"sudah aku katakan sedari dulu, saat aku dewasa nanti, aku akan menjadikan kakak sebagai pacar, lupa?" gadis cantik itu bersedekap dada, bibirnya tak hentinya bercerocos, dia dengan berani masuk ke ruang pribadi pria di depannya.
tidak menjawab, Vallerio membiarkannya bicara seorang diri sementara dia sibuk periksa tugas para muridnya.
"kakak.."
"aku gurumu Au, bisa nggak panggil sesuai profesi gitu?"
"iya tahu, tapi kalau berdua begini nggak perlu!"
"sekarang kamu keluar!" ujar Vallerio masih dengan suara lembutnya.
tidak mengindahkan perintah pria tampan itu, Aurora malah mengikis jarak, dengan gerakan cepat dia mengecup bibir pria itu, baru berlari keluar.
Vallerio-Aurora, here!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluBerkarya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
makan siang
Jika di sekolah Aurora terlihat kesal sejak tadi, sebenarnya sama saja, begitu pun dengan Vallerio.
Sudah sejak tadi dia tidak bisa bekerja, bahkan sejak datang hingga kini hampir jam makan siang, pria itu sama sekali tidak menyentuh komputer di depannya.
Berkas yang menumpuk tidak dia hiraukan sama sekali, jauh berbeda dengan kinerja papa Bian selama ini.
Untung dia adalah pemiliknya, dan juga untung tidak ada orang lain yang tahu mengenai kinerjanya di hari pertama, hanya sang asisten yang sejak tadi keluar masuk ruangan karena di panggil olehnya.
Dari saat dia datang, hingga jam segini kerjaannya hanya memantau isi pesan di aplikasi Whatsapp, barangkali gadis kecilnya mengirim pesan, tapi apa yang dia harapkan tidak sesuai.
“haissss, harusnya jam segini sudah istirahat!!” guman Vallerio. Dia bisa maklumi jika sejak tadi Aurora tidak membalas pesannya karena mungkin sibuk mendengarkan materi, tapi bukankah sekarang waktunya istirahat? Harusnya Aurora sudah bisa pegang ponsel dong? Begitu pikir Vallerio.
“lama lama aku yang gila!!!” di telepon berkali kali, tapi tidak kunjung di angkat.
“apa aku kesana saja? Tapi apa kata mereka nanti?” banyak sekali pertimbangan yang dia lakukan, hingga tanpa dia sadari sejak tadi mama Nisa tengah memperhatikannya dari luar.
Wanita paruh baya itu menggelengkan kepalanya, perlahan masuk begitu saja ke dalam dengan Riska mengekorinya dari belakang.
“sayang” panggil wanita paruh baya itu dengan suara lembutnya, Vallerio mendongak dan betapa kaget melihat mamanya uang sudah berada disana. Sama sekali dia tidak menyadari kedatangannya.
“mama sejak kapan di ruangan saya?” tanyanya tanpa basa basi. Dia menaruh ponselnya di atas meja.
“barusan, kamu lagi ngapain itu? Serius sekali mama lihat, sampai aku datang saja kamu tidak sadar” ujar mama Nisa berjalan mendekat.
“Riska, dia ngapain disini?” tidak menjawab pertanyaan mamanya, fokus Vallerio hanya pasa wanita yang sejak tadi melempar senyum ke arahnya.
“Kok dia ngapain sih, kan nak Riska sudah bekerja disini mulai beberapa hari lalu” jawab mama Nisa. Iya, semenjak beberapa jari lalu, Riska memang sudah bekerja di kantor milik Vallerio, dia menjabat sebagai manajer HRD, posisi yang sangat bagus untuk anak baru sepertinya.
Mendengar itu, Vallerio memicingkan matanya menatap sang mama “tapi kenapa Vallerio tidak tahu sama sekali, kalian bisa banget tidak memberi tahuku?” ujarnya tak suka melihat keberadaan Riska disini.
“Sayang tidak boleh begitu, dia disini bekerja, melewati interview juga dan papa menerimanya karena memang kemampuan Riska sangat memumpuni dalam bidang itu, dan kebetulan Dahlia tengah cuti kan? Jadi Riska yang mengganti posisinya sementara” jawab mama Nisa menjelaskan, dia sebenarnya merasa tidak enak hati pada Riska atas perilaku putranya yang kentara sekali tidak suka dengan keberadaan wanita itu.
“ ya udah, sekarang Valle tanya kenapa dan ada apa mama datang kesini? Kan suami mama hari ini tidak datang ke kantor, lupa?” tanyanya dengan nada kesal sedikit. Bagaimana tidak kesal, bokapnya menyerahkan semua tanggung jawab itu pada Vallerio hari ini, dia santai di rumah.
Mama Nisa terkekeh pelan kemudian menimpuk pundak putranya.
“kenapa wajahmu begitu, iri ya sama papa karena dia sudah mau pensiun dari sini?” goda wanita itu.
“Cih, enggak tuh! Sekarang mama keluar karena Vallerio mau bekerja!” lagi dia benar benar mengusir mamanya. Pura pura serius mengambil berkas disana dan memeriksanya, padahal itu hanya alibi semata agar waktunya tidak di ganggu oleh wanita paruh baya itu.
“Jangan pura pura, sejak tadi mama lihat kamu tidak menyentuh berkas itu, fokus sama ponsel! Jangan kamu pikir mama tidak lihat ya! Dan lagi, ini sudah hampir jam makan siang, jadi ayok keluar makan dulu” ajak mama Nisa sembari menarik tangan putranya.
¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤
“lain kali aja ma, Valle sedang sibuk” jawabnya datar tak menghiraukan tarikan di tangannya. Seketika wajah mama Nisa masam, menatap lamat ke arah Vallerio.
“kamu memang tidak pernah menuruti kemauan mama, anak durhaka kamu Valle” belum apa apa Vallerio sudah di sumpahi sebagai anak durhaka, hal itu membuat pria itu mengeryit kening.
Dari drama kedua anak dan ibu ini, Riska yang sejak tadi cosplay sebagai pengamat tak hentinya tersenyum melihat hal itu. Baginya ini sangat lucu, jarang sekali dia melihat keakraban antara anak laki laki dan ibunya.
“ya udah ayo, Vallerio temanin!” tidak mau wanita itu memperpanjang drama, terpaksa Vallerio yang suntuk seharian menemani ibunya itu. Wajah mama Nisa tersenyum puas, gampang juga meluluhkan hati anaknya, andai Vallerio begini juga jika sedang di dekati oleh Riska, mungkin dia adalah yang paling bahagia. Tapi nyatanya, Vallerio sangat menjaga jarak dengan wanita itu. Bahkan semenjak Riska datang ke ruangannya tadi, yang mama Nisa tangkap adalah bahwa putranya sama sekali tidak menganggap Riska ada di antara mereka. Dan itu benar adanya, Vallerio memang tidak sekalipun melirik wanita tersebut. Berbicara sepatah kata pun tidak sama sekali.
“ini baru anak mama..” dengan semangat, mama Nisa memimpin jalan. Di ikuti oleh Riska yang sejak tadi mengekori, hingga Vallerio paling belakang.
Kebanyakan karyawan kantor yang melihat itu memang kerap kali menjodohkan keduanya, entahlah, mungkin nasib Vallerio memang di takdirkan untuk di jodohkan oleh orang orang.
Tidak di sekolah, dia selalu di jodohkan oleh rekan gurunya bersama ibu Lisa, mulai hari ini telinganya juga kerap kali mendengar kebisingan mengenai penilaian karyawan terhadapnya dan Riska, tentu itu membuat Vallerio muak.
Hendak tak dia pedulikan, tapi telinga pria itu masih normal, sekali pun mereka bicaranya kecil, tetap saja masih bisa di dengar.
“kita makan dimana ma?” tanyanya saat susah sampai di dalam mobil.
“Di restauran X, mama sudah memesan beberapa menu favorit disana” jawab mama Nisa memberi arahan. Vallerio hanya mengangguk sekilas, kemudian melajukan mobilnya menuju restauran tersebut.
□□□□□□□□□□□
Lima belas menit waktu yang di tempuh dari kantor DA group hingga sampai di restauran tersebut.
Gegas mereka bertiga turun, berjalan masuk.
“sayang, kamu mau pesan apa?” tanya mama Nisa pada Riska. Wanita cantik itu tersenyum,
“samain aja tante” jawabnya dengan suara lembut sampai telinga.
Mama Nisa mengangguk, kemudian memesan makanan. Ketiganya duduk diam sambil menunggu makanan datang.
Di meja lain, masih di restaurant yang sama, suami istri itu tengah makan bersama.
“Bukankah itu Vallerio?” Alena yang sejak tadi mengajak Wiliam datang makan siang disini tak sengaja melihat Vallerio masuk ke dalam restaurant.
Dia tersenyum miring “kayaknya kalau aku foto bakal jadi perang dunia ini..” guman Alena dalam hati. Dia mengambil ponselnya, memotret beberapa kali ke meja Vallerio dan mamanya.
“sayang, kenapa kau memotretnya? Itu tidak baik jika memotret tanpa izin” ujar Wiliam memberitahu istrinya. Tapi namanya Alena, dia hanya nyengir sesaat tapi tidak kunjung menghapus foto itu.
“kalau Vallerio tidak apa apa” jawabnya sekilas, kemudian fokus dengan aplikasi hijau.
‘Selamat siang Aurora Manggala..’
‘Bagaimana sekolahnya hati ini? Baik?’
‘pasti kamu sedih karena pacar kamu tidak lagi ngajar disana ya?’
‘aku saranin sih tidak perlu sedih, cukup cari bocah yang lebih ganteng disana’
‘oh iya, kakak ada info nih!'
‘kamu kenal?’ begitulah banyak pesan yang Alena kirim pada adik iparnya.Tidak lupa beberapa lampir foto yang dia ambil, dikirim semua pada Aurora.
“kirim pesan pada siapa?” tanya Wiliam
“sama Aurora, aku kangen saja sama dia soalnya” jawab Aurora tak sepenuhnya bohong.
“aku sudah selesai makannya sayang, kita jadi ke taman kan?” Wiliam sampai meluangkan waktunya hanya untuk menemani wanita itu.
Setelah keduanya selesai makan, mereka keluar dari sana, lanjut ke taman seperti yang Alena inginkan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
lagian knpa emgga bilng kalo udah punya pacar .. 🗿🔪