kepastian. Aku akan berikan kepastian itu padamu,” jawab Harry.
Lalu kami berpelukan dan bersama dengan Suzanne serta temannya kita pergi ke Rumah kakak.
******
Sesampainya di rumah Reginald, Caroline menunjukkan pada Harry, ruangan yang dia temukan bersama dengan Willy beberapa hari sebelumnya. Dia tidak berani masuk ke dalam ruangan itu, karena trauma dengan kotak kayu yang berisi kepala manusia. Teman Suzanne yang bernama Melisa si Cenayang berkata,” Nanti kita bisa gunakan kerangka itu untuk mediumisasi, sekalian kita buktikan apakah itu tengkorak manusia sungguhan atau hanya boneka.”
Untuk ritual malam itu, aku berkata pada Harry, untuk melibatkan Willy. Jika terjadi apa apa, setidaknya ada dua laki laki yang mengawal dan dia juga tidak sendirian. Awalnya Harry menolak usul itu, tetapi dengan desakan Suzanne, akhirnya Harry setuju mengajak Willy.
“Willy, ikutlah denganku malam ini untuk mediumisasi bersama dengan Harry dan adiknya serta seorang cenayang. Aku ingin kau menemani Harry. Jika ada apa apa, paling tidak ada dua laki laki yang akan sigap membantu kami,”
“Aku mau saja Caroline, tapi pacarmu yang cemburuan itu….’
Belum selesai Willy dengan kalimatnya, Harry muncul dan mengulurkan tangan pada Willy.
“Maafkan aku, aku sudah berkata kasar padamu. Aku berhutang budi pada kau dan nenekmu. Kalian sudah begitu baik menjaga Caroline. Terimakasih,” ujar Harry
Walau awalnya penuh keraguan, akhirnya Willy pun menyambut uluran tangan Harry dan tersenyum seraya berkata, “You are welcome”
Setelah itu kami bergegas membagi tugas untuk acara nanti malam. Harry dan willy membersihkan reruntuhan tembok yang menjadi penutup ruang rahasia. Lalu merapikan tempat itu dan memasang lampu untuk ruang rahasia.
Sementara kami merapikan ruang tamu yang akan menjadi tempat mediumisasi, dan membeli berbagai perlengkapan untuk kepentingan ritual itu. Mulai dari dupa, lilin bunga dan berbagai pernak pernik lainnya.
Tepat saat matahari terbenam, semua hal yang kami butuhkan sudah siap. Ruangan pun sudah tertata rapi dan bersih. Kami sengaja mengganti meja kecil di ruang tamu dengan meja besar dan memberinya penutup beludru warna hitam.
Setelah membersihkan diri, kami pun duduk mengitari meja tempat pemanggilan arwah. Lalu Melisa teman Suzanne yang usianya lebih tua dari kami semua, berkata, “Kalian harus berpegangan tangan. Apapun yang terjadi, jangan sampai terlepas. Aku tidak tahu siapa yang akan memasuki ragaku. Mahluk dengan energi terdekat dan terkuat lah yang akan menggunakan aku sebagai media. Rekam lah pembicaraanku lalu bertanyalah seperlunya dan cepat,”
Kami semua mengangguk lalu ritual pun dimulai.
Melisa memejamkan mata dan mengucapkan mantra, kami semua merasakan ketegangan. Apa lagi ketika udara di dalam rumah tua menjadi semakin dingin dan menusuk. Lalu tiba tiba meja tempat kami duduk bergetar kuat dan hampir melayang. Untung Willy dan Harry menahan meja itu agar tidak terpental.
Untung saja hal itu tidak lama terjadi. Beberapa saat kemudian, meja kembali pada posisinya dan tenang. Lalau tiba tiba Melisa bersuara aneh, suara yang sering aku dengar dalam mimpiku,” Keluar kalian, pergi dari sini,”
Spontan aku menjawab suara itu dan bertanya, “Siapa namamu? Kau pemilik kepala ini bukan?”
“Haaaeergh….Heeergh…heeergh…ya!”
“Siapa namamu,”tanyaku lagi
“Simon…simoooon” ujar Melisa sambil melotot ke arahku.
“Apa yang menyebabkan kau mengalami ini Simon” tanya Willy
“Reginald, laki laki gila itu…Reginald,” jawab simon
“Apa ..ada apa dengan Reginald?” tanyaku
“Dia membunuhkuuuu…..dia memotong kepalaku sebagai tumbal. Reginald pemuja Iblis. Dia Iblis. Rumah ini rumah iblis,”
“Dimana Reginald mengubur badanmu, dimana? “ tanyaku lagi.
“Pergi kalian, pergi…jangan ganggu aku, pergi,”
“Simon kau harus membantu kami. Jika tidak, maka kau akan selamanya tersesat di rumah ini. Kau harus bantu kami simon. Kau yang muncul di jendela kamarku dengan jubah putih itu/
“Iya..hahahahhaha. Wanita Tolol, kau mau saja ditpu iblis itu. Pergi kau dari sini, kalian semua pergi,”
Tiba tiba angin bertiup kencang membuka pintu depan dengan amat sangat keras. BRAAAAK
Kami semua terkejut dan kebingungan, antara mendengar Melisa dan melihat ke arah pintu. Tiba tiba suara Melisa berubah lagi. Seperti ada makhluk lain selain Simon yang masuk. Kali ini seperti suara wanita.
“Caroline….nenek..?” ujarku setengah berteriak.
Willy Sontak berkata, “Bukan, ini bukan nenekmu, ini makhluk yang ada di sini dan yang berniat mengacaukan pikiranmu,”
Seketika Melisa kembali berteriak dengan suara keras, “Dasar bodoh kalian semua, bodoh. Pergi dari sini kalian. “
“Kau bukan nenek, kau siapa?” tanyaku dengan berteriak keras..
Lalu tubuh Melisa terguncang hebat, dengan mata yang melihat ke atas hingga hanya tersisa bagian putih saja, Melisa mengeluarkan suara random yang sangat aneh.
“Wewewewewewew”
Kemudian matanya kembali melotot dan melihat ke arahku dengan Tajam, “Layani aku Caroline..layani aku seperti malam itu kau bersama dia”
Tiba tiba Melisa seperti ada yang menempeleng dengan keras berulang ulang, sehingga kepalanya menoleh ke arah kiri dan kanan. Saking kerasnya sampai dari hidung Melisa keluar darah segar.
Aku tidak tahan melihat Melisa dan berteriak, “Cukup…Hentikan semua itu. Hantikan!”
Seketika Melisa terjungkal ke belakang dan lalu tersungkur ke depan, Lalu dia mengambil pensil yang sudah kami sediakan dan menulis sesuatu diatas kertas, ASMODEUS. Lalu seketika kepalanya membentur meja dengan keras dan Melisa Pun tak sadarkan diri.
*****