Deskripsi:
Di sebuah ruang sunyi yang dihiasi mawar merah dan lilin-lilin berpendar redup, seorang pengantin dengan gaun merah darah duduk dalam keheningan yang mencekam. Wajahnya pucat, matanya mengeluarkan air mata darah, membawa kisah pilu yang tak terucap. Mawar-mawar di sekelilingnya adalah simbol cinta dan tragedi, setiap kelopaknya menandakan nyawa yang terenggut dalam ritual terlarang. Siapa dia? Dan mengapa ia terperangkap di antara cinta dan kutukan?
Ketika seorang pria pemberani tanpa sengaja memasuki dunia yang tak kasat mata ini, ia menyadari bahwa pengantin itu bukan hanya hantu yang mencari pembalasan, tetapi juga jiwa yang merindukan akhir dari penderitaannya. Namun, untuk membebaskannya, ia harus menghadapi kutukan yang telah berakar dalam selama berabad-abad.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15: KEHILANGAN
Udara di sekitar mereka terasa semakin berat, hampir seperti ada beban tak terlihat yang menekan dada mereka. Puncak gunung yang gelap itu telah berubah menjadi medan pertempuran yang mencekam, tempat yang penuh dengan bayangan dan ancaman yang tak terbayangkan. Makhluk itu, dengan tubuh hitam yang bergerak seperti kegelapan hidup, berdiri di hadapan mereka, semakin mendekat. Setiap langkahnya membuat tanah bergetar, dan suara desisan udara yang terpecah menggema di antara dinding tebing yang curam.
Vera merasakan detak jantungnya yang semakin kencang. Matanya memandang makhluk itu, bayangan gelap yang menggantung di hadapan mereka. Namun, di dalam dirinya, dia tahu satu hal—pertempuran ini tidak bisa dihindari. Jika mereka ingin selamat, mereka harus bertarung, meskipun harga yang harus dibayar mungkin lebih besar dari yang mereka bayangkan.
"Kita tidak punya pilihan," bisik Raka, menatap Vera dengan tatapan penuh ketegasan. "Ini adalah ujian terakhir. Kita harus menghadapinya."
Maya menggenggam pedangnya dengan erat, jari-jarinya gemetar. "Kita harus bekerja sama. Tidak ada jalan lain."
Pria tua itu berdiri tegak, tangannya terangkat, menyarankan mereka untuk tidak bergerak. "Kekuatan kalian hanya akan berhasil jika kalian bersatu. Jangan biarkan rasa takut menguasai kalian."
Namun, saat makhluk itu melangkah lebih dekat, suasana menjadi semakin mencekam. Vera bisa merasakan hawa dingin yang menyelimuti udara. Bayangan itu tampaknya terus berkembang, menyelimuti sekitar mereka, dan membuat ruang menjadi sempit. Setiap detik terasa seperti bertahun-tahun.
Tiba-tiba, makhluk itu meluncurkan serangan. Dengan gerakan yang sangat cepat, tangan besar makhluk itu mengarah ke Maya. Maya berteriak, mengangkat pedangnya untuk membela diri, tetapi itu sudah terlambat. Makhluk itu melayangkan pukulan yang sangat kuat, mengirimkan Maya terlempar beberapa meter, tubuhnya terbanting ke tanah dengan keras. Darah mengalir dari mulutnya, dan tubuhnya terkulai tanpa daya.
"Maya!" teriak Raka, suara penuh ketakutan.
Namun, makhluk itu tidak berhenti. Tanpa ampun, ia mengayunkan tangan besar lainnya, kali ini mengarah ke Arjuna yang berlari dengan pedang terangkat. Arjuna mencoba menghindar, tetapi dengan gerakan cepat yang luar biasa, makhluk itu menghantamnya. Tubuh Arjuna terpelanting, tubuhnya hancur oleh pukulan itu, darah memercik ke tanah.
Vera menahan napas. Rasa sakit menyelimuti hatinya. Dua orang teman mereka sudah jatuh, dan sekarang, saatnya untuk bertarung.
"Tidak!" teriak Vera, menggenggam belatinya dengan erat, mencoba menahan tangis yang hampir keluar. "Kita harus berhenti dia!"
"Jangan biarkan mereka mati sia-sia!" teriak Raka, meskipun suaranya tersendat oleh amarah dan rasa takut. "Kita harus menghentikan makhluk itu!"
Vera menggigit bibirnya, menahan diri untuk tidak menangis. Dia tahu jika mereka tidak bertindak, lebih banyak nyawa yang akan hilang.
Pria tua itu maju, tangannya mengeluarkan energi dari dalam tubuhnya. "Kalian harus fokus!" teriaknya. "Hanya dengan kekuatan bersama kalian bisa menghancurkan makhluk ini!"
Tapi sebelum dia bisa melanjutkan, makhluk itu menyerang lagi. Kali ini, dengan gerakan yang lebih cepat, makhluk itu membalikkan tubuhnya dan menargetkan pria tua itu. Tanpa ampun, ia melayangkan serangan yang sangat kuat.
"Hati-hati!" teriak Vera, tetapi sudah terlambat.
Dengan suara keras yang mengerikan, serangan itu menghantam pria tua itu, membuat tubuhnya terlempar ke belakang. Dia terjatuh ke tanah dengan tubuh yang penuh luka. Darah mengalir deras dari tubuhnya, dan matanya terbuka lebar, namun tampak seakan dia sudah tak mampu lagi bertahan.
"Tidak!" Vera berteriak, berlari menuju pria tua itu. "Tolong, bertahanlah!"
Tapi pria tua itu hanya tersenyum lemah. "Sudah waktunya bagi kalian untuk bertarung sendiri," katanya, suara penuh keputusasaan. "Kalian... yang akan memutuskan nasib dunia ini."
Dengan kata-kata terakhirnya, pria tua itu terkulai, dan tak ada lagi yang bisa mereka lakukan untuk menyelamatkannya.
Vera menatap tubuh pria tua itu dengan mata yang penuh kemarahan dan ketakutan. "Kita harus mengalahkannya sekarang!" katanya dengan suara bergetar. "Ini adalah kesempatan terakhir kita!"
Keadaan semakin mencekam. Tiga dari teman-teman mereka telah jatuh, dan sekarang hanya ada Vera dan Raka yang berdiri menghadapi makhluk itu. Bayangan gelap itu menatap mereka dengan mata yang kosong, penuh kebencian.
Makhluk itu melangkah lebih dekat, dan tanpa memberi ampun, ia mengayunkan tangannya sekali lagi. Raka, dengan sisa kekuatan yang ada, melompat ke depan, mencoba menghadang serangan itu. Namun, kekuatannya tak cukup untuk bertahan. Pukulan itu menghantamnya, dan tubuhnya terpelanting jauh, tubuhnya terhantam batu keras dengan keras.
"Raka!" Vera menjerit, merasakan tubuhnya terhuyung karena ketegangan yang semakin memuncak. Tidak ada lagi waktu. Dia harus bertarung sendirian.
Makhluk itu berputar, siap melancarkan serangan terakhir.
"Kau... harus berhenti!" teriak Vera dengan suara penuh kebencian. "Aku akan menghentikanmu!"
Dengan kekuatan yang tersisa, Vera berlari menuju makhluk itu, memegang belatinya dengan kuat. Tanpa ragu, dia melompat, menembus kegelapan yang mengelilingi mereka, dan dengan segenap kekuatan, dia menghujamkan belati itu ke tubuh makhluk itu.
Namun, makhluk itu hanya tertawa, suaranya mengerikan, penuh dengan kebencian dan kegelapan. "Kamu pikir ini akan berhenti hanya dengan ini?" suaranya terdengar mengerikan, menggetarkan seluruh tubuh Vera.
Meskipun begitu, Vera tidak mundur. Dengan tekad yang kuat, dia menarik belati itu dan menghujamkannya lagi, kali ini lebih dalam. Dia tahu bahwa dia harus mengalahkan makhluk ini, tidak peduli betapa sulitnya. "Aku akan melakukannya... untuk mereka semua!"
Makhluk itu mengerang, kesakitan. Dengan jeritan yang menggema, tubuhnya mulai terpecah, bayangannya meluruh ke tanah, seakan disapu oleh kekuatan yang tak terlihat.
"Ini... belum berakhir," katanya dengan suara yang lebih lemah. "Kalian hanya menunda takdir..."
Dengan satu teriakan terakhir, makhluk itu hancur menjadi bayang-bayang hitam yang menghilang ke udara, meninggalkan keheningan yang menyesakkan. Namun, meskipun mereka telah mengalahkannya, Vera merasakan bahwa kemenangan ini datang dengan harga yang sangat mahal.
Vera berdiri di tengah kehancuran, tubuhnya gemetar. Dia menatap puing-puing tubuh teman-temannya, yang telah mengorbankan hidup mereka. "Kita berhasil..." bisiknya, suaranya hampir tak terdengar, penuh dengan air mata yang tak bisa lagi dibendung.
Tapi kemenangan itu terasa kosong. Dunia yang mereka selamatkan, dunia yang harus mereka jaga, sudah terlalu terlambat.