🔥Bocil dilarang mampir, dosa tanggung masing-masing 🔥
———
"Mendesah, Ruka!"
"El, lo gila! berhenti!!!" Ruka mendorong El yang menindihnya.
"lo istri gue, apa gue gak boleh pakek lo?"
"El.... kita gak sedekat ini, minggir!" Ruka mendorong tubuh El menjauh, namun kekuatan gadis itu tak bisa menandingi kekuatan El.
"MINGGIR ATAU GUE BUNUH LO!"
———
El Zio dan Haruka, dua manusia dengan dua kepribadian yang sangat bertolak belakang terpaksa diikat dalam sebuah janji suci pernikahan.
Rumah tangga keduanya sangat jauh dari kata harmonis, bahkan Ruka tidak mau disentuh oleh suaminya yang merupakan Badboy dan ketua geng motor di sekolahnya. Sementara Ruka yang menjabat sebagai ketua Osis harus menjaga nama baiknya dan merahasiakan pernikahan yang lebih mirip dengan neraka itu.
Akankah pernikahan El dan Ruka baik-baik saja, atau malah berakhir di pengadilan agama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nunna Zhy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Ruka melangkah kembali ke arah gedung sekolah dengan kepala penuh pikiran. Pertemuan singkatnya dengan ayah El barusan terasa aneh. Tidak biasanya pria itu meminta bantuan langsung padanya, apalagi terkait El.
Sambil berjalan, Ruka memutar kembali percakapan tadi di benaknya.
"Ruka, Daddy tahu hubungan kamu dan El mungkin gak mudah. Tapi Daddy minta tolong, bantu El supaya dia gak terlalu sering terlibat masalah. Dia keras kepala, tapi kamu tahu kan, sebenarnya dia anak yang baik."
Ruka menghela napas panjang. "Iya, Dad. Nanti aku coba omongin ke dia."
"Daddy percaya sama kamu. Kamu lebih paham cara ngadepin dia dibanding Daddy sendiri," ujar pria itu sebelum pamit.
Kini, di lorong sekolah, Ruka merasa beban itu semakin berat. Sebagai istri El—meskipun status itu masih menjadi rahasia besar—dia tahu tanggung jawabnya lebih dari sekadar menyampaikan pesan.
Saat dia melewati aula, Hana mendekat sambil melambai. "Lo kemana aja, Ruka? Udah bel masuk, tau."
"Gue abis ketemu orang tua."
"Orang tua lo?"
Ruka menggeleng pelan. "Bukan. Orang tua...." Ruka mendesah panjang, tidak mungkin memberi tahu Hana jika dia habis bertemu dengan orang tua El.
"Orang tua siapa?"
"Gak penting! Udah ah, gak usah dibahas."
Hana berhenti seketika, menatap Ruka dengan mata penuh selidik. "Orang tua El?" tebaknya, tepat sasaran.
Ruka tertegun seketika.
"Nah kan, bener tebakan gue. Btw, lo ada hubungan apa sama tu anjing gila? Makin kesini kalian berdua makin akrab, bahkan Diego bilang ke gue kalau El manggil lo sayang, bener?"
"Ck, lo percaya sama mulut El?" kelit Ruka memutar balikkan fakta.
Hana mengerutkan kan bibirnya ke depan, "Ya, enggak sih."
"Ya udin, napa lo permasalahin." ujar Ruka sambil berlalu tak ingin memperpanjang diskusi itu. "Gue masuk duluan ya, Han."
"Ruka... tunggu dong!" teriak Hana, sambil berlari menyusul sahabatnya yang sudah jauh ke depan.
***
Tiga hari hukuman skors yang diterima El seharusnya menjadi momen refleksi untuknya. Tapi, nyatanya lelaki tampan itu justru menikmati waktu luangnya dengan santai, seolah-olah dunia adalah taman bermain.
Seharian penuh, El menghabiskan waktu di depan layar TV, sibuk bermain PS dengan Rico. Mereka berdua tenggelam dalam game, tertawa-tawa setiap kali salah satu berhasil mencetak poin atau mengelabui lawan. Bungkus-bungkus snack bertebaran di meja, serpihan keripik bahkan berserakan di karpet bulu yang dulunya putih bersih. Kaleng-kaleng soda kosong tergeletak di sana-sini, beberapa bahkan terjatuh di lantai. Sebuah noda soda basah tampak mencolok, menyerap ke dalam karpet.
Ketika pintu terbuka dan Ruka masuk ke dalam rumah, langkahnya langsung terhenti. Matanya membesar, menyapu seluruh ruangan yang kini berubah menjadi medan perang. Sepanjang perjalanan pulang, Ruka terus memikirkan nasib El yang kena skorsing. Apa El akan baik-baik saja? Namun lihatlah, bagaimana keadaan orang yang Ruka khawatirkan?
“El!!” pekiknya penuh amarah, suaranya menggema di ruang tamu.
El menoleh sekilas, menekan tombol pause pada kontroler game-nya. “Oh, lo udah pulang?” tanyanya santai, sama sekali tidak terganggu oleh ekspresi wajah Ruka yang sudah hampir berasap.
Ruka melangkah cepat mendekat, melipat tangan di dada sambil memandang El dengan tajam. “Lo apa-apaan sih? Liat nih rumah kayak kapal pecah! Beresin gak sekarang juga!”
El hanya mengangkat bahu, melirik Rico yang sudah mulai menyusutkan tubuhnya, berusaha menghindari amukan Ruka. “Santai aja, nanti gue beresin. Gue kan masih main.”
“Main?! El, lo lagi kena skors karena bikin keributan di sekolah, dan bukannya introspeksi, lo malah bikin keributan di rumah! Lo pikir gue pembantu lo, hah?” Ruka menunjuk-nunjuk El, emosinya meledak-ledak.
El menahan tawa, mencoba tidak memancing amarah Ruka lebih jauh. “Eh, lo drama banget sih, Ruka. Kalau lo gak suka, yaudah gue suruh Rico aja beresin.”
Rico langsung memprotes. “Eh, gue cuma tamu, bro!”
“Tamunya pulang aja kalau gitu!” bentak Ruka, membuat Rico langsung berdiri, mengambil tasnya, dan melambai pelan ke arah El. “Sorry, bro, gue gak mau kena semprot istri lo. Besok aja kita lanjut.”
Saat Rico keluar, El menghela napas panjang, menatap Ruka yang masih menatapnya seperti elang siap menerkam. “Oke, oke, gue beresin.”
“Sekarang angkat semua sampah ini, cuci karpetnya, dan kalau gue lihat ada yang ketinggalan satu serpihan pun, lo bakal gue suruh tidur di garasi!” perintah Ruka sambil menghempaskan tasnya ke sofa.
El tertawa kecil, lalu berdiri dengan enggan. “Baik, Nyai. Perintah diterima.” Namun, senyum usil di wajahnya mengisyaratkan dia tidak akan berhenti menggodanya meskipun sedang dihukum. El tiba-tiba mendekat dengan langkah santai. Dia berdiri tepat di hadapan Ruka, menunduk sedikit agar wajah mereka sejajar. "Lo tau gak? Lo keliatan makin cantik kalau lagi marah-marah gitu."
Ruka terdiam sejenak, wajahnya memerah. "El, jangan ngelawak di situasi kayak gini!"
El terkekeh kecil, mengusap puncak kepala Ruka. "Santai, Nyai. Gue gak bakal bikin lo gila lebih dari ini. Nanti gue beresin semuanya."
Ruka hanya bisa menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Hidup dengan El memang selalu penuh drama, tapi entah kenapa, di balik semua itu, dia tetap tidak bisa benar-benar marah padanya.
Bersambung...